Ketidakpastian HGBT, Investasi Rp300 Triliun Gagal

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 7 Februari 2025 07:15 WIB
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) (Foto: Ist)
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Ketidakpastian terhadap Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) mengakibatkan pembatalan investasi sebesar Rp300 triliun di sejumlah kawasan industri (KI). Hal ini diungkapkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menyoroti dampak signifikan ketidakjelasan harga gas terhadap iklim investasi di sektor industri.

Sekretaris Jenderal Kemenperin Eko S.A. Cahyanto, menyampaikan bahwa ketersediaan gas bumi dengan harga yang kompetitif merupakan faktor yang penting dalam menarik investasi industri di Indonesia.

"Dalam rapat dengan Kemenko Perekonomian, terungkap ada Rp300 triliun investasi yang sudah masuk, bahkan sudah membeli lahan, namun akhirnya membatalkan pembangunan pabrik karena ketidakjelasan harga gas ini. Sayang sekali," katanya di Kantor Kemenperin, Jakarta, Kamis (6/2/2025).

Eko menyatakan bahwa pihaknya sedang berupaya agar kebijakan HGBT dapat diperluas agar tidak hanya menguntungkan tujuh sektor industri yang ada saat ini. Saat ini, penerima HGBT terbatas pada sektor industri keramik, pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, kaca, dan sarung tangan karet, dengan harga gas sekitar USD6-6,5 per million british thermal unit (mmbtu).

Eko Cahyanto juga menambahkan, untuk mewujudkan industri mendapatkan harga gas yang lebih terjangkau, diperlukan waktu karena ada faktor-faktor seperti pasokan gas, infrastruktur, serta insentif yang perlu disiapkan oleh pemerintah. Untuk itu perlu ada langkah-langkah lebih lanjut untuk memastikan ketersediaan gas dan insentif lain sebelum kebijakan ini bisa diterapkan secara luas.

"Kami mengusulkan agar tenant-tenant di kawasan industri juga bisa menikmati harga HGBT, bukan hanya tujuh sektor tersebut," ucap Eko.

Dalam kesempatan sama, Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar menuturkan bahwa pelaku industri saat ini yang merasakan kebijakan HGBT tidak mendapatkan kuota gas yang merata. Ia mengatakan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) atau PGN hanya memberikan kuota sebesar 45 persen saja.

"HGBT memang diperpanjang. Tapi, kuota yang diberikan hanya 40 sampai 45 persen. Itu pun tergantung PGN," imbuhnya. Kata dia, saat ini pelaku industri membayar gas dengan harga yang cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi pelaku industri. 

Semakin dekat suatu industri dengan sumber gas, semakin murah harga yang dapat diperoleh. Sebaliknya, industri yang berlokasi jauh dari sumber gas harus membayar lebih mahal, terutama jika konsumsi gas melebihi kuota yang telah ditetapkan.

"Jika tarif listrik di seluruh Indonesia sama semuanya. harga gas sangat bergantung pada jarak dari sumber. Jika penggunaan melebihi kuota 40-45 persen, harga bisa melonjak hingga USD16 per MMBTU," pungkasnya.

Topik:

gas-industri hgbt kemenperin