KPK Periksa Andi Tanu Wijaya dari Swasta soal Korupsi LPEI

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 April 2025 15:02 WIB
LPEI (Foto: Dok MI)
LPEI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Andi Tanu Wijaya (ATW) dari swasta untuk diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Kamis (17/5/2025).

KPK juga memeriksa mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARB) pada LPEI Indira Ayuni Saraswati (IAS), mantan Kepala Divisi ARB pada LPEI Maryani Saswidyanti (MYS), penilai dari Kantor Jasa Penilai Publik Abdullah Fitriantoro (AF), serta pensiunan LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Arif Setiawan (AS).

Mereka dipanggil sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. "Saksi yang dipanggil atas nama IAS, MYS, AF, ATW, DW, dan AS," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto.

Sebelumnya, KPK telah memeriksa mantan Staf Khusus Bidang Ekonomi Era Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Arif Budimanta, sebagai saksi kasus tersebut. Arif diperiksa KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (14/4).

Selain itu, KPK telah memanggil mantan Wakil Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) Purwiyanto dan Komisaris Utama PT Mentari Agung Jaya Usaha Yulrisman Djamal pada Selasa (15/4).

Kemudian pada Rabu (16/4), KPK memanggil mantan Relationship Manager LPEI Irvansyah Setiadi, Direktur Utama PT Graha Cipta Bangko Jaya Nandang Suganda, dan pemilik Grup BJU Hendarto.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit LPEI, masing-masing dua orang dari LPEI dan tiga orang dari pihak debitur PT Petro Energy.

Dua orang tersangka dari LPEI adalah Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan.

Tiga orang tersangka dari pihak debitur PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.

Kasus korupsi tersebut bermula dari terjadinya benturan kepentingan antara Direktur LPEI dan debitur dari PT PE, yakni dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah pemberian kredit.

Direktur LPEI lantas tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai dengan MAP, dan tetap memerintahkan bawahannya untuk memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

PT PE juga diduga memalsukan dokumen purchase order (pesanan pembelian) dan invoice (faktur) yang mendasari pencairan fisik. Pemberian kredit tersebut lantas mengakibatkan kerugian bagi negara sebanyak 18,07 juta dolar AS dan Rp594,144 miliar.

Topik:

KPK LPEI