Bos Bank Panin Mu'min Ali Gunawan di Pusaran Suap Pajak, KPK Butuh Alat Bukti

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 17 November 2021 21:07 WIB
Monitorindonesia.com - Bos PT Bank Pan Indonesia (Panin) Mu'min Ali Gunawan dalam pusaran kasus dugaan suap pengurusan perpajakan. Nama Mu'min Ali kembali mencuat dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Selasa (16/11) kemarin. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memastikan, pihaknya akan mendalami keterlibatan Mu'min Ali Gunawan dalam pengurusan dugaan suap perpajakan. Pendalaman ini, akan dilakukan tim jaksa penuntut umum (JPU) dari saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan. "Tentu akan kita dalami dengan keterangan saksi yang lain dan kalau ada dokumen itu lebih bagus, tentu akan lebih memperkuat alat bukti," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (17/11/2021) Menurut Alex, selain fakta yang diungkapkan saksi, untuk menguatkan alat bukti pihaknya membutuhkan dokumen-dokumen untuk mencari tahu sejauh mana keterlibatan Mu'min Ali. Tetapi sejauh ini, para saksi yang dihadirkan baru sebatas mendengar kalau Mu'min Ali tahu terkait persoalan pajak Bank Panin. "Kalau katanya kan susah, jadi tahu sendiri kan. Saksi itu dia mendengar, melihat, dan mengetahui sendiri, bukan mendengarkan dari orang lain," ungkap Alex. "Nanti begitu kita konfirmasi ke orangnya 'bener kamu suruhan itu?' 'enggak pak' nah susah juga. Jadi, masih katanya kan," imbuhnya menandaskan. Dalam persidangan yang digelar pada Selasa (16/11/2021) kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menelisik keterlibatan Bos Bank Panin Mu'min Ali Gunawan dalam pengurusan perpajakan, pada Bank Panin. Hal ini didalami Jaksa KPK kepada Direktur Utama PT. Bank Panin, Herwidayatmo. Herwidayatmo mengaku selalu melaporkan pengendalian keuangan kepada Mu'min Ali. Termasuk juga nilai wajib Bank Panin. "Setiap pengeluaran ataupun pembelian apakah juga dikendalikan atau dilaporkan ke Pak Mumin Ali?," tanya Jaksa KPK. "Ada aturan mekanisme pengeluaran biaya," jawab Herwidayatmo saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap perpajakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/11). Mendengar pernyataan Herwidayatmo, Jaksa KPK pun mencecar apakah setiap laporan keuangan sampai kepada pemegang saham Bank Panin, Mu'min Ali Gunawan. Hal ini pun diamini oleh Herwidayatmo. "Itu kan SOP, apakah sampai ke Pak Mumin Ali? Sepengetahuan dia?," telisik Jaksa KPK. "Tidak sedetil itu," ungkap Herwidayatmo. Herwidayatmo juga tak menampik pihak Direksi Bank Panin melaporkan nilai wajib pajak senilai Rp 926.263.445.392 pada 2016. Dia pun mengaku nilai kewajiban pajak itu pun dilaporkan ke Mu'min Ali Gunawan sebagai pemegang saham Bank Panin. "Kemudian kalau pengeluaran pajak bagaimana? Apakah disebutkan nominalnya yang dibayarkan sangat besar bagi Bank Panin? Apa juga dilaporkan ke Mumin Ali?," cecar Jaksa KPK. "Tugas kami di Direksi setelah di Direktur Keuangan apakah Direksi kan pasti sampaikan laporan keuangan kita. Iya (dilaporkan ke Mu'min Ali Gunawan) bahwa kita punya kewajiban sekian itu ada penjelasannya," ungkap Herwidayatmo. Dalam surat dakwaan, dua mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdhani menerima fee sebesar Rp 5 miliar dari Rp 25 miliar yang dijanjikan pihak Bank Panin. Suap itu diberikan untuk mengurangi nilai wajib pajak sebesar Rp 926.263.445.392. Veronika Lindawati selaku orang kepercayaan Bos Bank Panin Mu'min Ali Gunawan hanya menyerahkan uang kepada Angin Prayitno Aji melalui Wawan Ridwan sebesar SGD500 ribu atau setara Rp5 miliar dari komitmen fee Rp25 miliar. Dalam kesempatan itu, Angin Prayitno Aji tidak mempermasalahkannya. Dalam perkaranya, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramadan didakwa menerima suap sebesar Rp15 miliar dan SGD4 juta. Jika dirupiahkan, total penerimaan suap kedua mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu itu menerima uang senilai Rp 57 miliar. Kedua mantan pejabat pajak tersebut didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.