Menelisik Korupsi PT Dirgantara Indonesia Menyeret Indra Iskandar, Diduga Mengalir ke Kompleks Istana!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Februari 2024 01:40 WIB
Indra Iskandar (kemeja batik) saat menghindari wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (31/5/2023)
Indra Iskandar (kemeja batik) saat menghindari wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (31/5/2023)

Jakarta, MI - Indra Iskandar yang saat ini sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ternyata selain terseret dalam kasus dugaan korupsi pengadaan meubelair tahun 2020, juga terseret di kasus dugaan korupsi lainnya.

Adalah, pada Januari 2021 lalu, Indra Iskandar dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi PT Dirgantara Indonesia (DI). Indra Iskandar saat itu dipanggil sebagai mantan Kepala Biro Umum Sekretariat Setneg. Bukan tanpa alasan dia dipanggil ke gedung merah putih itu, soalnya KPK mengendus aliran dana korupsi di PT DI mengalir hingga ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).

"Udah (datang ke KPK), lagi riksa (diperiksa)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jum'at (29/1/2021) lalu.

Kasus korupsi itu sendiri terkait aliran uang haram dalam penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia periode 2007-2017. Dalam pendalaman kasus tersebut, KPK juga memeriksa memeriksa mantan Sekretaris Kemensetneg Taufik Sukasah dan Kepala Biro Umum Kemensetneg Piping Supriatna. 

Indra saat itu dicecar penyidik terkait pengetahuannya mengenai proses pengadaan dan pemeliharaan helikopter di Setneg yang bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia.

"Indra Iskandar mantan Kepala Biro Umum, Kementerian Sekretariat Negara, didalami pengetahuannya terkait dengan proses pengadaan dan pemeliharaan helikopter di Setneg yang bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (29/1/2021).

Sementara Taufik Sukasah dan Piping Supriatna dikonfirmasi mengenai dugaan aliran uang korupsi PTDI ke pejabat di Kemensetneg.

Kasus ini menyeret mantan Direktur Utama PT PAL Budiman Saleh, eks Dirut PT DI Budi Santosa, mntan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani juga turut dijerat lembaga anti rasuah itu. 

Lalu Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI periode 2007-2014 yang juga Direktur Produksi PT DI periode 2014-2019 Arie Wibowo. Ia diduga menerima aliran dana sebesar Rp 9.172.012.834,00 dalam kasus ini.  

Ada pula Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana yang diduga mendapat  Rp 10.805.119.031,00. Lainnya adalah  Dirut PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata yang diduga menerima dana sebesar Rp 1.951.769.992,00.

Posisi Kasus

Bermula ketika awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.

Di rapat tersebut juga dibahas mengenai biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan. Kemudian, Budi Santoso mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerjasama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut.

Namun sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.

Setelah mengadakan sejumlah pertemuan, disepakati lah kelanjutan dari program kerjasama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung.

Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam ‘sandi-sandi anggaran’ pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Selanjutnya, Budi Santoso memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerjasama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.

Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra atau agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama.

PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut sekitar Rp 202,2 miliar dan USD 8,65 juta, atau sekira Rp 315 M dengan kurs Rp 14.600 per 1 USD.

Setelah keenam perusahaan menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero). Di antaranya Budi, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni mantan Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan mantan Kepala Divisi Penjualan PT DI Irzal Rinaldi Zailani yang saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.

Untuk kasus korupsi di PT DI tersebut, diduga kerugian negara sekitar Rp 202 miliar dan 8,6 juta dolar AS. Sedangkan Budiman diduga menerima aliran dana Rp686.185.000.

Selain itu dalam kasus tersebut, KPK juga telah menyita uang serta properti dengan nilai sekitar Rp 40 miliar. Kemudian pada Kamis, 22 Oktober 2020 lalu, KPK telah mengumumkan Budiman sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus di PT DI.

Budiman diduga melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Dalam kasus itu, KPK juga melakukan penyidikan untuk tiga orang lainnya, yaitu Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI tahun 2007-2014 dan terakhir menjabat Direktur Produksi PT DI tahun 2014-2019 Arie Wibowo (AW), Dirut PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana (DL), dan Dirut PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata (FSS). (wan)