Harga Bawang Putih Melonjak Tajam, Ini Biang Keroknya!

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 28 Maret 2025 15:00 WIB
Bawang Putih (Foto: Ist)
Bawang Putih (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Harga bawang putih di berbagai daerah mengalami lonjakan signifikan, mencapai Rp50.000 per kilogram (kg) Angka ini jauh melampaui batas atas harga acuan penjualan (HAP) yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp38.000 per kg.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut keterlambatan realisasi impor sebagai penyebab utama kenaikan harga bawang putih di pasaran. Namun, Ombudsman RI menilai bahwa masalah ini lebih kompleks dan berkaitan dengan tata kelola impor yang kurang efektif.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyoroti bahwa tata kelola bawang putih mencakup berbagai aspek dari hulu hingga hilir. Di sektor hulu, terdapat dua instansi yang bertanggung jawab atas ketersediaan pasokan, salah satunya adalah Badan Pangan Nasional. 

Selain itu, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) masih dipegang oleh Kementerian Pertanian, yang menurutnya jadi kurang relevan, karena 90% kebutuhan dalam negeri bergantung pada impor

"Kalau berdasarkan tugas pokok dan fungsinya Kementerian Pertanian, kan Kementan tuh fokusnya kepada produksi domestik. Nah, jadi RIPH, khususnya bawang putih itu kurang relevan, karena 90% kebutuhan bawang putih dipenuhi oleh impor," tutur Yeka kepada awak media, Jumat (28/3/2025).

"Semangat RIPH itu untuk melindungi petani. Tapi, kalau produksi dalam negeri sangat kecil, RIPH tidak diperlukan," tambahnya.

Di sisi hilir, permasalahan lain muncul pada Surat Persetujuan Impor (SPI) yang diterbitkan oleh Kemendag. Dia menjelaskan, pemerintah saat ini sudah menerbitkan Persetujuan Impor (PI) kepada lebih dari 39 perusahaan untuk mendatangkan atau mengimpor bawang putih sebanyak 226.101 ton sepanjang tahun 2025.

"Cuma kan PI ini tidak ada sanksinya. Kalau dia tidak mendatangkan, nggak ada sanksinya. Nah, ini yang Ombudsman melihat bahwa ini jadi permasalahan. Jadi mestinya PI ini harus setidak-tidaknya mengandung dua hal. Satu, selambat-lambatnya barang dikirim kapal itu harus jelas. Kedua, harus ada sanksi. Karena sudah jelas kita itu tergantung pada impor," imbunya.

Yeka menegaskan perlunya regulasi yang lebih ketat dalam pemberian SPI. "Setidaknya, SPI harus mencantumkan tenggat waktu pengiriman bawang putih ke Indonesia. Jika sudah diberikan SPI, pelaku usaha harus memastikan barangnya tiba sesuai jadwal, misalnya bulan April atau Mei. Jika tidak, harus ada sanksi," bebernya.

Ombudsman juga menemukan fakta lain bahwa banyak importir lama tidak mendapatkan SPI, sementara izin justru diberikan kepada perusahaan-perusahaan baru. Hal ini dinilai berisiko karena sebagian besar importir baru tersebut belum memiliki jaringan pemasok di China.

Hasil inspeksi Ombudsman ke sejumlah gudang pun menunjukkan stok bawang putih kosong.

"Mereka bilang ya kami juga sebagai pelaku usaha baru masih berusaha untuk mencari pemasok. Ya kalau seperti begini, mohon maaf ya tata kelolanya nggak bagus. Padahal kan sudah tahu," jelas Yeka.

Untuk itu, Yeka menegaskan perlunya pengawasan yang lebih dinamis. "Jika pelaku usaha yang diberikan SPI tidak bisa merealisasikan impor, harus segera digantikan dengan yang lebih kompeten. Pemerintah tidak boleh membiarkan hal ini berlarut-larut karena yang dirugikan adalah masyarakat," ungkapnya.

Terkait koordinasi antar kementerian, Yeka menyebut Ombudsman telah berkomunikasi dengan Kemendag, yang dinilainya cukup kooperatif. Namun, koordinasi dengan Kementerian Pertanian masih menunggu waktu.

"Kami sudah mengajukan surat untuk koordinasi terkait bawang putih ini dengan Kementan. Mungkin setelah Lebaran bisa diadakan evaluasi bersama," katanya.

Ombudsman menyoroti tiga prinsip utama yang perlu diperbaiki dalam tata kelola impor bawang putih, yakni partisipatif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sayangnya, menurut Ombudsman, sistem yang berjalan saat ini belum memenuhi ketiga kriteria tersebut.

"Ombudsman sudah memberikan banyak saran dan tindakan korektif agar tata kelola bawang putih ini lebih baik. Minimal kriterianya tiga, harus partisipatif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kalau sekarang kan tidak transparan, tidak partisipatif, dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," tutupnya.

Topik:

bawang-putih harga-bawang-putih