Gempa Turki: Jadilah Pribadi yang Rendah Hati

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 19 Februari 2023 11:16 WIB
Jakarta, MI - Bencana gempa bumi di Turki pada 6 Februari 2023 pagi hari pukul 04.17 waktu setempat menyebabkan jatuhnya korban hingga 12.000 jiwa dan kerusakan bangunan yang cukup parah. Gempa utama di Turki juga memiliki pusat gempa sangat dangkal yakni 17 Km dari permukaan bumi. Kemudian disusul dengan gempa besar berukuran 7,5 yang juga sangat dangkal, 10 Km, dan selanjutnya diguncang ratusan gempa susulan lainnya berpusat berentetan sepanjang sesar (patahan) tektonik sekitar 100 Km. Gempa tektonik tersebut terjadi karena pelepasan energi sesar (patahan) tektonik Anatolia Timur, yaitu sesar di perbatasan antara pelat tektonik Arab dan pelat tektonik Anatolia di Turki. Di ujung timur sesar juga berbatasan dengan pelat tektonik Eurasia. Para korban dari pada bencana ini tentunya membuntuhkan uluran tangan dari berbagi pihak. Artinya bahwa semua korban dalam bencana ini tidak ada perbedaan, baik orang kaya maupun orang miskin sama-sama membuntuhkan bantuan. Hal ini, terbukti pada salah satu korban gempa ini yang sebut-sebut sebagai pemilik gedung berubah menjadi seseorang yang bertahan hidup dengan mengandalkan bantuan orang lain. "Dalam waktu 17 detik status bapak ini berubah dari pemilik 33 gedung, menjadi seseorang yang bertahan hidup dengan mengandalkan sumbangan kemurahan hati orang lain dan mencari shelter tempat berlindung dimanapun," unggah salah satu penngguna media sosial Helo @Jemmy R, seperti dikutip Monitor Indonesia, Minggu (19/2). "#GempaTurki mengajari kita sebuah pelajaran penting bahwa hidup itu tidak bisa diprediksi dan tidak ada yang pasti. Jadilah pribadi yang rendah hati, menghormati, baik dan penuh syukur kepada Tuhan atas semua berkat kasih-Nya," sambungnya. Sebelumnya, Presiden Asosiasi Retrofit Gempa Turki, Sinan Turkkan mengatakan bahwa gempa yang terjadi tidak hanya sangat kuat, tetapi juga terjadi secara berurutan. "Banyak bangunan yang hanya mengalami kerusakan ringan hingga sedang pada gempa pertama, tetapi kemudian runtuh setelah gempa kedua," jelasnya. Dengan kata lain, dampak kehancuran besar terhadap infrastruktur akibat gempa Turki dan Suriah ini tidak dapat dihindari. Selain itu, Turkkan menilai bahwa upaya pemerintah membangun infrastruktur dengan konstruksi aman gempa tidak cukup untuk mencegah bencana. Hal ini lantaran, pemerintah tidak mengimbangi upaya tersebut dengan mewajibkan partisipasi warga dalam transformasi perkotaan. Justru, pemerintah hanya menawarkan insentif keuangan. Dengan begitu, hanya orang-orang yang mampu secara finansial yang dapat membangun kembali propertinya sesuai dengan konstruksi modern anti gempa terbaru. Banyak yang tidak mau mengeluarkan uang untuk pembangunan konstruksi dari awal. Inilah sebabnya, kata para ahli, lebih dari 20 tahun setelah gempa Marmara, Turki penuh dengan bangunan yang dibangun menggunakan bahan sub-par dan teknik konstruksi yang telah lama didiskreditkan yang langsung runtuh saat dihadapkan dengan getaran yang kuat. Berkaitan dengan faktor itu, ada faktor kurangnya penerapan peraturan dalam pembangunan konstruksi baru. "Pemerintah harus lebih tegas dalam membuat bangunan mereka diaudit, diperkuat dan jika perlu dibangun kembali," katanya. "Masyarakat tidak secara sukarela membayar, tetapi ini adalah masalah hidup dan mati, dan harus diperlakukan seperti itu," imbuhnya. #Gempa Turki

Topik:

Gempa Turki
Berita Terkait