IKA MIH UKI Gelar Webinar Restorative Justice di Indonesia

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Oktober 2023 19:13 WIB
Webinas IKA MIH  UKI (Foto:  Dok MI)
Webinas IKA MIH UKI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Perkumpulan IKA MIH Universitas Kristen Indonesia menggelar Webinar Jumat (27/10) mengangkat tema “ Restorative Justice di Indonesia” dengan menghadirkan berbagai narasumber. Yaitu, AKBP  Armunanto Hutahaean, Sandy Nayoan, advokat dan aktivis partai. 

Acara webinar ini dibuka langsung oleh Ketua Umum IKA MIH UKI Berry Sidabutar dan dimoderator Diana Napitupulu selaku dosen tetap prodi MH UKI  yang juga Sekum IKA MIH UKI. 

Dalam sambutan, Berry Sidabutar menjelaskan, bahwa restorative justice adalah pendekatan dalam sistem peradilan pidana yang berfokus pada pemulihan rekonsiliasi dan restorasi hubungan yang rusak akibat tindakan kriminal.

Pendekatan ini, kata Berry menekankan upaya untuk mengatasi akar masalah dan dampak sikologis emosional, yang dihasilkan oleh tindakan kriminal, baik bagi korban pelaku, maupun masyarakat secara keseluruhan.

"Sementara prinsip utama dari restorative justice adalah menggeser fokus dari hukuman dan pembalasan semata kepada penyelesaian masalah dan pemulihan," ungkap Berry.

Dalam sistem tradasional, lanjut Berry, biasanya pelaku dihukum dengan hukuman penjara atau denda. Sementara korban seringkali merasa tidak puas dengan hasilnya. Dan dampak panjang dalam restorative justice terjadi dialog antara korban, pelaku, untuk membahas konsekwennsi tindakan kriminal dan mencari solusi yang sesuai untuk semua pihak dapat mencangkup permintaan maaf, atau tindakan lain yang bantu memperbaiki dampak tindakan tersebut.  

“Pendekatan ini untuk mendorong pertanggungjawaban dan belajar dari kesalahan. Sehingga dapat mengurangi tingkat pengulangan kejahatan,” katanya.

Sementara itu Armunanto Hutahaean mengatakan, Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum. Negara hukum adalah suatu konsep, sebuah konsep yang bukan hanya harus dipahami, tetapi juga harus dipraktikkan dan dijalankan. Dalam menegakan Negara hukum, maka harus dihilangkan perbedaan antara perasaan kasihan dan perasaan adil.

Menurutnya, restorative justice atau keadilan restoratif merupakan suatu model pendekatan dalam upaya penyelesaian perkara pidana. Pendekatan restorative justice ini muncul pada era tahun 1960-an.

Pendekatan ini berbeda degan pendekatan yang dipakai pada sistem peradilan pidana konvensional. Pendekatan ini juga menitipberatkan pada partisipasi lagsung pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana.

Dalam pandangan keadilan restorative kata Armunanto, makna tindak pidana pada dasarnya sama seperti pandangan hukum pidana pada umumnya yaitu serangan terhadap individu dan masyarakat serta hubungan kemayasarakatan.  "Akan tetapi dalam pendekatan restorative justice, korban utama atas terjadinya suatu tindak pidana bukanlah negara," urainya.

Di sisi lain Armunanto melihat, keadilan restoratif merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana diluar pengadilan dimana dalam mekanisme tata cara peradilan pidana berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban. "Dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam Masyarakat," jelasnya.

Armunanto menambahkan, bahwa yang menjadi dasar hukum bagi Polri dalam pelaksanaan restorative justice adalah Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

"Keadilan restoratif adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelak atau korban, tomas, toga, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula," tutupnya. (Lian)