KPK Kinerja Buruk, kok Kepuasan Publik Tinggi?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 Januari 2025 20:11 WIB
Hasil Survei Litbang Kompas (Foto: Istimewa)
Hasil Survei Litbang Kompas (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Prof Suparji Ahmad, menyoroti Survei Litbang Kompas soal citra baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) naik signifikan dari 60,9 persen pada September 2024 menjadi 72,6 persen di Januari 2025. Sementara Kejaksaan Agung (Kejagung) Citra positifnya mencapai 70 persen.

Menurut dia, hasil survei tersebut patut didalami bahwa faktor apa yang menyebabkan citra KPK tiba-tiba naik melampaui Kejaksaan Agung itu. Soalnya yang terjadi saat ini adalah KPK terus menuai sorotan publik.

"Saya kira survei itu patut didalami kenapa bisa muncul seperti itu, indikatornya apa. Secara kan kalau dilihat kan akhir-akhir ini orang mempertanyakan kinerja KPK. Misalnya kasus Hasto saat praperadilan kan mereka gak datang sehingga sidang ditunda. Begitu pun juga pada praperadilan lainnya KPK kerap kalah," kata Prof Suparji saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Jumat (24/1/2025) malam.

Apa yang menjadi indikator sehingga citra KPK naik seperti itu, padahal kata dia, banyak kasus juga yang mangkrak di KPK. Di Kejagung, tambah dia, memang ada yang mandek tapi jauh berbeda dengan KPK.

Lantas, dia menyinggung soal kasus CSR BI yang juga kinerja KPK dipertanyakan. "Katanya sudah ada tersangka, tapi tiba-tiba diralat dan sampai mereka minta maaf. Aneh saja ada satu perkara yang diusut dan katanya sudah ada tersangka dan minta maaf juga kan," jelasnya.

Prof Suparji menilai itu seharusnya masuk dalam penilaian survei tersebut yang menjadi pembanding antara dua lembaga penegak hukum itu.

"Secara ilmiah harus ada indikatornya seperti itu, sementara kan Kejaksaan Agung menangani perkara yang kemudian tuntas sampai putusan banding pengadilan gitu. Misalnya kasus timah atau kasus-kasus yang lain. Saya kira ini menujukan bagaimana keseriusan dan kesungguhan Kejaksaan Agung yang selama 3 kali survei selalu diperingkat satu. Makanya hasil survei ini aneh," beber Prof Suparji.

"Ada fenomena apa sehingga kemudian KPK naik dari pada Kejagung? Jadi perlu ada penjelasan yang objektif tentang indikatornya itu. Faktor apa yang kemudian KPK mendapat nilai seperti itu," katanya.

Kejagung berhasil selamatkan keuangan negara triliunan rupiah

Prof Suparji menegaskan bahwa dalam penegakkan hukum, tidak hanya dinilai dari banyaknya orang dipenjarakan, tapi bagaimana lembaga penegak hukum itu berkontribusi dalam pengembalian keuangan negara hingga pemulihan aset (asset recovery).

Dengan klaim Kejagung berhasil menyelamatkan keuangan negara triliunan rupiah bagi Prof Suparji itu sebuah prestasi. "Penyelamatan keuangan negara oleh Kejagung lebih banyak dibanding KPK kok. Seharusnya survei juga berpatokan dengan itu. Soal penegakkan hukum itu kan tidak hanya pada indikator berhasilnya memenjarakan orang, tapi bagaimana kemudian bisa menyelamatkan keuangan negara atau aset-aset negara kan," jelas Prof Suparji.

Prof Suparji Yakin Penetapan Johnny G Plate Tersangka Korupsi Bukan Kirminalisasi, Ini Alasannya
Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Prof Suparji Ahmad (Foto: Dok MI)

"Jadi kalau Kejagung sudah berhasil mengembalikan dana dari proses penegakkan hukum dalam arti mengembalikan uang negara itu adalah suatu prestasi," timpalnya.

Prof Suparji pun berharap kedua lembaga tersebut terus menunjukkan prestasinya dan mendukung asta cita Presiden Prabowo Subianto. "Jaksa Agung terus menunjukkan kinerja yang sangat baik tentunya ditingkatkan terus menerus sehingga membantu Presiden untuk menjalankan mewujudkan Asta Citanya. Dia dua periode artinya Prabowo percaya dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Saya kira Jaksa Agung sekarang berani ya, tidak diskriminatif juga ya," katanya.

Demikian juga KPK, tegas dia, diharapkan seperti itu, membatu asta cita Presiden. "Profesionalnya juga tetap terjaga bekerja secara prosedural tidak ada celah adanya praperadilan dalam proses penetapan tersangka korupsi," katanya lagi.

Di lain sisi, KPK dan Kejagung dapat bekerja sama dalam mengusut kasus dugaan rasuah. "Keduanya juga bisa berkolaborasi kok antara KPK dan Kejagung dalam hal supervisi," pungkas Prof Suparji.

3 bulan terakhir Kejagung, bagaimana KPK?

Dalam tiga bulan terakhir, sejumlah upaya penegakan hukum dilakukan Kejagung. Akhir Oktober 2024, Kejagung menangkap bekas pejabat MA, Zarof Ricar, dalam kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur. 

Penangkapan ini membuka pandora praktik pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya. Pada awal Januari 2025, Kejagung juga menetapkan lima korporasi yang terlibat dalam  korupsi tata niaga timah periode 2015-2022.

Terakhir, KPK menjadi lembaga hukum yang terekam paling tinggi citra positifnya dibandingkan dengan lembaga hukum lainnya meskipun angka kepuasan publik pada kinerja lembaga ini masih tercatat di angka 68,5 persen. Citra KPK yang kini di angka 72,6 persen juga lebih tinggi  dari hasil survei Juni 2024, yakni 56,1 persen.

Sebagaimana Kejagung, KPK juga gencar mengungkap korupsi. Salah satunya, penangkapan terkait dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru, Riau, pada awal Desember 2024. 

Penjabat Wali Kota Pekanbaru dan Sekretaris Daerah Pekanbaru ditetapkan sebagai tersangka. KPK juga mengungkap penyimpangan dana investasi fiktif dari keuangan PT Taspen yang melibatkan bekas Direktur Utama PT Taspen.

Survei Litbang Kompas

Survei Litbang Kompas menemukan citra baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) naik signifikan dari 60,9 persen pada September 2024 menjadi 72,6 persen di Januari 2025.

Tren kenaikan persepsi baik publik terhadap KPK ini, bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan sembilan lembaga lainnya, yaitu TNI, Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu, menyebut naiknya citra baik KPK tidak lepas dari kontribusi kepemimpinan baru. “Kenaikan KPK kan relatif signifikan ya, sekitar 11 persen dari September ke Januari, tentu 3 bulan terakhir ini kita tahu KPK terbentuk pimpinan baru, Dewan Pengawas baru terbentuk, tentu ketika ada personel baru, ada harapan baru di situ,” kata Yohan.

Selain itu, kata dia, persepsi baik publik terhadap KPK juga diberikan atas dasar kasus-kasus yang ditangani dalam tiga bulan terakhir.

“Pada saat tiga bulan terakhir ini pengungkapan kasus-kasus yang cukup menyita perhatian publik, Harun Masiku misalnya, bahkan kemarin Bupati Situbondo ditetapkan tersangka oleh KPK. Saya pikir itu menjadi referensi dan pertimbangan responden ketika menjawab tentang KPK ya,” ujarnya.

“Ini kan ada kenaikan ya dari 65,9 persen, 60,9 persen, 72,4 persen. 56,9 persen menurut saya memang rendah untuk KPK ketika pascarevisi Undang-Undang KPK 2019. KPK memang turun drastis tingkat keyakinan publik dan tingkat citranya di hadapan publik ya,” lanjutnya.

Yohan menyampaikan citra KPK perlahan naik meskipun lembaga antirasuah ketika itu dipimpin oleh Firli Bahuri. Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas untuk tingkat kepuasan dan citra baik, urutan teratas dicapai oleh TNI dengan 94,2 persen.

Posisi kedua untuk tingkat kepuasan dan citra baik ditempati oleh Bawaslu 81,6 persen. Di posisi ketiga ada KPU dengan 80,3 persen. Kemudian DPD 73,6 persen, KPK 72,6 persen, Kejaksaan Agung 70 persen, dan Mahkamah Konstitusi 69,1 persen.

Sementara tingkat kepuasan dan citra baik Mahkamah Agung 69 persen, disusul DPR 67 persen, dan Polri 65,7 persen.

Survei Litbang Kompas untuk tingkat kepuasan dan keyakinan terhadap 100 hari Pemerintahan Prabowo dan Gibran dilakukan melalui wawancara tatap muka pada 4 – 10 Januari 2025.

Survei melibatkan 1.000 responden secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi Indonesia.

Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error penelitian kurang lebih 3,10 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Kendati demikian, kesalahan di luar pemilihan sampel mungkin terjadi.

Survei tingkat kepuasan dan keyakinan terhadap 100 hari pemerintahan Prabowo dan Gibran dibiayai sepenuhnya oleh Harian Kompas (PT Kompas Media Nusantara).

KPK 2024 'di Jalur Lelet': Deret Kasus Korupsi Mangkrak. Selengkapnya di sini

(wan)

Topik:

Kejagung KPK Litbang Kompas