Terancam Resesi, Bank Dunia Prediksi Pertumbuhan Ekonomi 2,9 Persen Tahun ini

Venny Carasea
Venny Carasea
Diperbarui 8 Juni 2022 16:50 WIB
Jakarta, MI - Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan globalnya dan memperingatkan bahwa banyak negara berpotensi jatuh ke dalam resesi karena ekonomi tergelincir ke dalam periode stagflasi seperti pada tahun 1970-an. Bank Dunia memperkirakan ekspansi ekonomi global turun menjadi 2,9% tahun ini dari 5,7% pada 2021 atau 1,2 poin persen lebih rendah dari perkiraan 4,1% pada Januari, menurut bank yang berbasis di Washington itu dalam laporan Prospek Ekonomi Global terbarunya. Pertumbuhan diperkirakan akan berkisar di sekitar level itu pada 2023 hingga 2024, sementara inflasi tetap di atas target di sebagian besar ekonomi, menurut laporan itu merujuk pada risiko stagflasi. Invasi Rusia ke Ukraina dan lonjakan harga komoditas yang diakibatkannya telah menambah kerusakan akibat pandemi Covid pada ekonomi global, yang menurut Bank Dunia sekarang memasuki “periode pertumbuhan lemah yang berlarut-larut dan inflasi yang meningkat.” “Perang di Ukraina, penguncian di China, gangguan rantai pasokan, dan risiko stagflasi memukul pertumbuhan. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari,” kata Presiden Bank Dunia David Malpass seperti dikutip CNBC.com, Rabu (8/6). Pertumbuhan di negara-negara maju diproyeksikan melambat tajam menjadi 2,6% pada 2022 dari 5,1% pada 2021 sebelum melambat lebih lanjut menjadi 2,2% pada 2023, menurut laporan itu. Sementara itu, ekspansi di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang diproyeksikan turun menjadi 3,4% pada tahun 2022 dari 6,6% pada tahun 2021 atau jauh di bawah rata-rata tahunan sebesar 4,8% dari tahun 2011 hingga 2019. Inflasi yang terus meningkat baik di negara maju dan berkembang, mendorong bank sentral untuk memperketat kebijakan moneter dan menaikkan suku bunga untuk mengekang harga yang melonjak. Inflasi tinggi saat ini, dengan kondisi pertumbuhan yang lemah, telah disejajarkan dengan kondisi tahun 1970-an. Saat itu terjadi periode stagflasi intens yang membutuhkan kenaikan tajam suku bunga di negara maju sehingga memicu serangkaian krisis keuangan di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang. Laporan Bank Dunia bulan Juni menawarkan apa yang disebutnya perbandingan “sistematis pertama” antara situasi sekarang dan 50 tahun yang lalu.

Topik:

Bank Dunia