Dugaan Mark Up Whoosh Makin Nyaring, Ekonom Anthony Budiawan Beber Fakta Mengejutkan!
Jakarta, MI - Dugaan mark up anggaran terhadap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh makin nyaring. Kali ini ekonom Anthony Budiawan membeberkan fakta yang mengejutkan.
Dalam keterangan tertulisnya yang masuk ke dapur Redaksi Monitorindonesia.com, Senin (27/10/2025), Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) itu menyatakan bahwa indikasi markup sangat jelas dengan adanya perbedaan signifikan antara China dan Indonesia dalam pembangunan KCJB.
"Dalam hal ini, China hanya menghabiskan sebesar 17 hingga 30 juta dolar AS per km. Sedangkan Indonesia harus menghabiskan 41,96 juta dolar AS per km," kata Anthony.
Kereta cepat Shanghai-Hangzhou sepanjang 154 km dengan kecepatan maksimum 350 km, ungkapnya, hanya menghabiskan biaya pembangunan sebesar 22,93 juta dolar per km.
Artinya, ujar Anthony, biaya Proyek KCJB lebih mahal sekitar 19 juta dolar AS per km dibandingkan Proyek Shanghai-Hangzhou tersebut, atau kemahalan sekitar 2,7 miliar dolar AS.
"Patut diduga, nilai Proyek KCJB yang sangat tinggi tersebut karena penggelembungan, alias markup,” tegas Anthony.
Menurutnya, dugaan markup makin kuat, karena proses evaluasi proyek sepanjang 142,3 km tersebut sangat tidak profesional dan cenderung berpihak kepada pihak tertentu, sehingga terindikasi melanggar proses pengadaan barang publik.
“Markup ini sangat kasar dan sangat serakahnomics. Karena, data investasi Proyek Kereta Cepat di dunia sangat transparan dan dapat diketahui oleh siapapun dengan mudah,” jelasnya.
Di lain sisi, utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tak kalah penting juga menjadi polemik. Kata Anthony, permasalahan proyek infrastruktur KCJB sejatinya muncul sejak awal, seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030, bahkan Menhub saat itu Ignatius Jonan, tidak menyetujui proyek Whoosh dengan alasan bakalan tidak bisa dibayar.
Sementara berdasarkan informasi yang beredar PT PSBI sebagai entitas anak usaha KAI sekaligus pemegang saham terbesar di PT KCIC, tercatat ada kerugian hingga Rp 4,195 triliun pada 2024.
Kerugian terus berlanjut di tahun 2025 pada semester I-2025 juga merugi sebesar Rp 1,625 triliun.

Sudah diingatkan DPR
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati sempat mengingatkan sejak awal proyek ini dicetuskan pemerintahan Joko Widodo bahwa kebijakan itu seharusnya ditinjau ulang.
Saat itu tahun 2023, Politisi PKS itu pernah menyoroti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Dalam Pasal 2 beleid itu, disebutkan bahwa penjaminan pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung disediakan dalam rangka memperoleh pendanaan atas kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) sesuai dengan hasil keputusan Komite.
"Tentang hal ini harus dilakukan secermat mungkin bahkan bila perlu ditinjau ulang, jangan sampai merugikan keuangan negara di kemudian hari, apalagi tahun 2015 lalu Pemerintah pernah menolak proposal KCJB dari Jepang karena adanya syarat jaminan dari Pemerintah," tandas Anis.
Dugaan mark up versi Mahfud MD
Dugaan isu mark up dalam proyek Whoosh semula disampaikan eks Menko Polhukam Mahfud MD dalam siniarnya pada 14 Oktober 2025, yang menyebut ada dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk penggelembungan anggaran atau mark up di proyek Whoosh.
Ia menyampaikan bahwa Indonesia memperhitungkan pembangunan kereta cepat USD52 juta per kilometer, padahal berdasarkan perhitungan Cina biayanya USD17-18 juta per kilometer.
"Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat," kata Mahfud lewat cuitannya di akun pribadi media sosial X.
"Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah, itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini," timpal Mahfud.
Pun, Mahfud merasa heran karena KPK meminta dirinya melaporkan dugaan mark up Whoosh. Mahfud menjelaskan dalam hukum pidana, lembaga penegak hukum bisa langsung melakukan penyelidikan tanpa menunggu laporan.
Terpisah, KPK mengaku mulai kasak-kusuk mencari info terkait dengan kasus ini. Selain menunggu informasi dari masyarakat, KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi juga bisa melalui metode membangun perkara atau case building.
Meski demikian, KPK memandang informasi awal terkait dugaan korupsi yang disampaikan masyarakat menjadi sebuah hal positif, mengingat laporan aduan masyarakat merupakan bentuk partisipasi dan pelibatan langsung publik dalam pemberantasan korupsi.
Topik:
Mark Up Kereta Cepat Whoosh Anthony Budiawan KPK Mahfud MdBerita Sebelumnya
Telkom Luncurkan AI Campus di UMY, Dorong Inovasi Startup Berbasis Kecerdasan Buatan
Berita Selanjutnya
Purbaya Tak akan Razia Pasar Senen, Fokus Cegat Balpres di Pelabuhan
Berita Terkait
PEPS Prediksi Kerugian Negara dari Whoosh Rp 73,5 T: Konsorsium BUMN Ketar-ketir!
2 jam yang lalu
Mahfud MD Belum Tahu Kelanjutan Komite Reformasi Polri: Tunggu Aja dari Presiden
3 jam yang lalu