Gugatan Sukiyat ke Raksasa Otomotif Ini Bisa Merembet ke Biang Kerok Mangkraknya Mobil Esemka

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 April 2025 06:18 WIB
PT Astra Otoparts (AUTO) Tbk.  (kiri) dan H Sikuyat (kanan) (Foto: Kolase MI)
PT Astra Otoparts (AUTO) Tbk. (kiri) dan H Sikuyat (kanan) (Foto: Kolase MI)

Jakarta, MI - Penggagas Mobil Esemka H Sukiyat menggugat raksasa otomotif, PT Astra Otoparts (AUTO) Tbk., dan dua anak usahnya yakni  PT Valesto Indonesia sebagai Tergugat I dan PT Ardendi Jaya Sentosa, Tergugat II ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara (Jakut). Dalam perkara dengan nomor 110/Pdt.G/2025/PN Jkt.Utr itu, AUTO selaku pihak Turut Tergugat.

Adapun gugatan terhadap anak usaha PT Astra International Tbk., itu sebesar Rp 100 miliar. Kasus ini berawal pada tahun 2018, bahwa melalui nota kesepahaman yang disaksikan langsung Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto untuk menghadirkan inspirasi karya anak bangsa Alat Mekanisasi Multiguna Pedesaan (AMMDes).

Kala itu, PT Velasto Indonesia dan PT Ardendi Jaya Sentosa, membentuk joint venture atau perusahaan patungan dengan PT Kiat Inovasi Indonesia.

Kemudian didirikanlah dua perusahaan patungan. Satu bertindak sebagai produsen, sementara lainnya distributor. PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia (KMWI) sebagai perusahaan perancang, perekayasa, dan produsen AMMDes.

Satu lagi PT Kiat Mahesa Wintor Distributor (KMWD) sebagai perusahaan yang memasarkan, menjual, mendistribusikan suku cadang, serta memberi alat mekanis multiguna. Contoh, seperti alat mesin sedot air, penggilingan padi dan jagung. Saat itu ramai diwacanakan, investasi awal Rp300 miliar untuk membuat mobil perdesaan (AMMDes).

Namun sayangnya, menurut pihak H Sukiyat hal ini sebuah rekayasa yang terstuktur dan terencana untuk mematikan mimpi anak bangsa, mewujudkan produksi mobil nasional. 

Pun H Sukiyat sebagai inisiator dan penggagas mobil ini dikebiri haknya, kepemilikan sahamnya dilepas. Haknya pun dirampas.

PT Kiat Mahesa Wintor Distributor berkedudukan di Klaten yang Anggaran Dasar telah disahkan berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (SK Kemenkum HAM) RI Nomor AHU-0029595.AH.01.01 Tahun 2018 tanggal 11 Juni 2018.

Saham yang dimiliki PT Kiat Inovasi Indonesia terhadap PT Kiat Mahesa Wintor Distributor, kata Dzaki, sebanyak 2.708 lembar dengan nilai uang sebesar Rp2.708.000.000. Sedangkan PT Velasto Indonesia memiliki saham sebanyak 4.965 lembar dengan nilai uang sebesar Rp4.965.000.000.

Karena suatu hal, pada akhir tahun 2018, PT Kiat Inovasi Indonesia bermaksud melepas saham yang dimiliki dalam PT Kiat Mahesa Wintor Distributor. 

Pembicaraan pelepasan saham tersebut, dilakukan tanggal 14 Desember 2018, di mana pada awalnya PT Kiat Inovasi Indonesia menuntut pengembalian saham beserta hak inisiator sebesar Rp350 miliar. 

Lantas H Sukiyat dijanjikan Rp100 miliar. Namun kemudian, terjadi kesepakatan pengembalian saham sebesar Rp33 miliar. Begitupun juga untuk PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia (KMWI) kesepakatannya Rp33 miliar.

Kemudian, surat pernyataan dan kuasa yang dibuat dan atau disiapkan oleh pihak PT Ardendi Jaya Sentosa tersebut tertulis bulan Januari tahun 2019, sedangkan tanggal masih belum diisi.

Dan PT Kiat Inovasi Indonesia dengan itikad baik, menandatangani surat pernyataan dan kuasa tersebut. Setelah PT Kiat Inovasi Indonesia menandatangani surat pernyataan dan kuasa, kemudian PT Kiat Inovasi Indonesia hanya diberikan copy dari surat penyataan dan kuasa yang belum ditandatangani oleh Direktur PT Ardendi Jaya Sentosa.

Pada saat itu, pihak PT Ardendi Jaya Sentosa berjanji akan segera memberikan copy atau salinan yang sudah ditandatangani Direktur PT Ardendi Jaya Sentosa, sehingga PT Kiat Inovasi Indonesia percaya sepenuhnya.

Berlanjut tanggal 29 Januari 2019, pihak PT Ardendi Jaya Sentosa telah menyerahkan kompensasi atau harga pembelian saham kepada PT Kiat Inovasi Indonesia sebesar Rp3 miliar, setelah ditunggu cukup lama, ternyata pihak PT Ardendi Jaya Sentosa tidak menyerahkan kekurangan sebesar Rp30 miliar tesebut.

Namun, PT Velasto Indonesia untuk kerja sama di PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia, sudah menyerahkan kewajibannya Rp30 miliar ke klien kami dan tersisa Rp3 miliar dari kesepakatan Rp33 miliar. 

Maka total sisa kewajiban yang tidak dipenuhi PT Velasto Indonesia dan PT Ardendi Jaya Sentosa sebesar Rp33 miliar. Rp30 miliar untuk PT Ardendi Jaya Sentosa dan Rp3 miliar untuk PT Velasto Indonesia,” jelasnya.

Karena merasa dirugikan, sehingga H Sukiyat kuasa hukumnya dari AB & Partners, menggugat PT Velasto Indonesia, PT Ardendi Jaya Sentosa dan PT Astra Otopart.

Perusahaan tersebut diminta agar kooperatif dan menunjukan itikad baik kepada H Sukiyat, dan mengembalikan kekurangan pembayaran kesepakatan pengalihan saham sebesar Rp33 miliar beserta bunga sebesar 6% pertahun, sejak tahun 2019 sampai seluruh kekurangan pembayaran tersebut dibayarkan.

Terkait gugatan itu, Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI), Trubus Rahadiansyah, menilai akan menjadi pintu masuk membongkar dugaan mangkraknya Mobil Esemka itu.

"Kalau sampai ditemukan bukti-bukti di dalam persidangan bisa mengarah kesana itu luar biasa, biang kerok mangkraknya mobil Esemka itu artinya bahwa selama ini orang menduga bahwa ada ketidakberesan atau tipudaya, koruptif lah ya dalam konteks mengenai Esemka yang sampai saat ini jadi soal," kata Trubus kepada Monitorindonesia.com, Senin (7/4/2025).

Pemerintah sebenarnya menyediakan anggaran, sampai sekarang bagaimana? "Jadi coba kita juga menyoroti PT Astra ini ke luas, kalau persoalan Astra dengan H Sukiyat semata-mata melunasi kewajiban Rp 33 miliar. Kalau secara sempit hanya persoalan administrasi." 

"Secara luas, kalau ini kita angkat dalam konteks lebih luas di sini kita tahu persoalan-persoalan lain terkait juga ada mungkin yang diberlakukan oleh Astra ini," bebernya.

Misalnya menjadi tanggung jawab Astra, tapi Astranya ingkar janji. "Semua akan bisa terbuka apa sih sebenarnya biang kerok mangkraknya mobil Esemka saat itu." 

"Kalau dilihat persoalan Sukiyat dengan Astra memang sangat sederhana sebenarnya bahwa ini memaksa kepada pihak PT Astra Otoparts melunasi kewajibannya. Astra digugat karena melakukan tindakan ingkar janji. Tetapikan kemudian kalau ada curang, nipu," jelas Trubus.

Menurut Trubus, H Sukiyat dapat mencari dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) pihak AUTO dan dua anak usahanya itu. Yang kemudian bisa dijadi sebagai bahan gugatan pidana. Namun tak dapat dipungkiri, tambah Trubus, bahwa di pengadilan sendiri terkadang bisa berbeda dengan unsur pidana  yang didapatkan pihak penguggat.

"Tapi kan bisa dilihat untuk perbuatan melawan hukumnya kan. Namun apa yang dibuat Pengadilan sendiri kadang-kadang suka beda. Kalau dari sisi kebijakan publik itu sebagai orang detil tentu ini kemudian H Sukiyat menerima hak-haknya harusnya bisa dilindungi pemerintah daerah misalnya," jelas Trubus.

"Ini kita lihat saja dulu dalam proses berikutnya itu seperti apa. Karena nantikan kesulitakan kita kan kalau ngomong hukum itu kan harus ada bukti gitu. Kita beropini juga harus ada buktinya, kalau kita beropini jadi," tutur Trubus.

Menurut Trubus, banyak kemungkinan berpotensi untuk digali dalam kasus ini, hanya saja proses gugatan perdata di PN Jakut masih berjalan.

"Tapi kan ini masih berjalan dalam konteks di Pengadilan ya. Kita nggak bisa menilai bahwa hakim harus begini, harus begini meski memang idealnya itu nanti putusannya PT Astra Otoparts itu kewajibannya untuk membayar ke Sukiyat. Tapi kan pengadilan itu biasanya beda lagi karena mungkin bukti-bukti yang ada kepastiannya ini lemah nah itu repotnya di situ," jelas Trubus.

Posisi hukum yang lemah, tutur dia, bisa menyebabkan pihak H Sukiyat kalah dalam gugatan itu. "Misalnya lemah pembuktian, akhirnya kalah. Nanti yang bahaya adalah kemudian kita seolah-olah menyerang PT Astra Otoparts. Kalau H Sukiyat punya bukti kuat di Pengadilan, bukti gak beredar di publik," lanjut Trubus.

Di lain sisi, Trubus menyarankan agar H Sukiyat menempuh jalur pidana namun harus dirundingkan juga dengan kuasa hukumnya. 

"Nanti akan dilihat ada kah unsur pidananya? Apakah ada penipuannya, jika memungkinkan ya gugat jalur pidana saja kan. Unsur-unsurnya harus dipernuhi juga bukti-buktinya," katanya.

"Tapi menurut saya harus dilakukan secara bersama-sama saja gitu. Ajukan saja pidananya, nggak usah nunggu perdatanya selesai baru pidana," tandas Trubus.

Diberitakan bahwa sidang gugatan wanprestasi itu sudah bergulir di meja hijau Pengadilan Jakarta Utara. Rencananya pada tanggal 14 April 2025 sidang akan dilanjutkan dengan agenda penentuan hakim mediasi.

Pada sidang yang digelar hari Senin (24/3/2025) dihadiri pihak PT Astra Otopart Tbk. Namun kuasa hukum PT Astra Otoparts Tbk., itu terkesan diam-diam. Bahkan tampak menghindari awak media. 

Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi soal gugatan orang dekat Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu ke email @[email protected] kepada Corporat Communcation PT Astra International pada 19 Maret 2025 lalu, hingga saat ini belum dijawab. Sementara Corporate Communications PT Astra Otoparts Wulan Setiyawati Hermawan juga tidak merespons sama sekali ketika dikonfirmasi via WhatsAap. (wan)

Topik:

H Sukiyat Esemka Sukiyat AUTO PT Astra Otoparts PT Astra International