Kuota Internet Nadiem Makarim Rugikan Negara Rp1,5 T: PT Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Tri dan Smartfren Terlibat?


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan tengah menindaklanjuti laporan Komunitas Pemberantas Korupsi tekait dugaan pemborosan keuangan negara atas bantuan kouta internet Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun anggaran 2021 di era Menteri Nadiem Makarim sebesar Rp1,5 Triliun.
Program bantuan kuota ini diatur melalui Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2021 dan Nomor 23 Tahun 2021. Bantuan kuota diberikan selama tujuh bulan, yaitu Maret hingga Mei dan September hingga Desember 2021, dengan melibatkan lima operator seluler utama: PT Telkomsel Tbk., PT XL Axiata Tbk., PT Indosat Tbk., PT Hutchison 3 Indonesia, dan PT Smartfren Telecom Tbk.
Kasus ini berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas inefisiensi dalam penyaluran bantuan tersebut. Berdasarkan audit BPK, bantuan kuota internet dari Kemendikbudristek pada tahun anggaran 2021 tidak mencapai sasaran yang diharapkan.
Hal ini berdampak pada pemborosan anggaran yang berujung pada kerugian negara. BPK juga mencatat lemahnya sinkronisasi data penerima antara sistem Dapodik dan PDDikti, serta evaluasi manfaat program yang belum dilakukan secara menyeluruh.
Mantan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih sebenarnya sempat menyoroti hal ini pada rapat tahun 2021 lalu. "Saat rapat tahun 2021, saya mengingatkan bahwa wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) belum tercover penuh jaringan internet, sedangkan SDM guru kita juga masih belum siap, harusnya selesaikan PR ini dulu," katanya, Senin (11/11/2024) dikutip pada Rabu (11/12/2024).
Kesimpulan rapat menyebut bahwa program tersebut masih belum matang dari sisi perencanaan dan terburu-buru. "Hal itu diperburuk pemerintah tidak optimal menyediakan akses internet hingga 100% di wilayah 3T," kata Abdul yang saat ini sebagai Anggota Komisi VIII DPR RI.
Selain itu, dalam pembagian kuota tersebut dinilai tidak efisien antara pembagian Kuota Umum dan Kuota Belajar serta jumlah keseluruhan hingga berpuluh-puluh gigabytes. Jumlah kuota yang diterima oleh murid PAUD adalah 7GB, murid dasar dan menengah sebesar 10GB, pendidik PAUD hingga menengah 12GB, dan 15GB bagi mahasiswa serta dosen.
"Hasil survei saat itu 60 persen guru masih gagap teknologi informasi. Jadi ini jelas tak mengacu data dan apa gunanya survei jika hanya ditabrak dan menghabiskan anggaran," jelas Fikri.
BACA JUGA: Membongkar Keterlibatan Telkomsel, XL, Indosat di Kasus Kemendikbudristek Rp 1,5 Triliun
Sementara itu, Ketua Komunitas Pemberantas Korupsi, Darlinsah menyatakan bahwa pihaknya telah melaporkan kasus itu ke KPK pada 8 November 2024 lalu. Dia berharap agar KPK serius menanganinya.
“Kami harap KPK serius menangani perkara ini, terlebih yang kami laporkan bantuan kuota internet untuk siswa dimasa pandemi Covid-19,” harapnya, Senin (9/12/2024).
Sebagaimana data yang dihimpun KPK dari LHP BPK bahwa penyaluran bantuan kuota internet oleh Kemendikbudristek belum sepenuhnya memenuhi tujuan utamanya, dan diduga menyebabkan pemborosan uang negara cukup fantastis.
Dugaan pemborosan ini diakibatkan perencanaan yang tidak didasari analisis kebutuhan dan kajian yang memadai terhadap kebutuhan pembelajaran selama pandemi Covid-19.
Proses verifikasi dan sinkronisasi data penerima bantuan antara sistem Dapodik dan PDDikti kurang cermat, sementara evaluasi manfaat program ini untuk pembelajaran juga belum dilaksanakan secara komprehensif.
Tercatat sebanyak 31.100.463 nomor ponsel milik peserta didik dan pendidik tidak lolos verifikasi untuk menerima bantuan, sedangkan 1.430.731 nomor ponsel gagal diinjeksi bantuan kuota data internet. Selain itu, skema pemberian kuota internet belum sepenuhnya mendukung kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Kemudian ada dugaan ketidaktepatan dalam verifikasi jumlah penerima dan mekanisme pembayaran bantuan. Sebanyak 101.724 peserta didik atau pendidik teridentifikasi sebagai penerima ganda, dengan total bantuan sebesar lebih dari Rp7,7 miliar.
Ada pula 83.714 nomor ponsel yang tercatat menggunakan kuota lebih dari tiga kali, dengan nilai mencapai sekitar Rp996 juta.
Tak hanya itu, terdapat kuota data sebesar 675.590.548 GB senilai Rp1,5 triliun yang tidak terpakai dan hangus karena masa berlaku habis.
Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 yang telah diubah menjadi PP Nomor 66 Tahun 2010 mengenai pengelolaan anggaran pendidikan. Pasal 6 ayat (4) menyebutkan bahwa anggaran pendidikan seharusnya dialokasikan secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Di lain sisi, program ini juga bertentangan dengan peraturan teknis penyaluran bantuan yang diatur dalam Peraturan Sesjen Kemendikbud Nomor 23 Tahun 2021.
Hingga berita ini diterbitkan, Nadiem Makarim belum memberikan respons konfirmasi jurnalis Monitorindonesia.com. (an)
Topik:
PT Telkomsel PT XL Axiata PT Indosat PT Hutchison 3 Indonesia PT Smartfren Telecom KPK Kuota Internet Kemendikbudristek Nadiem Makarim