Garuda Kembali Terpuruk, 15 Pesawat Dikandangkan


Jakarta, MI - Rencana kebangkitan PT Garuda Indonesia menghadapi tantangan yang serius. Sejumlah sumber mengungkapkan bahwa maskapai ini telah mengandangkan sekitar 15 pesawat jetnya akibat kesulitan membayar biaya perawatan. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran baru soal stabilitas keuangan Garuda pasca restrukturisasi.
Salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya karena tidak memiliki kewenangan untuk memberikan pernyataan publik, mengungkapkan bahwa beberapa pemasok suku cadang dan tenaga kerja kini meminta pembayaran di muka. Hal ini mencerminkan menurunnya kepercayaan terhadap kemampuan finansial maskapai. Minggu (4/5/2025).
Sebagian besar pesawat yang dikandangkan berasal dari anak usaha Garuda, yakni PT Citilink Indonesia. Maskapai ini memiliki 66 pesawat yang beroperasi dan 14 pesawat yang disimpan, menurut data terakhir yang tersedia dari Cirium, yang melacak armada-armada penerbangan.
Perwakilan Garuda, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh negara, tidak menanggapi permintaan komentar.
Akhir tahun lalu, Garuda menunjuk CEO baru, Wamildan Tsani Panjaitan, dan memulai sebuah misi untuk memperbaiki neraca keuangan dan memperluas jaringan internasionalnya.
Presiden Indonesia Prabowo Subianto juga telah menyampaikan bahwa ia ingin membuat Garuda, yang telah lama berjuang secara finansial dan memiliki catatan keselamatan yang buruk, menjadi lebih menguntungkan dan memperdalam kehadirannya di kancah internasional.
Perjuangan maskapai ini juga merupakan cerminan dari lingkungan yang lebih sulit di mana semua maskapai penerbangan Indonesia beroperasi.
Maskapai-maskapai penerbangan di negara Asia Tenggara ini terkendala oleh kebijakan pembatasan harga tiket pesawat domestik dari pemerintah, yang dirancang untuk mengatur dan mengendalikan biaya tiket kelas ekonomi dan memastikan keterjangkauan harga tiket bagi para penumpang.
Hal ini membuat mereka lebih sulit untuk menaikkan tarif untuk meningkatkan pendapatan. Lemahnya rupiah juga tidak membantu, mengingat banyak biaya operasional dalam dolar AS.
Sumber menyebutkan bahwa Garuda Indonesia bukan satu-satunya maskapai yang menghadapi peningkatan jumlah pesawat tidak aktif akibat kendala pembayaran perawatan. Namun, dengan total armada sekitar 140 unit, Garuda mencatat jumlah pesawat menganggur terbesar di antara maskapai lain, yakni sekitar 10% dari total armadanya.
Sebagai perbandingan, mengacu pada data Airfleets.net menunjukkan bahwa rata-rata maskapai di Asia Tenggara hanya memiliki sekitar 2% hingga 3% pesawat yang tidak beroperasi.
Garuda juga mengalami kesulitan terutama dalam hal biaya perawatan karena sebagian besar armadanya menerbangi rute-rute penerbangan jarak pendek. Rute semacam ini justru memicu biaya perawatan yang lebih tinggi per jam terbang atau per siklus penerbangan karena keausan yang lebih cepat.
Hal ini disebabkan oleh aturan perawatan pesawat yang lebih menekankan pada jumlah siklus lepas landas dan mendarat, bukan total jam terbang.
Meski permintaan penerbangan melonjak setelah pandemi, Garuda Indonesia kembali mencatatkan kerugian bersih tahun lalu, mengakhiri tren keuntungan yang sempat diraih selama dua tahun berturut-turut. Laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi juga jatuh ke titik terendah sejak maskapai ini menyelesaikan restrukturisasi utang senilai hampir US$10 miliar pada tahun 2022.
Topik:
garuda-indonesia maskapai-nasional penerbangan-indonesia krisis-keuangan