Catatan Hukum Akhir Tahun 2023: Potret dan Rapor Buruk dari Kejahatan Penyelenggara Negara

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Desember 2023 08:57 WIB
Sekjen Mahupiki (Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia), Azmi Syahputra (Foto: MI/Aswan)
Sekjen Mahupiki (Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia), Azmi Syahputra (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Tingginya kasus kejahatan yang terjadi di lembaga eksekutif apalagi setingkat menteri, oknum hakim agung dan gerombolannya yang terlibat korupsi. Perampokan dana APBN sampai triliunan, rupiah, "penjahat terselubung jabatan, dagang hukum, hukum yang diperdagangkan, rangkap jabatan, polemik dana asuransi."

Lalu maraknya perjudian, bisnis narkoba yang melibatkan aparat, perjudian online termasuk rekayasa hukum secara instrumental maupun rekayasa kasus.

Serta penyimpangan kewenangan yang dilakukan penyelenggara negara hingga terpuruknya kepercayaan masyarakat pada KPK menjadi antagonistis sekaligus potret buruk penegakan hukum Indonesia sepanjang tahun 2023.

"Kasus-kasus yang telah terjadi adalah fakta nyata yang dapat ditelusuri bahwa terdapat hubungan korelatif perilaku menyimpang dari penyelenggara negara terhadap raport merah penegakan hukum dengan cara melakukan korupsi ataupun perbuatan melawan hukum lainnya," jelas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki), Azmi Syahputra kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (29/12).

Menurut Azmi, hal ini terjadi akibat menggunakan Undang-Undang yang kontroversial. Misalnya UU KPK revisi 2019, lemahnya penegakkan peraturan ketiadaan pengawasan maupun hal-hal baru yang belum diatur (misal uu perampasan aset). "Termasuk minimnya komitmen politik untuk bekerja sama guna mengedepankan kepentingan nasional," lanjut Azmi.

Sehingga, tegas Azmi, dapat dikatakan potret penegakan hukum tahun 2023 menunjukkan penegakan hukum masih di jalan yang lamban. "Kedepan di tahun 2024 guna memperbaiki potret hukum ini maka bidang kualitas kultur hukum perlu ditata secara khusus," ungkapnya.

Masyarakat, lanjut Azmi, ingin melihat dan merasakan suasana reformatif dalam hukum karenanya dibutuhkan komitmen dalam mewujudkan prinsip negara hukum kesejahteraan.

"Hukum harus digerakkan, diaktulisasikan dalam perilaku, letakkan para penegak hukum yang memiliki visi reformis di lembaga penegak hukum. Termasuk mendorong kesadaran dan rasa tanggungjawab yang besar terhadap setiap etik profesi," tutur Azmi.

Sahkan UU perampasan aset dan hukum acara pidana(KUHAP), kembalikan marwah UU KPK. "Termasuk perlunya dukungan akses penguatan advokasi masyarakat dengan lebih mengoptimalkan Undang undang bantuan hukum yang diperluas demi mewujudkan keadilan sosial," kunci Azmi Syahputra. (LA)