Waduh! Baru Dipimpin Bahlil, BPK Sudah Temukan Penerbitan IUP di ESDM Tak Sesuai Aturan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 Oktober 2024 03:26 WIB
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (Foto: Dok MI)
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan proses penerbitan perizinan atas izin usaha pertambangan (IUP) mineral logam yang telah terdaftar pada aplikasi Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

Temuan itu berdasarkan hasil pemeriksaan yang merupakan bagian dari dua laporan kepatuhan BPK yang telah diselesaikan pada Semester I-2024. Laporan tersebut mencakup audit pengelolaan perizinan pertambangan mineral, batu bara, dan batuan dari tahun 2009 hingga triwulan III-2023 di Kementerian ESDM serta audit serupa pada Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang berlangsung sejak 2021 hingga triwulan III-2022

Dalam temuannya, BPK menjabarkan dua kriteria penerbitan IUP mineral logam yang telah terdaftar pada MODI dan tidak sepenuhnya sesuai aturan. Pertama, ketidaklengkapan persyaratan perizinan atas 61 IUP dari aspek administrasi, kewilayahan, teknis, finansial, dan lingkungan. Kedua, ketidakjelasan dokumen yang dilampirkan pada proses pendaftaran 27 IUP.

"Seperti dokumen IUP persetujuan pencadangan wilayah, eksplorasi, maupun operasi produksi tidak terdapat dalam database pemerintah daerah atau berbeda peruntukan dari yang tercantum pada surat keputusan [SK] Bupati,” tulis BPK dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I-2024, dikutip Minggu (27/10/2024).

Akibatnya, IUP yang diterbitkan berpotensi menimbulkan permasalahan sengketa perizinan, tumpang tindih kewilayahan, pengelolaan tambang yang tidak sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik dan merusak lingkungan, serta bermasalah dalam pemenuhan kewajiban finansial kepada negara.

Selain itu, validitas dokumen legalitas 27 IUP yang terdaftar di aplikasi MODI dicap kurang memadai.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia agar menginstruksikan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno untuk melengkapi dokumen pengajuan dan pendaftaran atas 61 IUP Mineral Logam yang kurang lengkap, melakukan rekonsiliasi data terhadap 27 IUP dengan pemerintah daerah dan instansi terkait, serta melakukan tindakan penertiban dan/atau sanksi administratif terhadap perizinan usaha pertambangan sesuai kewenangan yang dimiliki.

Penting diketahui, bahwa Kementerian ESDM telah menerbitkan 4.283 izin usaha pertambangan (IUP), 10 izin usaha pertambangan khusus (IUPK), 31 kontrak karya (KK), dan 59 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Hal itu sebagaimana dikutip di laman resmi MODI Ditjen Minerba Kementerian ESDM, per Jumat (25/10/2024) kemarin.

Di lain sisi, BPK juga merekomendasikan Menteri Investasi/Kepala BKPM agar mengimplementasikan proses pengawasan laporan berkala dan penilaian kepatuhan administrasi sesuai ketentuan.

Bahkan, BPK mewajibkan Kementerian Investasi/BKPM membuat kesepakatan bersama dengan Kementerian ESDM dan Kementerian LHK untuk melaksanakan pengawasan perizinan berusaha melalui subsistem pengawasan secara komprehensif yang akan diintegrasikan secara SSO melalui subsistem pengawasan pada OSS RBA.

Tidak hanya itu, masalah lain di era Menteri Bahlil juga terkait pelaporan kegiatan penanaman modal yang belum memadai. Ditambah, penerapan sanksi peringatan tertulis belum dilakukan secara tertib sesuai ketentuan.

"Hal tersebut mengakibatkan data capaian realisasi investasi di sektor kehutanan, mineral logam dan batu bara yang diinformasikan kepada publik tidak andal dan dapat menyesatkan stakeholder dalam pengambilan keputusan," kata Anggota II BPK Daniel Lumban Tobing.

Sekadar tahu, bahwa Bahlil menduduki posisi Menteri ESDM pada pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Tetapi, jabatan itu baru resmi diembannya pada 19 Agustus 2024. Kini Bahlil kembali dipercaya Presiden ke-8 Prabowo Subianto sebagai Menteri ESDM lagi.

Bahlil sebelumnya menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dia lantas dipercaya oleh Jokowi untuk menukangi Kementerian ESDM menggantikan posisi Arifin Tasrif.

Bahlil dilaporkan ke KPK

Saat menjabat sebagai menteri Investasi/BKPM, Bahlil sempat dilaporkan Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam ke Komisi Pemberantasan Korupsi terkait proses pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021 hingga 2023 yang diduga penuh dengan praktik korupsi. 

Pimpinan KPK telah meminta bagian pengaduan masyarakat untuk menelaah laporan Jatam tersebut.

”Pimpinan sudah minta Dumas (Pengaduan Masyarakat) untuk melakukan telaahan atas informasi yang disampaikan masyarakat,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata melalui keterangan tertulis, Selasa (19/3/2024).

Koordinator Jatam Melky Nahar saat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, menyampaikan, Jatam melaporkan Bahlil ke KPK terkait proses pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021 hingga 2023 yang diduga penuh dengan praktik korupsi. Menurut dia, laporan tersebut bertujuan untuk membuka pola yang digunakan para pejabat negara, terutama Bahlil, dalam proses pencabutan izin tambang yang menuai polemik.

Melky menjelaskan, Jatam telah mempelajari landasan hukum Bahlil dalam mencabut izin. Dari penelusurannya, Presiden Joko Widodo mengeluarkan tiga regulasi yang memberikan kuasa besar kepada Bahlil. Namun, dalam enam bulan terakhir, proses pencabutan izin tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan.

Presiden Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi. Bahlil ditunjuk sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) untuk memastikan realisasi investasi dan menyelesaikan masalah perizinan, serta menelusuri izin pertambangan dan perkebunan yang tak produktif.

Pada 2022, Presiden Jokowi kembali meneken Keppres Nomor 1 Tahun 2022 tentang Satgas Penataan Lahan dan Penataan Investasi. Melalui Keppres ini, Bahlil diberi kuasa untuk mencabut izin tambang, hak guna usaha, dan konsesi kawasan hutan, serta dimungkinkan untuk memberikan kemudahan kepada organisasi kemasyarakatan, koperasi, dan lain-lain untuk mendapatkan lahan/konsesi.

Puncaknya, pada Oktober 2023, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi. Melalui regulasi ini, Bahlil diberikan wewenang untuk mencabut izin tambang, perkebunan, dan konsesi kawasan hutan, serta bisa memberikan izin pemanfaatan lahan untuk ormas, koperasi, dan lain-lain.

Menurut dia, proses pencabutan izin tambang yang dilakukan Bahlil diduga tebang pilih dan transaksional. Itu berujung pada menguntungkan diri sendiri, kelompok, atau badan usaha lain. ”Ribuan izin yang dicabut menteri Bahlil kemarin, lalu kemudian ada dugaan Bahlil mematok fee atau tarif terhadap perusahaan yang ingin izinnya dipulihkan,” kata Melky.

Oleh karena itu, Melky mendesak KPK untuk menindaklanjuti temuan Jatam. Alhasil, publik memahami cara kerja Bahlil yang bisa dengan mudah mencabut ribuan izin tambang, termasuk keuntungan apa saja yang diperoleh Bahlil beserta kroninya. Selain itu, publik bisa mengetahui peran Presiden Jokowi yang memberikan legitimasi hukum kepada Bahlil sehingga bisa mencabut ribuan izin tambang.

Kepala Divisi Hukum Jatam M Jamil menambahkan, dokumen yang disampaikan Jatam ke KPK terkait aliran dana kampanye dari Bahlil dan jejaring usahanya. Adapun delik aduan atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Bahlil adalah gratifikasi, suap, dan pemerasan.

Monitorindonesia.com, sudah meminta tanggapan kepada Bahlil terkait laporan Jatam ke KPK. Namun, Bahlil tidak merespons. Sementara KPK tak kunjung memberikan informasi perkembangan laporan tersebut.

Topik:

BPK ESDM IUP Menteri Bahlil Korupsi IUP