CERI Bantah Jaksa Agung Bahwa Oplos atau Blending BBM Bukan Kebijakan Pertamina

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 9 Maret 2025 10:47 WIB
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman (Foto: Ist)
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menanggapi pernyataan Jaksa Agung, Sanitiar Burhanudin, yang menyebutkan bahwa kegiatan pengoplosan atau blending bahan bakar minyak (BBM) bukanlah kebijakan Pertamina. 

CERI melalui Direktur Eksekutifnya, Yusri Usman, menegaskan bahwa pengoplosan BBM masih terus dilakukan oleh PT Orbit Terminal Merak (OTM), yang bekerja sama dengan Direktorat Pertamina Pemasaran dan Niaga (PPN).

"Berdasarkan data dari salinan dokumen yang kami duga merupakan dokumen kontrak yang sudah diamandemen sejak 22 Agustus 2014 hingga November 2017 antara PT Orbit Terminal Merak (OTM) dengan Direktorat Pertamina Pemasaran dan Niaga (Persero) (PPN), kami menduga bahwa proses pengoplosan atau blending BBM masih dilakukan di Terminal BBM PT OTM hingga saat ini, jika oplos dilarang dipastikan BBM Pertalite dan lainnya akan mengalami kelangkaan di SPBU " tutur Yusri, Minggu (9/3/2025). 
 
Yusri juga menambahkan, CERI dengan tegas membantah pernyataan Jaksa Agung ketika didampingi Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri pada Kamis (6/3/2025) di hadapan awak media, yang menyebutkan bahwa pengoplosan adalah kegiatan oknum dan bukan bagian dari kebijakan Pertamina secara korporasi. 
 
"Sebab, kami juga mendapatkan salinan dari yang kami duga Perjanjian Jasa Penerimaan, Penyimpanan dan Penyerahan BBM di Terminal BBM PT OTM  tertanggal 22 Agustus 2014 yaitu Perjanjian Nomor : 024/FOOOOO/2014 -S0 antara Direktur PT Pertamina Pemasaran dan Niaga (Persero) (PPN) yang diwakili Hanung Budya dan Presiden Direktur PT Terminal Orbit Merak (OTM) Gading Ramadhan Joedo," ujar Yusri. 
 
Yusri menjelaskan, penandatanganan perjanjian itu tak lama setelah Mochamad Riza Chalid mengambil alih seluruh kepemilikan terminal BBM dari Oil Tanking Deuthschland dan kemudian merubahnya menjadi PT Orbit Terminal Merak. Aksi korporasi Riza ini, rupanya setelah Riza dapat kepastian Pertamina sepakat menggunakan semua fasilitas Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) di Merak.
 
"Kemudian, di dalam draf yang diduga merupakan draf amandemen perjanjian itu disebutkan berdasarkan notulen rapat negosiasi antara PPN dengan OTM pada 1 Juli 2015, dinyatakan bahwa Para Pihak sepakat melakukan perubahan atas beberapa ketentuan dalam perjanjian, antara lain mengenai Minimum Thruput, Jenis Produk Yang Disimpan, Tarif Thruput Fee, Losses dan mata uang pembayaran," ungkap Yusri. 
 
Lebih lanjut, Yusri juga menyampaikan bahwa perjanjian itu dilanjutkan dengan menandatangani kesepakatan untuk pembayaran sebagian atas Thruput jasa penerimaan, penyimpanan dan penyerahan BBM di Terminal BBM PT OTM yang dituangkan dalam perjanjian nomor 101/F00000/2016-SO tanggal 19 Desember 2016, dilanjutkan lagi dengan kesepakatan kedua yang bernomor 031/FOOOOO/2017/2017-SO tertanggal 20 Juni 2017 yang telah disepakati oleh Para Pihak.
 
"Kemudian ada lagi amandemen yang ditanda tangani pada November 2017 oleh Direktur PT Pertamina Pemasaran & Niaga Muchammad Iskandar dengan Presiden Direktur PT OTM Gading Ramadhan Joedo," ujar Yusri. 

Yusri membeberkan, Amandemen tahun 2017 tersebut menambah ketentuan Pasal 13 menjadi berbunyi, "Pembayaran Thruput fee sebagaimana diatur pada ayat (2) Pasal ini belum termasuk jasa kegiatan, termasuk tetapi tidak terbatas pada in-tank blending, injection additive/dyes dan analisa sampling (secara Bersama-sama selanjutnya disebut sebagai Pekerjaan Tambahan); dan Para Pihak sepakat dengan ketentuan pembayaran atas Pekerjaan Tambahan tersebut sebagaimana diuraikan pada tabel berikut:
 
A. Pekerjaan Tambahan per Bulan Yang Tidak dikenakan Biaya:

Pekerjaan Tambahan dan Tarif

in- tank blending 2500 KL  per bulan
injection additive/dyes 2000 Liter perbulan
Analisa Sampling 15 Sample per Bulan
 
B. Pekerjaan Tambahan per Bulan yang Dikenakan Biaya Apabilan Melebihi Ketentuan Butir a di atas:

Pekerjaan Tambahan dan Tarif

in- tank blending $1.5 / KL
injection additive/dyes $0.5 / L
Analisa Sampling $600 / sampel
Sampai dengan 60 sample/bulan. Namun demikian, kebutuhan Analisa sample jika melebihi 60 sampel / bulan akan dikenakan biaya sebesar Rp 3.500.000 per sampel.
 
"Selain hal di atas, kami menjadi sangat heran setelah menelisik Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu atas Pengadaan Minyak Mentah dan Produk Kilang Tahun 2018 sampai dengan Semester 1 Tahun 2021 pada PT Pertamina (Persero), Subholding dan Instansi terkait lainnya  oleh BPK RI sebanyak 184 halaman beserta lampirannya," papar Yusri. 
 
Kata dia, keheranan itu karena di sana CERI tidak menemukan sedikit pun disinggung adanya temuan dalam pelaksanaan kontrak penggunaan TBBM PT Orbit Terminal Merak dengan Subholding Pertamina Patra Niaga. 
 
"Padahal seingat kami, mantan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam testimoninya telah mensinyalir adanya oknum di BPK  yang diduga terlibat dalam penyimpangan dalam pengadaan minyak mentah dan produk kilang serta LPG setidaknya untuk periode 2018 - 2023," jelasnya. 
 
Menurut Yusri, laporan BPK mengungkap banyak temuan terkait fungsi Integrated Supply Chain (ISC), yang sejak 2015 hingga 2020 menjadi pusat seluruh pengadaan minyak mentah, BBM, dan LPG. Namun, fungsi ini kemudian disentralisasikan, dengan pengadaan BBM dan LPG dialihkan ke Subholding PT Pertamina Patra Niaga, sedangkan pengadaan minyak mentah ditangani oleh Subholding PT Kilang Pertamina International.
 
"Sebelumnya, CERI pada Kamis (6/3/2025) telah mengirim surat elektronik kepada Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung di mana kami berharap Kejaksaan Agung menjelaskan beberapa pernyataan Jaksa Agung dan Jampidsus yang kontroversial dan membuat masyarakat kebingungan memahami penjelasan Kejagung yang membuat kasus Pertamina ini justru semakin tidak jelas.  Semisal narasi yang mengatakan pengoplosan atau blending BBM itu hanya pada periode 2018 hingga 2023 saja. Namun kemudian muncul angka kerugian hampir mencapai Rp 1 kuadriliun," kata Yusri. 
 
Ia mengungkapkan, sangat tak masuk akal, sebab hingga hari ini proses pengoplosan atau blending tetap berlangsung baik terhadap minyak mentah sebelum diolah masuk ke kilang, maupun terhadap produk kilang berupa BBM. 

"Jadi jika ada narasi sekarang tidak ada blending atau pengoplosan menurut hemat kami  itu adalah pernyataan yang menyesatkan. Termasuk pernyataan kontroversi Jampidsus Febri Ardiansyah yang menyatakan Erick Thohir dan Boy Thohir tidak terlibat padahal belum banyak saksi-saksi penting diperiksa oleh penyidik Pidsus Kejagung," tambahnya.

Lantaran, imbuh Yusri, konon kabarnya beredar informasi di kalangan pengusaha migas bahwa pada sekitar tahun 2022 ada pertemuan di rumah Ricardo Galael antara Ahok dengan Boy Tohir diharapkan bisa membuka kotak pandora siapa otak pelaku di belakang 9 orang tersangka saat ini.
 
Padahal, kata Yusri, pengoplosan atau blending BBM dan minyak mentah tidak melanggar peraturan apapun termasuk Tata Kerja Operasi (TKO) Pertamina sepanjang proses pengoplosannya dilakukan di kilang atau di  fasilitas TBBM yang memiliki izin pengolahan dan hasil produksi BBM nya harus sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM.
 
"Adapun kerugian Negara sejumlah hampir Rp 1 kuadriliun, juga tidak masuk akal karena setara sekitar 80% dari penerimaan Pertamina Holding sepanjang tahun 2024 sebesar USD 75 Miliar atau setara Rp 1.237,5 Triliun (kurs Rp 16.500)," beber Yusri. 
 
Yusri menegaskan bahwa, berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, hanya BPK dan BPKP yang berwenang menghitung kerugian negara, termasuk yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi. "Apakah angka kerugian yang hampir Rp 1 kuadriliun yang disebut Kejagung itu merupakan hasil  audit BPK atau BPKP?," tanya Yusri. 
 
Selain itu, pada Sabtu (8/3/2025) pagi, CERI menerima kabar menggembirakan dari seorang wartawan senior. Menurut informasi tersebut, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan kepada Direktur Utama Pertamina. Dalam pesannya, Presiden menekankan bahwa dengan adanya temuan dugaan korupsi dalam pengadaan minyak di Pertamina yang diungkap oleh Kejagung, Pertamina harus segera melakukan pembenahan. Pertamina juga diminta untuk memastikan bahwa seluruh proses bisnisnya berjalan secara transparan dan sesuai dengan prinsip good corporate governance (GCG).
 
"Sudah pasti keinginan Presiden tujuan akhirnya bisa membuat produk BBM Pertamina semakin berkualitas, efisien, dan tersedia di seluruh pelosok serta rakyat bisa menikmati BBM dengan harga lebih murah. Jika tidak, percumaaaa saja penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejagung," tutup Yusri.

Topik:

ceri jaksa-agung bbm pengoplosan-bbm pertamina