Predator Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati, Fahira Idris: Semoga Hakim Kabulkan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Januari 2022 22:39 WIB
Moitorindonesia.com - Terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati Herry Wirawan dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin (11/1). Tuntutan jaksa, menurut anggota DPD RI yang juga aktivis perlindungan anak, Fahira Idris, sudah tepat karena perbuatan Herry Wirawan memenuhi kategori kejahatan luar biasa seperti diatur dalam tentang Perlindungan Anak. Fahira Idris menilai kekerasan seksual terhadap anak sudah masuk kategori kejahatan luar biasa setara dengan tindak pidana korupsi, narkoba, dan terorisme sehingga mana opsi hukuman mati bisa dijatuhkan. Apa yang dilakukan predator Herry Wirawan, ia menambahkan, sudah memenuhi unsur kejahatan luar biasa sesuai UU Perlindungan Anak karena korban lebih dari satu orang dan dilakukan berulang-ulang sehingga pantas tuntutan hukuman mati dijatuhkan. “Saya apresiasi tuntutan Kejati Jabar. Sudah sepantasnya predator Herry Wirawan anak dihukum mati. Semoga hakim kabulkan. Negara harus tegas terhadap predator anak seperti ini. Predator anak tidak layak ada dalam komunitas masyarakat. Ini adalah upaya pencegahan paling efektif untuk mencegah dan mengatasi fenomena kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia. Ini jadi peringatan keras kepada siapa saja di negeri ini agar jangan berani-berani melakukan kekerasan kepada anak dalam bentuk apapun baik fisik, psikis, apalagi seksual karena hukuman mati bisa menanti Anda,” tukas Fahira Idris dalam keterang tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (12/1/2022). Menurut Fahira, opsi pidana mati dalam UU Perlindungan Anak yang mengategorikan kekerasan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa adalah kemajuan dalam upaya perlindungan anak di Indonesia. Undang-undang yang mampu memberi efek jera dan mengedepankan hak-hak korban akan efektif mengatasi fenomena kekerasan seksual terhadap anak. “Terlebih, selain menambah pidana pokok berupa pidana mati dan pidana seumur hidup, serta pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, UU Perlindungan Anak yang baru ini, menambahkan ketentuan mengenai tindakan berupa kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi. Saya yakin, upaya kita mengatasi fenomena kekerasan seksual terhadap anak bisa efektif jika penegak hukum konsisten berpegang penuh kepada UU Perlindungan Anak,” pungkas Fahira. (Tar)
Berita Terkait