Sekitar 300 Warga Desa Tewas Dibantai Pemberontak M23 di Kongo 

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 6 Desember 2022 05:13 WIB
Jakarta, MI - Sekitar 300 orang tewas dalam serangan terhadap penduduk desa yang diduga dilakukan kelompok pemberontak M23 di Republik Demokratik Kongo bagian timur pekan lalu, menurut Menteri Perindustrian Julien Paluku. Tentara awalnya menuduh gerilyawan membunuh sedikitnya 50 warga sipil di desa Kishishe di provinsi Kivu Utara, sebelum pemerintah menyebutkan jumlah korban tewas lebih dari 100 orang. Namun kelompok pemberontak menolak tuduhan pembantaian tersebut dan mengatakan delapan warga sipil tewas di desa tersebut pada tanggal 29 November akibat “peluru nyasar”. Paluku dan juru bicara pemerintah Patrick Muyaya memaparkan angka-angka baru untuk pembunuhan besar-besaran selama jumpa pers kemarin. Mereka mengutip data yang dikumpulkan oleh masyarakat sipil dan "organisasi yang mengelompokkan semua komunitas" di wilayah tersebut. “Setiap komunitas sudah bisa mendata orang yang meninggal dari unit di Kishishe dan sekitarnya,” kata Paluku, yang pernah menjadi Gubernur Provinsi Kivu Utara dari 2007 hingga 2019. Dia mengatakan satu komunitas saja mencatat lebih dari 105 kematian, tambahnya seperti dikutip TheGuardian.com, Selasa (6/12). “Kami melihat sekitar 300 kematian” dari orang-orang yang dikenal sebagai penduduk biasa Kishishedan tidak ada hubungannya dengan kelompok atau Pasukan Demokratik untuk Pembebasan Rwanda (FDLR) dan tidak ada hubungannya dengan Mai-mai, sebuah kelompok milisi berbasis komunitas, kata Paluku. Semua korban jiwa adalah warga sipil dan setidaknya 17 diyakini anak-anak, kata mereka. Muyaya menambahkan bahwa sulit untuk menguraikan data secara lengkap mengingat wilayah tersebut di bawah pendudukan M23. Gerakan 23 Maret, atau M23, adalah kelompok pemberontak Tutsi Kongo yang sebagian besar tidak aktif selama bertahun-tahun. Mereka mengangkat senjata lagi pada November tahun lalu dan merebut kota Bunagana di perbatasan dengan Uganda pada Juni. Setelah masa tenang yang singkat, mereka kembali menyerang pada bulan Oktober. Kinshasa menuduh tetangganya yang lebih kecil, Rwanda, memberikan dukungan kepada M23, sesuatu yang juga dituduhkan oleh para pakar PBB dan pejabat AS dalam beberapa bulan terakhir. Namun Kigali membantah tuduhan itu dan menuduh Kinshasa berkolusi dengan FDLR.