Tuntutan Ganti Rugi Rp633 Miliar: Skandal Wanprestasi Astra Otoparts Mengguncang BEI dan DPR


Jakarta, MI – PT Kiat Inovasi Indonesia melakukan langkah tajam dengan mengajukan aduan ke PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan DPR RI, menuntut ganti rugi fantastis senilai Rp633,36 miliar dari PT Astra Otoparts Tbk. Kasus ini bukan sekadar sengketa bisnis biasa, melainkan sebuah skandal yang mengungkap potensi kelalaian korporasi besar dalam menjalankan kewajiban hukum dan etika bisnis, menyeret reputasi PT Astra Otoparts Tbk ke tepi jurang.
Sengketa ini berakar pada kerja sama PT Kiat Inovasi Indonesia dengan PT Velasto Indonesia dan PT Ardendi Jaya Sentosa—keduanya anak usaha PT Astra Otoparts Tbk—untuk mendirikan PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia (KMWI) pada Mei 2018 dan PT Kiat Mahesa Wintor Distributor (KMWD) pada Juni 2018.
H. Sukiyat, Direktur Utama PT Kiat Inovasi Indonesia, mengundurkan diri sebagai pemegang saham pada Januari 2019 dengan kesepakatan kompensasi Rp33 miliar dari masing-masing perusahaan.
Namun, PT Velasto Indonesia hanya membayar Rp30 miliar, menyisakan utang Rp3 miliar, sementara PT Ardendi Jaya Sentosa lebih parah lagi, hanya membayar Rp3 miliar dan masih berutang Rp30 miliar. Total utang Rp33 miliar ini belum tersentuh hingga 2025, menimbulkan pertanyaan: apakah ini kelalaian atau strategi untuk mengulur waktu?
Lebih jauh, saham H. Sukiyat telah beralih ke PT Ardendi Jaya Sentosa dan PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia per Juli 2024, tetapi kewajiban pembayaran tetap diabaikan. Analisis ini mengarah pada dugaan bahwa PT Astra Otoparts Tbk, sebagai entitas induk, mungkin sengaja membiarkan anak perusahaannya menghindari tanggung jawab, sebuah pola yang sering terlihat dalam skandal korporasi besar.
PT Kiat Inovasi Indonesia tidak main-main. Selain utang pokok Rp33 miliar, mereka menuntut ganti rugi materiil Rp44,88 miliar, termasuk bunga bank 6% per tahun sejak 2019 (Rp11,88 miliar).
Yang lebih mencengangkan adalah ganti rugi immateriil Rp588,48 miliar, dihitung dari potensi keuntungan yang hilang berdasarkan laba PT Astra Otoparts Tbk pada 2021-2024. Angka ini mencerminkan kerugian reputasi H. Sukiyat sebagai inovator di balik prototipe AMMDes, yang semula dinilai Rp20 miliar oleh KJPP Iskandar dan Rekan pada 2017. Total tuntutan mencapai Rp633,36 miliar—sebuah angka yang cukup untuk mengguncang stabilitas keuangan PT Astra Otoparts Tbk jika terbukti sah.
Aduan ke BEI: Ujian Integritas Pasar Modal
Dalam aduan ke BEI tertanggal 30 April 2025, PT Kiat Inovasi Indonesia meminta evaluasi mendalam terhadap PT Astra Otoparts Tbk dan penghentian sementara penjualan saham perusahaan di bursa. Langkah ini bukan hanya soal penyelesaian utang, tetapi juga ujian bagi BEI dalam menegakkan tata kelola korporasi yang baik. Jika BEI gagal bertindak, kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia bisa tergerus. Aduan ini ditembuskan ke Komisi III DPR RI, Komisi VII DPR RI, Ketua KADIN, Ombudsman RI, dan OJK, menunjukkan bahwa PT Kiat Inovasi Indonesia berupaya mencari tekanan maksimal dari berbagai pihak untuk memperjuangkan hak-haknya.
Sementara itu langkah menuju DPR, ditempuh H. Sukiyat diwakili oleh orang kepercayaanya sebagaimana tercatat dalam dokumen resmi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI., untuk menyuarakan tuntutan ganti rugi tersebut, ini menjadi panggung kritis untuk menguji peran DPR dalam melindungi pelaku usaha kecil dari potensi penyalahgunaan kekuasaan korporasi besar. Namun, fakta bahwa orang kepercayaan H. Sukiyat hadir di DPR RI menimbulkan pertanyaan: apakah nanti DPR benar-benar serius menangani kasus ini, atau hanya sekadar formalitas?
Kritik Tajam: Etika Korporasi di Bawah Sorotan
Kasus ini bukan hanya tentang uang, tetapi juga etika korporasi. PT Astra Otoparts Tbk, sebagai perusahaan terbuka, seharusnya menjadi teladan dalam transparansi dan akuntabilitas. Namun, dugaan wanprestasi ini menunjukkan celah besar dalam tata kelola mereka. Mengapa kewajiban Rp33 miliar dibiarkan berlarut-larut selama enam tahun? Apakah ada upaya sistematis untuk merugikan H. Sukiyat, yang notabene adalah inovator di sektor pertanian? Dan yang lebih penting, bagaimana OJK dan BEI sebagai pengawas pasar modal membiarkan hal ini terjadi tanpa intervensi lebih awal?
Kasus ini telah masuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara sejak 18 Februari 2025, tetapi proses hukum yang lambat di Indonesia sering kali menjadi celah bagi korporasi besar untuk menghindari tanggung jawab. Jika PT Astra Otoparts Tbk tidak segera menyelesaikan kewajiban ini, mereka berisiko kehilangan kepercayaan investor dan menghadapi sanksi lebih berat dari BEI atau OJK. Sementara itu, DPR harus membuktikan komitmennya dalam melindungi pelaku usaha kecil, alih-alih hanya menjadi panggung seremonial.
Topik:
H Sukiyat BEI DPR Astra OtopartsBerita Selanjutnya
Sesuai Arahan Presiden Prabowo, GBK akan Dikelola Danantara
Berita Terkait

Dasco soal Gugatan Penghapusan Uang Pensiun DPR ke MK: Apa Pun yang Diputuskan, Kita Akan Ikut
13 jam yang lalu

KPK akan Periksa Semua Anggota Komisi XI DPR (2019-2024) soal Korupsi CSR BI, Ini Daftarnya
22 jam yang lalu