Mangkir Dipanggil KPK, Eks Mentan Amran Sulaiman Minta Dijadwalkan Ulang

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 17 November 2021 20:21 WIB
Monitorindonesia.com - Mangkir dari panggilan KPK, mantan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman minta dijadwalkan ulang. Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulisnya mengatakan bahwa pihaknya telah menjadwalkan ulang pemeriksaan untuk mantan Mentan Amran Sulaiman. Ipi mengatakan Amran diperiksa untuk mendalami kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara pada 2007 sampai 2014. Dia berstatus sebagai saksi dalam kasus ini. Sedianya, Amran yang dijadwalkan jadi saksi di kasus suap izin tambang itu diperiksa KPK pada hari Selasa (16/11/2021) kemarin. Namun, ia mangkir dari panggilan dan minta diperiksa lagi pada lain hari. "Pemeriksaannya dijadwalkan ulang sesuai dengan konfirmasi yang telah disampaikan yang bersangkutan kepada tim penyidik," kata Ipi, Rabu (17/11/2021). Keterangan Amran dibutuhkan untuk pendalaman kasus ini. Lembaga Antikorupsi berharap dia tidak mangkir lagi dalam pemeriksaan berikutnya. KPK menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka korupsi pemberian izin pertambangan nikel. Aswad diduga melakukan korupsi terkait izin eksplorasi, izin usaha pertambangan, dan izin operasi produksi di wilayahnya. Aswad juga diduga merugikan negara hingga Rp2,7 triliun. Angka itu berasal dari penjualan produksi nikel yang melalui proses perizinan yang melawan hukum. Saat itu, Aswad langsung mencabut secara sepihak kuasa pertambangan, yang mayoritas dikuasai PT Antam. Setelah pencabutan secara sepihak itu, Aswad malah menerima pengajuan permohonan izin eksplorasi dari delapan perusahaan hingga kemudian diterbitkanlah 30 surat keputusan kuasa permohonan eksplorasi. Dari seluruh izin yang diterbitkan, beberapa telah sampai tahap produksi hingga diekspor. Perbuatan itu berlangsung hingga 2014. Aswad diduga menerima Rp13 miliar dari perusahaan-perusahaan tersebut. Aswad dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.