Presiden Jokowi Minta Pelaku Usaha Lebih Jernih Sikapi Larangan Ekspor CPO

wisnu
wisnu
Diperbarui 28 April 2022 07:23 WIB
Jakarta, MI - Presiden Joko Widodo meminta para pelaku usaha minyak sawit untuk lebih jernih dalam menyikapi kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya yang akan berlaku secara resmi mulai Kamis (28/4). "Saya minta para pelaku usaha minyak sawit untuk melihat masalah ini dengan lebih baik, dengan lebih jernih, dan saya sebagai Presiden tidak mungkin membiarkan itu terjadi," Presiden Jokowi dalam keterangannya melalui siaran video yang dikutip, Kamis (28/4). Semenjak mengumumkan kebijakan larangan ekpor CPO pada Jumat (22/4) pekan lalu, dia telah mengikuti secara seksama dinamika di masyarakat. Presiden menegaskan bahwa kebutuhan pokok masyarakat menjadi prioritas tertinggi dalam pertimbangan pemerintah setiap mengambil keputusan. [caption id="attachment_426967" align="aligncenter" width="300"] Warga terlihat mengantre atas kelangkaan minyak goreng di tanah air. (Foto: Dok/Ist)[/caption] Larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya menjadi keputusan yang ditempuh pemerintah setelah berbagai kebijakan dan upaya untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng masih belum efektif selama empat bulan terakhir. "Larangan itu berlaku untuk ekspor dari seluruh wilayah di Indonesia, termasuk dari kawasan berikat," kata Presiden. Presiden pun mengaku ironis dengan kondisi kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Tanah Air. Padahal, Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit di dunia. "Sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, ironis kita malah kesulitan mendapatkan minyak goreng," kata dia Apabila menilik kapasitas produksi, lanjut dia, maka seharusnya kebutuhan minyak goreng di dalam negeri dapat tercukupi dengan mudah. "Volume bahan baku minyak goreng yang kita produksi dan kita ekspor jauh lebih besar daripada kebutuhan dalam negeri. Masih ada sisa kapasitas yang sangat besar jika kita semua mau dan punya niat untuk memenuhi kebutuhan rakyat sebagai prioritas dengan mudah kebutuhan dalam negeri dapat dicukupi," katanya. Kenaikan harga minyak goreng serta kelangkaan ketersediaan di pasaran sudah terjadi sejak akhir 2021 dan pemerintah sempat berusaha mengatasi keadaan tersebut dengan memberlakukan pengetatan ekspor crude palm oil (CPO) dan memprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Pemerintah berusaha mengendalikan harga melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 yang ditetapkan pada 26 Januari berupa penetapan harga eceran tertinggi (HET) Rp11.500 per liter untuk minyak goreng curah, Rp13.500 per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana, dan Rp14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan premium. Namun, belakangan kebijakan itu dihapuskan karena gagal mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasaran hingga pemerintah hanya memberlakukan HET untuk minyak goreng curah sebesar Rp14.000 per liter. Kejaksaan Agung pada Selasa (19/4) menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan pemberian fasilitas izin ekspor CPO dan turunannya, termasuk minyak goreng pada Januari 2021-Maret 2022 yang menimbulkan kelangkaan minyak goreng. Keempat tersangka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Perdaglu) Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Standly MA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Paulian Tumanggor dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Picare Togar Sitanggang. Dirjen Perdaglu ditetapkan sebagai tersangka karena telah menerbitkan persetujuan ekspor terkait komoditas CPO dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas.