Siapkan Pertempuran Jalanan, Pasukan Rusia Menjarah Rumah-rumah Penduduk di Kherson

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 8 November 2022 08:37 WIB
Jakarta, MI - Ukraina menuduh Rusia menjarah rumah-rumah kosong di kota selatan Kherson dan mendudukinya dengan pasukan berpakaian sipil untuk mempersiapkan pertempuran jalanan melawan tentara Kyiv. Dalam beberapa hari terakhir, Rusia telah memerintahkan warga sipil keluar dari Kherson untuk mengantisipasi serangan Ukraina untuk merebut kembali kota itu. Kherson merupakan satu-satunya ibu kota regional yang direbut Moskow sejak invasinya pada Februari. Serangan Rusia telah menyebabkan pemadaman listrik di seluruh Ukraina. Kherson, dengan populasi sebelum perang hampir 300.000, dibiarkan dingin dan gelap setelah listrik dan air terputus ke daerah sekitarnya selama 48 jam terakhir. Pejabat Rusia menyalahkan "sabotase" Ukraina dan mengatakan mereka bekerja untuk memulihkan listrik. Sedangkan pejabat Ukraina mengatakan Rusia telah membongkar kabel listrik sepanjang 1,5 km (0,9 mil). Listrik mungkin tidak akan kembali pulih sampai pasukan Ukraina merebut kembali daerah tersebut. Kyiv menggambarkan evakuasi daerah itu sebagai deportasi paksa atau kejahatan perang. Sedangkan Moskow mengatakan mengevakuasi penduduk demi keselamatan dan menyangkal melecehkan warga sipil. Kherson terletak di satu-satunya kantong wilayah yang dikuasai Rusia di tepi barat Sungai Dnieper yang membelah Ukraina. Merebutnya kembali menjadi fokus utama serangan balik Ukraina di selatan, yang telah dipercepat sejak awal Oktober. Pasukan Ukraina di garis depan terdekat menyatakan kepada kantor berita Reuters dalam beberapa hari terakhir bahwa mereka akan menghadapi pertarungan sengit melawan pasukan Rusia yang bertekad untuk bertahan sebelum dipaksa keluar. "Saat warga Kherson dideportasi paksa dari rumah mereka, yang disebutnya 'evakuasi', petugas militer dan FSB melakukan apa yang paling mereka sukai, yakni merampok rumah," kata penasihat presiden Ukraina Mykhailo Podolyak melalui akun Twitternya kemarin sebagaimana dikutip Aljazeera.com, Selasa (8/11). Militer Ukraina mengatakan dalam pembaruan semalam bahwa pasukan Rusia, yang menyamar dengan pakaian sipil, menduduki rumah warga sipil dan memperkuat posisi mereka untuk melakukan pertempuran jalanan. Sementara itu, Ukraina mengumumkan pada hari Senin bahwa mereka telah menerima lebih banyak sistem pertahanan udara dari sekutu militer Barat setelah para pejabat di Kyiv mengatakan situasi pasokan listrik "berbahaya" setelah serangan Rusia yang berlarut-larut terhadap fasilitas energi. Menteri Pertahanan Oleksii Reznikov mengumumkan pada hari Senin bahwa Ukraina telah menerima Sistem Rudal Permukaan-ke-Udara Nasional (NASAMS) dan pertahanan udara Aspide Italia serta menambah senjata yang dipasok oleh Jerman. “Sistem pertahanan udara NASAMS dan Aspide tiba di Ukraina! Senjata-senjata ini akan secara signifikan memperkuat tentara Ukraina dan akan membuat langit kita lebih aman,” kata Reznikov di media sosial. Serangan oleh pasukan Moskow, termasuk dengan drone buatan Iran selama sebulan terakhir, telah menghancurkan sekitar 40 persen pembangkit listrik Ukraina dan pemerintah telah mendesak warga Ukraina untuk memaksimalkan penghematan listrik. Sementara itu, Kementerian Pertahanan menyatakan pihaknya meminta beberapa perusahaan energi dan manufaktur yang “sangat penting secara strategis” untuk menjamin pasokan yang cukup bagi militer untuk menangkis invasi Rusia. Di bidang diplomatik, baik Gedung Putih maupun Kremlin menolak mengomentari laporan di Wall Street Journal bahwa Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan telah mengadakan pembicaraan dengan para pembantu Presiden Rusia Vladimir Putin, yang bertujuan untuk mengurangi risiko perang yang meningkat. Podolyak mengatakan Ukraina siap untuk menegosiasikan diakhirinya perang dengan pemimpin Rusia di masa depan tetapi tidak dengan Putin, setelah Washington Post melaporkan bahwa Amerika Serikat telah mendesak Kyiv untuk bersiap melakukan pembicaraan damai untuk memastikannya mempertahankan dukungan Barat. “Ukraina tidak pernah menolak untuk bernegosiasi. Posisi negosiasi kami diketahui dan terbuka,” kata Podolyak di Twitter. Dia menambahkan bahwa Rusia harus terlebih dahulu menarik pasukan dari Ukraina.