KPK Didesak Dalami Keterlibatan Pimpinan BPK di Kasus SYL

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 11 Mei 2024 06:27 WIB
Chudry Sitompul, Guru Besar Universitas UI (Foto: Dok MI/Ist/Net)
Chudry Sitompul, Guru Besar Universitas UI (Foto: Dok MI/Ist/Net)

Jakarta, MI - Guru besar sekaligus pakar hukum Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul menyoroti dugaan oknum Auditor Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK yang disebut meminta uang senilai Rp12 miliar kepada Kementerian Pertanian (Kementan) agar proyek food estate mendapatkan status opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Hal itu terungkap saat Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementan Hermanto dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Chudry begitu dia disapa Monitorindonesia.com, Jum'at (10/5/2024) malam, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut fakta-fakta baru yang muncul di persidangan Syahrul Yasin Limpo dengan mengumpulkan barang bukti dan memulai penyelidikan.

Dia menilai aliran dana dari Kementan ke BPK itu sudah termasuk suap. "Kalau ada alat bukti lain, misalnya saksi lain atau petunjuk berupa dokumen aliran dana atau rekening bank maka oknum auditor BPK tersebut bisa diusut untuk ditingkatkan ke tingkat penyidikan (menjadi tersangka)," kata Chudry.

Tak hanya oknum Auditor BPK, tetapi dia juga meminta KPK mendalami apakah melibatkan atasannya di lembaga auditor negara itu. "Diperdalam apakan oknum BPK itu sendirian atau melibat oknum BPK lainnya, adanya penyertaan/deelneming, termasuk ke atasannya," tegasnya menambahkan.

Di lain sisi, Chudry juga mendorong KPK melakukan penggeledahan kantor BPK, namun tergantung data yang diperoleh lembaga antirasuah itu. "Tergantung data yang diperoleh. Kalau ada saksi oknum BPK yang lain, perlu digeledah," tegasnya.

Selain itu, di menegaskan bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK perlu menelusuri para transkasi para auditor BPK. "Bukan oknumnya saja, keluarganya, anak istri atau orang terdekatnya," tegasnya.

Pada persidangan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (8/5/2024) lalu, mulanya jaksa menanyakan soal auditor BPK yang selama ini memeriksa keungan Kementan sebelum predikat WTP diberikan. 

Hermanto lalu mengaku kenal dengan auditor bernama Victor dan Haerul Saleh. Victor diduga adalah auditor BPK yang melakukan pemeriksaan langsung di Kementan. Sementara Haerul Saleh adalah Ketua Akuntan Keuangan Negara IV atau atasan Victor.

Seiring berjalannya waktu mengenai pemenuhan atas permintaan auditor BPK. Dari Rp12 miliar yang diminta, hanya Rp5 miliar yang diberikan. Uang Rp5 miliar itu diberikan kepada auditor BPK usai Kementan mendapat uang dari vendor, hingga kemudian Kementan diberikan predikat WTP oleh BPK.

Atas fakta persidangan itu, Chudry menegaskan juga KPK perlu membuka penyidikan baru Victor dan Haerul Saleh itu. "Saya menduga ada perkara baru, suap dan SYL bisa kenal perkara lain lagi," tandasnya.

Sementara itu, KPK sendiri tak menutup peluang memanggil pihak lain yang namanya muncul sepanjang persidangan, termasuk auditor BPK. Apalagi, KPK masih menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Syahrul Yasin Limpo.

"Penyidikannya untuk TPPU misalnya itu kan masih berjalan. Jadi sangat mungkin kemudian tim penyidik juga memanggil nama-nama orang yang kemudian muncul dalam proses persidangan untuk menelusuri lebih jauh terkait dengan aliran uang," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri.