BPK Bongkar Seabrek Masalah dan Kerugian Penjualan Tebu dan Sawit di PTPN II
Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI membongkar seabrek permasalahan dan kerugian negara pada realisasi penjualan komoditas tebu di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II.
Bahwa berdasarkan hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024, BPK menyatakan bahwa PTPN II belum menagihkan overdue interest keterlambatan pembayaran senilai Rp1,91 miliar dan biaya denda keterlambatan serah terima senilai Rp7,38 miliar.
Adapun tebu merupakan salah satu komoditas produk utama yang dimiliki oleh PTPN II, dengan Pabrik Gula (PG) yang mengolah tebu yaitu PG Kwala Madu dan PG Sei Semayang.
Namun pada Tahun 2023, PTPN II melakukan pemisahan tidak mumi/spinoff bisnis gula off-farm dengan menandatangani Akta Pemisahan dalam rangka mengalihkan aktiva dan pasiva unit bisnis pabrik gula PTPN II kepada PT Sinergi Gula Nusantara (PT SGN) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Seiring dengan adanya pemisahan tersebut maka pengolahan tebu dikerjasamakan kepada PG milik PT SGN pada tahun 2023 yang dituangkan dalam surat perjanjian Nomor PTPN II: 2.3Dir/SPK/1 1/1/2023 dan Nomor PT SGN: BD01-NUS02-PJJ/230113.0001 tentang Kerja Sama Pengolahan Tebu Sendiri milik PTPN Bisnis Gula On-Farm tanggal 13 Januari 2023.
Hasil produksi pengolahan komoditas tebu PTPN II adalah gula kristal putih (GKP) dan molasses/tetes.
Selain tebu, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas produk utama yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II). Pada tahun 2021 s.d. 2023, PTPN II memiliki empat unit PKS yang mengolah Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit menjadi minyak Sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan Inti Sawit (Palm Kernel/PK).
Selain itu, Pada tahun 2022, PTPN II melakukan titip olah Persedian Inti Sawit kepada PPIS Pabatu PTPN IV karena persediaan inti sawit PTPN II yang overload pada PKS PTPN II, CPO, PK, GKP dan tetes dijual oleh PTPN III (Persero) sebagai kuasa penjualan sesuai dengan Perjanjian Penunjukan Kuasa Penjualan antara PTPN II dan PTPN III (Persero) No. DSTP/PPKP/02/2020 dan No. 20/SK/33/III/2020 tanggal 4 Maret 2020.
Terdapat dua metode penjualan, yaitu :
a. Metode auction dimana penjualan Produk Komoditi kepada Mitra/Rekanan Terdaftar atau Mitra/Rekanan Terdaftar Tertentu dengan penawaran harga secara tertulis atau lisan untuk mencapai harga tertinggi, dan
b. Metode penjualan langsung dimana penjualan Produk Komoditi dengan menawarkan secara langsung kepada 1 (satu) atau lebih calon Pembeli.
Berdasarkan Laporan Manajemen PTPN II per 31 Desember 2021 (audited), 31 Desember 2022 (audited), dan 30 Juni 2023 diketahui bahwa realisasi penjualan komoditas tebu untuk tahun 2021 s.d. semester I 2023.

Berdasarkan hasil reviu dokumen realisasi penjualan komoditas tebu tahun 2021 s.d. 2023 (s.d. 30 November 2023), konfirmasi, dan wawancara diketahui terdapat beberapa permasalahan terkait realisasi penjualan komoditas tebu, dengan rincian sebagai berikut:
a. Terdapat Overdue Interest Keterlambatan pembayaran kontrak penjualan GKP, CPO dan PK periode Tahun 2021 s.d. November 2023 yang belum dilakukan rekonsiliasi dan ditagihkan ke pembeli senilai Rp1.911.973.945,77
Pedoman Pemasaran Produk PTPN Group pada Peraturan Direksi PTPN III (Persero) Nomor: DIR/PER/04/2020 tanggal 28 Februari 2020 dengan perubahan terakhir Nomor: DIR/PER/11/2022 tanggal 27 April 2022 tentang Pedoman Pemasaran Produk Komoditi di Lingkungan Perkebunan Nusantara Group yang menjelaskan bahwa yaitu:
1) Ketentuan Penjualan GKP dan Molases (Tetes), dalam hal pembayaran tidak dilakukan secara penuh (fu/l payment) sampai dengan batas waktu pembayaran, Pembeli dikenakan denda keterlambatan pembayaran sesuai ketentuan.
2) Ketentuan Penjualan CPO dan PK, dalam hal pembayaran tidak dilakukan secara penuh (full payment) sampai dengan batas waktu pembayaran dan/atau SKBDN/Letter of Credit yang diserahkan pembeli tidak bersifat irrevocable, pembeli dianggap belum melakukan pembayaran.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas laporan monitoring penjualan periode 2021 s.d. 2023 (s.d. 30 November 2023) yang disusun oleh Kepala Subbagian Penjualan PTPN II diketahui bahwa terdapat keterlambatan pembayaran antara 1 sampai dengan 141 hari.
Hasil wawancara dengan Kepala Subbagian Penjualan PTPN II diketahui bahwa :
1) Kepala Subbagian Penjualan PTPN II tidak mengetahui penyebab keterlambatan pembayaran GKP dan tetes karena pembeli tidak memberikan alasan terhadap keterlambatan pembayaran.
2) Pembeli terlambat melakukan pembayaran disebabkan karena efek peraturan pemerintah yang membatasi ekspor CPO (DMO), pembeli masih memiliki stok dan pembeli tidak memiliki tangki/gudang untuk menerima barang yang telah dibeli.
3) Sehubungan dengan realisasi pelaksanaan kegiatan penjualan, Kepala Subbagian Penjualan terus melakukan monitoring dan evaluasi penjualan baik
secara harian dan bulanan serta menyampaikan laporan monitoring kepada Board of Management (BOM).
Sesuai dengan hasil laporan tersebut, Senior Executive Vice President Business Support (SEVP BS) PTPN II melakukan komunikasi dengan pembeli atas kontrak yang belum dibayarkan, baik melalui komunikasi lisan via telepon ataupun surat.
SEVP BS meminta kepada pembeli untuk segera melakukan pembayaran serta PTPN II akan mengenakan Overdue Interest keterlambatan pembayaran.
Sesuai dengan Lampiran III Pedoman Pemasaran Produk PTPN Group pada Peraturan Direksi PTPN III (Persero) Nomor: DIR/PER/04/2020 tanggal 28 Februari 2020 tentang Pedoman Pemasaran Produk Komoditi di Lingkungan Perkebunan Nusantara Group dengan perubahan terakhir menjadi Nomor: DIR/PER/11/2022 tanggal 27 April 2022 diketahui bahwa dalam hal pembeli melakukan pembayaran setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, pembeli dikenakan sanksi atas keterlambatan pembayaran berupa overdue interest.
BPK telah melakukan perhitungan overdue interest atas keterlambatan pembayaran kontrak penjualan GKP dan tetes oleh pembeli dan dan diperoleh nilai denda keterlambatan Tahun 2021 s.d. November 2023 senilai Rp211.557.327,77.
Sedangkan overdue interest atas keterlambatan pembayaran kontrak penjualan CPO, PKO dan Inti Sawit oleh pembeli dan diperoleh nilai denda keterlambatan dari tahun 2021 s.d. 12 Desember 2023 senilai Rp1.700.416.618,00 (Rp1.493.767.612,45 + Rp206.649.005,55) dengan range keterlambatan antara 1 s.d. 132 hari.
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Keuangan dan Akuntasi serta Kepala Subbagian Penjualan PTPN II menunjukkan bahwa PTPN II belum melakukan penagihan atas denda keterlambatan tersebut dikarenakan PTPN II belum melakukan rekonsiliasi antara PTPN III (Persero), PT KPBN, PTPN II dengan pembeli pada periode tahun 2021 s.d. 2023.
Kepala Bagian Keuangan dan Akuntasi serta Kepala Subbagian Penjualan PTPN II juga menjelaskan bahwa penagihan dilakukan berdasarkan berita acara rekonsiliasi overdue antara PTPN III (Persero), PT KPBN, PTPN II dengan pembeli yang disepakati.
Namun dikarenakan sampai dengan pemeriksaan berakhir pada tanggal 29 Desember 2023 belum ada hasil rekonsiliasi dengan pembeli untuk kontrak penjualan tahun 2021 s.d. 2023 sehingga PTPN II belum dapat mengetahui nominal yang disetujui untuk dibayarkan sebagai overdue interest keterlambatan pembayaran.
Dengan demikian atas keterlambatan pembayaran tersebut PTPN II belum melakukan rekonsiliasi dan penagihan senilai Rp1.911.973.946,79 (Rp211.557.327,77 +Rp1.700.416.619,02) kepada pembeli.
b. Terdapat Denda Keterlambatan Pengambilan atas kontrak penjualan CPO, PK, GKP, dan Tetes periode Tahun 2021 s.d. Desember 2023 yang belum dilakukan rekonsiliasi dan ditagihkan ke pembeli senilai Rp7.380.710.030,04
Hasil pemeriksaan atas laporan monitoring penjualan periode 2021 s.d. 2023 (s.d. 11 Desember 2023) yang disusun oleh Kepala Subbagian Penjualan PTPN II diketahui terdapat keterlembatan penyerahan CPO, PK, PKO dan PKM yang dilakukan oleh PTPN II dan terdapat keterlambatan pengambilan GKP dan tetes oleh pembeli.
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Keuangan dan Akuntasi serta Kepala Subbagian Penjualan PTPN II diketahui bahwa:
1) Keterlambatan pengambilan yang dilakukan oleh pembeli disebabkan oleh pembeli tidak memiliki tempat penyimpanannya dan pembeli kesulitan untuk mendapatkan gudang tempat penyimpanan GKP/tetes.
2) keterlambatan penyerahan yang dilakukan oleh PTPN II disebabkan oleh ketersediaan stok dari PTPN II, kekurangan armada pengangkutan, kondisi jalan yang kurang baik dan pembeli terlambat melakukan pembayaran.
BPK telah melakukan perhitungan biaya denda keterlambatan pengambilan dan penyerahan dengan nilai denda keterlambatan pengambilan GKP senilai Rp280.261.945,00, nilai denda keterlambatan pengambilan tetes senilai Rp5.743.716.646,71, denda keterlambatan penyerahan kontrak penjualan CPO, PKO, dan PKM yang ditanggung oleh PTPN II Periode Tahun 2021 s.d. 2023 (per 11 Desember 2023) senilai Rp1.148.439.851,30 dan atas penjualan PK senilai Rp208.291.587,03.
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Keuangan dan Akuntasi serta Kepala Subbagian Penjualan PTPN II diketahui bahwa:
1) PTPN II belum melakukan penagihan atas denda keterlambatan pengambilan GKP dan tetes dikarenakan PTPN II belum melakukan rekonsiliasi antara PTPN III (Persero), PT KPBN, PTPN II dengan pembeli pada periode tahun 2021 s.d. Desember 2023.
Penagihan denda keterlambatan pengambilan akan dilakukan berdasarkan berita acara rekonsiliasi overdue antara PTPN III (Persero), PT KPBN, PTPN II dengan pembeli yang disepakati.
Namun dikarenakan sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 29 Desember 2023 belum ada hasil rekonsiliasi dengan pembeli untuk kontrak penjualan tahun 2021 s.d. 2023 sehingga PTPN II belum dapat mengetahui nominal denda keterlambatan pengambilan GKP dan Tetes yang disepakati para pihak.
2) PTPN II belum terdapat penagihan dari pembeli atas denda keterlambatan tersebut dikarenakan PTPN II belum melakukan rekonsiliasi antara PTPN III (Persero), PT KPBN, PTPN II dengan pembeli pada periode tahun 2022 s.d. 2023.
Kepala Subbagian Penjualan PTPN II juga menjelaskan bahwa Rekonsiliasi untuk penjualan CPO tahun 2021 telah dilaksanakan dan telah diterbitkan berita acara rekonsiliasi overdue interest keterlambatan penyerahan komoditi CPO pada tanggal 4 Juli 2023, sedangkan untuk penjualan 2022 s.d. 2023 belum dilaksanakan rekonsiliasi perhitungan overdue interest keterlambatan penyerahan.
PTPN II akan menanggung beban overdue interest keterlambatan penyerahan komoditi sesuai dengan berita acara rekonsiliasi overdue interest keterlambatan penyerahan yang disepakati.
Selain itu, sampai dengan pemeriksaan berakhir pada tanggal 29 Desember 2023 diketahui bahwa atas penjualan komiditi PKO, PKM dan PK belum dilakukan rekonsiliasi untuk kontrak penjualan periode tahun 2021 s.d. 2023.
Dengan demikian denda keterlambatan pengambilan GKP dan Tetes oleh pembeli tersebut, PTPN II belum melakukan rekonsiliasi dan penagihan senilai Rp6.023.978.591,71 (Rp280.261.945,00 + Rp5.743.716.646,71) kepada pembeli.
Sedangkan komoditi kelapa sawit, PTPN II berpotensi menanggung beban overdue interest keterlambatan penyerahan yang belum direkonsiliasi dan ditagihkan pembeli tahun 2021 s.d. tanggal 11 Desember 2023 senilai Rp1.356.731.438,33 (Rp1.148.439.851,30 + 208.291.587,03).
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Direksi PTPN III (Persero) Nomor DIR/PER/04/2020 tanggal 28 Februari 2020 tentang Pedoman Pemasaran Produk Komoditi di Lingkungan Perkebunan Nusantara Group dengan perubahan terakhir menjadi Nomor DIR/PER/11/2022 tanggal 27 April 2022, yang menyatakan:
1) Lampiran I tentang Pedoman Pemasaran Produk Komoditi di Lingkungan Perkebunan Nusantara Group, yaitu Ketentuan Penjualan CPO, PKO, PKM dan PK.
a) Huruf A tentang Ketentuan Pembayaran Poin 1 tentang Ketentuan Umum Pembayaran yang menyatakan antara lain:
(1) Pembeli wajib melakukan pembayaran secara penuh (ful! payment) dan diperkenankan pembayaran secara bertahap (partial payment) sampai dengan batas waktu pembayaran;
(2) Pembayaran dengan tunai/telegraphic transfer dilakukan dengan cara transfer ke rekening yang ditunjuk dalam Surat Perintah Setor (SPS); dan
(3) Dalam hal pembayaran tidak dilakukan secara penuh (full payment) sampai dengan batas waktu pembayaran dan/atau SKBDN/l/etter of credit yang diserahkan pembeli tidak bersifat irrevocable, pembeli dianggap belum melakukan pembayaran.
b) Huruf E tentang Ketentuan Perhitungan Volume Poin 3 yang menyatakan bahwa penghitungan volume dilakukan oleh pembeli/perwakilannya yang disaksikan oleh produsen/perwakilannya.
Penghitungan volume dituangkan dalam berita acara hasil penghitungan volume yang ditandatangani oleh pembeli/perwakilannya dan produsen/perwakilannya.
c) Huruf F tentang Ketentuan Sanksi, pada:
(1) Poin la. tentang Biaya Keterlambatan Pembayaran yang menyatakan bahwa dalam hal pembeli melakukan pembayaran setelah tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana diatur dalam Ketentuan Pembayaran (A), pembeli dikenakan sanksi atas keterlambatan pembayaran berupa overdue interest dengan perhitungan sebagai berikut:
X = (Vx Pxnx i)/360
(2) Pembayaran dengan tunai/telegraphic transfer dilakukan dengan cara transfer ke rekening yang ditunjuk dalam Surat Perintah Setor (SPS); dan
(3) Dalam hal pembayaran tidak dilakukan secara penuh (full payment) sampai dengan batas waktu pembayaran dan/atau SKBDN/l/etter of credit yang diserahkan pembeli tidak bersifat irrevocable, pembeli dianggap belum melakukan pembayaran.
b) Huruf E tentang Ketentuan Perhitungan Volume Poin 3 yang menyatakan bahwa penghitungan volume dilakukan oleh pembeli/perwakilannya yang disaksikan oleh produsen/perwakilannya.
Penghitungan volume dituangkan dalam berita acara hasil penghitungan volume yang ditandatangani oleh pembeli/perwakilannya dan produsen/perwakilannya.
c) Huruf F tentang Ketentuan Sanksi, pada:
(1) Poin la. tentang Biaya Keterlambatan Pembayaran yang menyatakan bahwa dalam hal pembeli melakukan pembayaran setelah tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana diatur dalam Ketentuan Pembayaran (A), pembeli dikenakan sanksi atas keterlambatan pembayaran berupa overdue interest dengan perhitungan sebagai berikut:
X = (Vx Pxnx i)/360
Dimana,
X = Nilai Overdue interest Keterlambatan Pembayaran V = Volume terlambat bayar
P = Harga tanpa PPN (Exclude)
n = Lamanya waktu keterlambatan pembayaran (hari kerja kalender) i= BI 7-day (Reverse) Repo Rate (dalam %)
(2) Poin 2 tentang keterlambatan pengambilan yang menyatakan bahwa pembeli yang belum melakukan pengambilan produk komoditi sampai dengan tanggal jatuh tempo pengambilan sebagaimana diatur dalam Ketentuan Tanggal Jatuh Tempo Pengambilan dan Penyerahan (C), akan menanggung perubahan atau penurunan mutu produk dan pajak, dan/atau pungutan ekspor (bila ada);
(3) Poin 4 tentang Biaya Keterlambatan Penyerahan yang menyatakan bahwa dalam hal produsen melakukan penyerahan setelah tanggal jatuh tempo penyerahan sebagaimana diatur Ketentuan Tanggal Jatuh Tempo Pengambilan dan Penyerahan (D), produsen dikenakan overdue interest untuk setiap hari kalender keterlambatan dengan perhitungan sebagai berikut:
X= (Vx Pxnxi)/360
Dimana,
X = Nilai Overdue interest Keterlambatan Penyerahan V = Volume Produk Komoditi yang belum diserahkan P = Harga tanpa PPN (Exclude) n = Lamanya waktu keterlambatan pembayaran (hari kerja kalender) i= BI 7-day (Reverse) Repo Rate (dalam %) (4) Poin 5 tentang Pembayaran Biaya Keterlambatan Pembayaran dan Biaya Keterlambatan Penyerahan, pada:
(a) Pembeli kepada Produsen Pembayaran atas biaya keterlambatan pembayaran oleh pembeli kepada produsen dilakukan dengan tunai/te/egraphic transfer ke rekening yang ditunjuk dalam surat tertulis.
(b) Produsen kepada Pembeli Pembayaran atas biaya keterlambatan penyerahan oleh produsen kepada pembeli dilakukan dengan tunai/telegraphic transfer ke rekening yang ditunjuk dalam surat tertulis.
2) Lampiran III tentang Pedoman Pemasaran Produk Komoditi di Lingkungan Perkebunan Nusantara Group, yaitu Ketentuan Penjualan Gula Kristal Putih dan Molases (Tetes):
a) Huruf A tentang ketentuan Pembayaran, yang menyatakan bahwa Ketentuan Umum Pembayaran adalah:
(1) Pembeli wajib melakukan pembayaran secara penuh (full payment) sampat dengan batas waktu pembayaran; dan
(2) Dalam hal pembayaran tidak dilakukan secara penuh (full payment) sampai dengan batas waktu pembayaran, Pembeli dikenakan denda keterlambatan pembayaran sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan
Sanksi (F). b) Huruf F Ketentuan Sanksi, yang menyatakan pada:
(1) Poin 1 tentang Biaya Keterlambatan Pembayaran yang menyatakan bahwa dalam hal pembeli melakukan pembayaran setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, pembeli dikenakan sanksi atas keterlambatan pembayaran berupa overdue interest dengan perhitungan sebagai berikut:
X= (Vx Pxnxi)/360
Dimana,
X = Nilai Overdue Interest Keterlambatan Pembayaran
V = Volume terlambat bayar
P = Harga tanpa PPN 10% (Exclude)
n = Lamanya waktu keterlambatan pembayaran hari kalender
i = BI 7-day (Reverse) Repo Rate (dalam % )
(2) Poin 2(a) tentang Biaya Keterlambatan Pengambilan dengan Ex Works (EXW) yang menyatakan bahwa Pembeli yang belum melakukan pengambilan Produk Komoditi sampai dengan tanggal jatuh tempo pengambilan sebagaimana diatur dalam Ketentuan Tanggal Jatuh Tempo
Pengambilan dan Penyerahan.
(3) Pembeli dikenakan biaya keterlambatan pengambilan Gula Kristal Putih (GKP)

Setelah lebih dari minggu ke 13 (90 hari kalender) biaya keterlambatan pengambilan ditambah Rp2.500/ton/hari dari sisa gula yang belum diambil. Pembeli yang belum menyelesaikan pengambilan Gula Kristal Putih sampai berakhirnya minggu ke-13 (90 hari kalender), Produsen dan/atau Kuasa Penjualan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan.
(4) Molases (Tetes) yang menyatakan bahwa Pembeli yang belum melakukan pengambilan Produk Komoditi sampai dengan tanggal jatuh tempo pengambilan sebagaimana diatur dalam Ketentuan Tanggal Jatuh Tempo Pengambilan dan Penyerahan (C), Pembeli dikenakan sanksi denda senilai 0,1% per hari kalender dari nilai Produk Komoditi yang belum diambil.
b. Surat Direktur Pemasaran Nomor DSTP/PTPN/87/2021 tentang Rincian Tugas Administrasi Penjualan tanggal 11 Januari 2021 kepada Direktur PT KPBN dan Direktur PTPN I, II, IV s.d. XIV yang menyatakan bahwa pembagian rincian pembuatan administrasi setelah transaksi penjualan yang dilaksanakan di PTPN Group.

c. Surat Keputusan Direksi PTPN II No. Dir/Kpst/166/VII/2021 tentang Perubahan atas Pembagian Tugas dan Wewenang Senior Executive Vice President PTPN II, Bagian Ketiga tentang Tugas dan Wewenang SEVP Business Support, pada pasal 5 yang menyatakan bahwa Tugas SEVP Business Support, yaitu antara lain:
1) Menjalankan kuasa Direktur dalam pengurusan Operasional Perusahaan sebagaimnana ditetapkan dalam Keputusan Direksi ini;
2) Melaksanakan dan mengendalikan program kerja pada Bagian Keuangan dan Akuntansi Bagian Sumber Daya Manusia serta Bagian Pengadaan dan Umum; dan
3) Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan Operasional dalam ruang lingkup Bagian Keuangan dan Akuntansi, Bagian Sumber Daya Manusia serta Bagian Pengadaan dan Umum.
d. Lampiran SK Direksi PTPN II Nomor: 2.6-Dir/Kpts/487/IX/2022 tanggal 7 September 2022 tentang Job Description Karyawan Pimpinan PTPN II, yang menyatakan pada:
1) Job Description Kepala Bagian Keuangan dan Akuntasi yang menyatakan bahwa uraian tugas dan tanggung jawab bidang antara lain sebagai berikut:
a) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan administrasi penjualan, persediaan hasil produksi, persediaan bahan baku dan pelengkap dan alat-alat kantor, administrasi keuangan, aktiva tetap dan investasi dengan cara mengevaluasi antara realisasi dengan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk mempermudah penyusunan Laporan Keuangan dan Laporan Manajemen;
b) Memastikan proses transaksi dan pengiriman produk dengan baik sampai dengan penerimaan dana (uang) hasil penjualan; dan
c) Memastikan administrasi penjualan baik lokal dan ekspor sesuai dengan ketentuan perusahaan yang berlaku.
2) Job Description Kepala Subbagian Penjualan yang menyatakan bahwa uraian tugas dan tanggung jawab bidang antara lain sebagai berikut:
a) Monitoring rencana penjualan dan penerimaan kas/cash flow dari hasil penjualan;
b) Memonitoring persediaan CPO, Inti Sawit, PKO, PKM, Gula, Tetes dan Tembakau serta penjualan di luar produk utama;
c) Memastikan pembayaran dan kelengkapan dokumen sebagai dasar pembuatan Sales Order (SO); dan
d) Mengawasi Out Standing Sales Order (SO) dan Kontrak CPO, Inti Sawit, PKO, PKM, Gula, Tetes dan Tembakau.
Kondisi tersebut mengakibatkan PTPN II Berpotensi:
a. Mengalami kekurangan penerimaan atas overdue interest keterlambatan pembayaran senilai Rp1.911.973.945,77 (Rp211.557.327,77 + Rp1.700.416.618,00);
b. Terbebani biaya denda keterlambatan pengambilan/penyerahan periode Tahun 2021 s.d. 2023 minimal senilai Rp1.356.731.438,33 (Rp1.148.439.851,30 + Rp208.291.587,03); dan
c. Kurang terima pendapatan senilai Rp6.023.978.591.71 (Rp280.261.945,00 + Rp5.743.716.646,71).
Hal tersebut disebabkan oleh:
SEVP Business Support PTPN II periode Tahun 2021 s.d. 2023 belum optimal dalam mengkoordinasikan pelaksanaan realisasi dan rekonsiliasi hasil kontrak penjualan
PTPN II dengan PT KPBN dan PTPN III (Persero);
b. Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II Periode 2021 s.d. 2023 belum optimal dalam memastikan proses transaksi dan pengiriman serta pengambilan dengan baik sampai dengan penerimaan dana (uang) hasil penjualan; dan
Kepala Subbagian Penjualan PTPN II Periode Tahun 2021 s.d. 2023 belum optimal dalam memantau realisasi pelaksanaan penjualan; mengawasi outstanding kontrak penjualan; dan menagihkan overdue interest keterlambatan pembayaran dan biaya denda keterlambatan pengambilan kontrak penjualan komoditas tebu dan sawit.
Atas permasalahan tersebut, Region Head Regional 1 PTPN I menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan BPK.
BPK merekomendasikan Direktur Utama PTPN I:
a. Berkoordinasi dengan Direktur Pemasaran PTPN III (Persero) dan SEVP Business Support PT KPBN untuk melakukan rekonsiliasi perhitungan nilai denda keterlambatan pembayaran serta pengambilan/penyerahan komoditas tebu dan kelapa sawit;
b. Melakukan penagihan overdue interest baik overdue interest pembayaran ataupun overdue pengambilan/penyerahan komoditas sawit dan tebu kepada pembeli sesuai dengan hasil rekonsiliasi perhitungan denda keterlambatan; dan
c. Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada :
1) Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II Periode 2021 s.d. 2023 karena belum optimal dalam memastikan proses transaksi dan pengiriman serta pengambilan hasil penjualan; dan
2) Kepala Subbagian Penjualan PTPN II Periode Tahun 2021 s.d. 2023 karena belum optimal dalam memantau realisasi penjualan, mengawasi outstanding kontrak penjualan; dan menagihkan overdue interest keterlambatan pembayaran dan biaya denda keterlambatan pengambilan kontrak penjualan komoditas tebu dan sawit.
Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, pihak PTPN belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com melalui email [email protected].
Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.
Topik:
Tebu Sawit PTPN II Temuan BPK BPK RI PTPN BUMN