Postur RAPBN 2026 Dinilai Menantang, Banggar DPR Dorong Peran Swasta

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 12 Agustus 2025 13:16 WIB
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah (Foto: Dok MI)
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyoroti rancangan awal postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang telah dibahas bersama pemerintah sejak Juli 2025.

Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menjelaskan, kesepakatan pembahasan awal itu akan menjadi dasar bagi pemerintah dalam menyusun Nota Keuangan RAPBN 2026 yang rencananya akan disampaikan Presiden Prabowo Subianto pada sidang tahunan DPR, Jumat (15/8/2025) mendatang.

“Mengacu pada pembahasan awal, kami memperkirakan pendapatan negara pada RAPBN 2026 berada di kisaran Rp 3.094 hingga Rp 3.114 triliun. Sedangkan belanja negara diproyeksikan berada di kisaran Rp 3.800 hingga Rp 3.820 triliun, dengan defisit sekitar 2,53 persen PDB atau setara Rp 706 triliun,” jelas Said Abdullah kepada wartawan, Selasa (12/8/2025).

Dia menerangkan bahwa postur RAPBN 2026 tersebut lebih tinggi dibanding prognosis APBN 2025 yang diperkirakan memiliki pendapatan negara Rp 2.865,5 triliun, terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 2.387,3 triliun, penerimaan bukan pajak Rp 477,2 triliun, dan penerimaan hibah Rp 1 triliun.

“Belanja negara pada APBN 2025 diperkirakan sebesar Rp 3.527,5 triliun, sehingga defisitnya 2,78 persen PDB atau sekitar Rp 662 triliun,” kata Said.

Menurutnya, target pendapatan dan belanja pada RAPBN 2026 menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Selain tekanan geopolitik global, dunia usaha juga dihadapkan pada penyesuaian tarif kebijakan perdagangan internasional, khususnya imbas kebijakan Presiden AS Donald Trump yang berdampak ke banyak negara. 

“Kita juga menghadapi perlambatan pemulihan daya beli masyarakat di dalam negeri. Konsumsi rumah tangga masih melandai, dan penerimaan PNBP dari dividen BUMN sekitar Rp 80 triliun akan hilang pasca revisi UU BUMN yang melahirkan Danantara,” tuturnya.

Kendati demikian, Said menilai RAPBN 2026 akan menjadi landasan penting bagi pelaksanaan program pemulihan daya beli masyarakat sekaligus menjaga agar kinerja ekspor tetap tumbuh positif. Ia mendorong pemerintah dan pelaku usaha untuk lebih agresif mencari pasar baru guna mengurangi ketergantungan pada negara tujuan ekspor tradisional.

“Ini juga menjadi milestone kedua pemerintah untuk merealisasikan program strategis seperti MBG, Kopdeskel, Sekolah Rakyat, pemeriksaan kesehatan gratis, dan lainnya. Walaupun teknisnya tidak mudah, keberhasilan program-program ini bisa menjadi ‘game changer’ dalam meningkatkan kualitas SDM,” jelasnya. 

Menurutnya, tantangan kualitas angkatan kerja Indonesia masih besar. Saat ini, sekitar 54 persen angkatan kerja hanya lulusan SMP ke bawah. “Karena itu, program peningkatan keterampilan dan pendidikan sangat penting agar struktur demografi tenaga kerja kita lebih berkualitas dan mampu menciptakan lapangan kerja,” imbuhnya.

Namun, Said menekankan bahwa pembiayaan pembangunan tidak dapat sepenuhnya bergantung pada investasi pemerintah lewat APBN. Keterlibatan sektor swasta dinilai mutlak diperlukan agar pertumbuhan ekonomi dapat berjalan lebih ekspansif.

"Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) perlu diperbanyak di berbagai proyek strategis yang memungkinkan hal itu,” tandasnya.

“Investasi swasta adalah kunci yang harus terus diperkuat. Tanpa keterlibatan swasta, kita akan sulit mencapai target pembangunan yang ambisius di tengah keterbatasan fiskal negara,” tambahnya.

Topik:

banggar-dpr-ri rapbn-2026 ekonomi-ri