Selain Irwan Peranginangin dan Iman Subakti, Eks SEVP hingga Kabagkum PTPN II Diduga "Biang Kerok" Polemik Eks HGU
Jakarta, MI - Selain mantan Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II Irwan Peranginangin (IP) dan Direktur PT NDP Iman Subakti (IS) yang sudah menjadi tersangka, mantan SEVP Manajemen Aset hingga Kepala Bagian Hukum PTPN II diduga "biang kerok" polemik lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN I Regional 1 (d/h PTPN II).
Hal itu sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.
Bahwa BPK dalan pemeriksaannya atas Kerja sama pemanfaatan lahan milik PTPN II pada proyek KDM menemukan 8 masalah, yakni:
1. Pelaksanaan Proyek Tidak Didukung dengan RKT dan Laporan Berkala Dalam rangka pelaksanaan KSO terdapat beberapa yang tidak patuh, antara lain: tidak adanya dokumen rencana kerja tahunan (RKT) serta PTPN II dan PT NDP tidak mendapat laporan berkala dari PT DMKR.
2. Kelebihan Transfer PPLWH kepada PT NDP Senilai Rp1.372.063.871,00
3. Kewajiban penyerahan lahan kepada Negara belum diatur dalam kontrak
4. Bagi hasil PPLWH belum sepenuhnya menguntungkan PTPN II dan PT NDP
5. Proses Inbreng Tanah sebagai Penyertaan Modal pada PT Nusa Dua Propertindo (NDP) Tidak Sesuai Akta Pendirian Perusahaan
6. Investasi Saham PTPN II Turun Pada PUP Kawasan Bisnis
7. Klausul Penyediaan Lahan Perkebunan Seluas 10.000 Ha dalam MCA Pembangunan KDM Tidak Mengatur Secara Detail Mengenai Spesifikasi Lahan
8. Besaran Biaya Subkontrak Pengembangan Lahan Tidak Didasarkan pada Prinsip At Cost
"Permasalahan tersebut mengakibatkan PTPN II belum memperoleh keuntungan dari proyek KDM, antara lain: Pembentukan PT DMKB. terindikasi merugikan PTPN_ II senilai Rp1.250.000.000,00; Bagi hasil PPLWH berpotensi merugikan PTPN II dan PT NDP; BSPL terindikasi mengurangi porsi pendapatan PTPN II dan PT NDP dan Penggantian lahan perkebunan seluas 10.000 Ha berpotensi tidak terealisasi," petik LHP BPK sebagaimana dikutip Monitorindonesia.com, Kamis (13/11/2025).
"Pelaksanaan proyek KDM tidak terukur; Kelebihan transfer dari PTPN II kepada PT NDP berpotensi tidak diganti senilai Rp1.372.063.87 1,00; Pemisahan sertifikat HGB kawasan residensial berpotensi terhambat; dan Penyertaan Modal PTPN II pada PT NDP tidak sesuai arahan Pemegang Saham," lanjut LHP BPK itu.
Menurut BPK, kondisi tersebut di atas disebabkan Direktur PTPN II 2020 sampai dengan 2023 hingga Kepala Bagian Hukum PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023
"Kondisi tersebut di atas disebabkan Direktur PTPN II 2020 s.d. 2023: Tidak cermat menyetujui addendum Master Cooperation Agreement dengan PT CKPSN terkait kewajiban penyerahan lahan kepada pemerintah, spesifikasi lahan pengganti 10.000 Ha dan presentase BSPL; dan belum seluruhnya mengalihkan lahan kerja sama seluas 2.514 Ha sebagai bentuk setoran modal dalam Akta Inbreng ke PT NDP sesuai ketentuan yang berlaku," jelas BPK.
Kemudian Direktur PT NDP periode 2020 sampai dengan 2023 yang kurang optimal dalam menyediakan lahan matang kawasan residensial dan kurang cermat dalam mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan proyek kawasan residensial.
"SEVP Manajemen Aset periode 2021 s.d. 2023 kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis; Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability periode 2021 s.d. 2023 kurang cermat dalam memasukan klausul penyediaan lahan kepada pemerintah dalam MCA; Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II periode 2021 s.d. 2023 kurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH serta BPLWH; dan Kepala Bagian Hukum PTPN II periode 2021 s.d. 2023 kurang optimal dalam proses penyediaan lahan matang kawasan bisnis dan industri," jelas BPK.
Atas permasalahan tersebut, Region Head Regional 1 PTPN I menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan BPK. Namun demikian, BPK tetap merekomendasikan Direktur Utama PTPN I agar berkomunikasi dengan Direktur Utama PTPN III (Persero) untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku kepada IP (Irwan Peranginangin) selaku Direktur PTPN II Periode 2021 sampai dengan 2023 karena tidak cermat menyetujui addendum MCA dan belum seluruhnya mengalihkan lahan kerja sama seluas 2.514 Ha.
Kemudian menugaskan bagian SPI melaksanakan audit (pemeriksaan khusus) perihal kerjasama proyek KDM yang diawasi langsung oleh Dewan Komisaris PTPN I; menugaskan unit terkait untuk melakukan reviu atas kerja sama dengan PT CKPSN; koordinasi dengan pemegang saham dan PT CKPSN untuk melakukan revisi klausul perjanjian yang memberikan keuntungan optimal kepada PTPN I.
Tak hanya itu, BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama PTPN I agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Direktur PT NDP periode 2020 sampai dengan 2023.
"Karena kurang optimal dalam menyediakan lahan matang dan mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan," tegas BPK.
Lalu, BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama PTPN I agar memberikan sanksi kepada SEVP Manajemen Aset PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023.
"Karena kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis," kata BPK.
Selanjutnya, BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama PTPN I agar memberiksan sanksi Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023. "Karena kurang cermat dalam merevisi klausul kewajiban penyediaan lahan pemerintah," lanjut BPK.
Tak hanya itu, BPK juga merekomendasikan kepada Direktur Utama PTPN I agar memberikan sanksi Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023 karena kurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH serta BPLWH; dan Kepala Bagian Hukum PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023 karena kurang optimal dalam proses penyediaan lahan matang.
Adapun hingga kini, PTPN belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com melalui email [email protected]. Namun berdasarkan keterangan perusahaan baru-baru ini, pihak PTPN I menghormati proses hukum.
Sekadar informasi bahwa dalam dugaan korupsi penjualan aset PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional I oleh PT Nusa Dua Propertindo (NDP) melalui kerja sama operasional (KSO) dengan PT Ciputra Land atau Citraland, Kejati Sumut juga menetapkan 2 tersangka dari pihak BPN Sumut.
Yakni mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumut Askani dan mantan Kepala Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang Abdul Rahim Lubis. Keduanya dijebloskan ke sel tahanan pada Selasa (14/10/2025) lalu.
Hingga kini, Kejati Sumut dibawah komando Harli Siregara terus mengembangkan penyidikan kasu ini. Tidak menutup kemungkinan bakal ada tersangka. Tunggu saja!
Temuan BPK PTPN II selengkapnya di sini
Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.
Topik:
Kejati Sumut Korupsi PTPN I PTPN II HGU PTPN PT Ciutra Land Citraland Irwan Peranginangin Iman SubaktiBerita Terkait
Korupsi Aluminium, Kejati Sumut Periksa Saksi dari PT Inalum dan PASU
18 November 2025 07:07 WIB
Citraland Dibangun di Atas Aset Korupsi! Pakar Hukum: Seret Semua Mafianya!
15 November 2025 16:57 WIB