Dugaan Korupsi Lelang Saham PT GBU Rugikan Negara Rp 9,7 T Naik Penyelidikan, KPK segera Periksa Jampidsus Febrie Adriansyah?

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 6 Mei 2025 16:46 WIB
Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah (Foto: Dok MI/Net/Ist)
Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah (Foto: Dok MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Tambang (KSST) mengapresiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah meningkatkan status kasus dugaan korupsi lelang saham PT Gunung Bara Utama (GBU) asset milik terpidana kasus rasuah Jiwasraya, Heru Hidayat ke tahap penyelidikan.

Kasus yang diduga merugikan negara Rp 9,7 triliun itu disebut-sebut melibatkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah. 

"Hal ini mengkonfirmasi KPK sudah memiliki alat bukti lebih dari cukup," kata Koordinator KSST, Ronald Loblobly, usai bertemu penyidik KPK di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta, bersama-sama Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW, Selasa (6/5/2025).

Menurut Ronald Loblobly, dugaan korupsi lelang PT GBU berlangsung dengan sangat  vulgar, sehingga pembuktiannya tidaklah terlalu sulit. Nilai keekonomian 1 paket saham PT GBU sebesar Rp12,5 triliun itu dilelang hanya dengan nilai sebesar Rp1,945 triliun, melalui proses yang penuh rekayasa. 

Publik dan negara ditipu seolah-olah pelaksanaan dua kali lelang tidak ada peminatnya. Hal ini sebagai modus kejahatan untuk memberi legitimasi praktek  merendahkan nilai limit lelang (mark down). 

Lelang pertama tanggal 21 Desember 2022 harga limit  telah dimark down dari Rp12,5 triliun menjadi sebesar Rp 3,488 triliun. Diduga lelang memang disetting untuk gagal, dengan dalih tidak ada peminatnya. 

Selanjutnya dilaksanakan lelang ulang, dengan harga limit kembali dimark down menjadi sebesar Rp 1,945 triliun, dengan disetting peserta lelang tunggal, yakni hanya PT Indobara Utama Mandiri yang menyampaikan penawaran. 

Pada tanggal 8 Juni 2023, Kejagung mengumumkan PT Indobara Utama Mandiri sebagai Pemenang  Lelang 1 paket saham PT GBU dengan harga sesuai limit harga lelang yakni sebesar sebesar Rp 1,945 triliun dengan pembiyaan diketahui bersumber pinjaman dari lembaga perbankan milik BUMN dalam hal ini  PT Bank BNI Tbk Cabang Menteng, dengan nilai pagu kredit sebesar Rp 2,4 triliun.  

PT GBU memiliki cadangan resources 372 juta MT, dengan total reserves sebanyak 101.88 juta MT yang didukung fasilitas infra struktur hauling road, berdasarkan Laporan Keuangan, Audited KAP Anwar & Rekan per-31 Desember 2018 bernilai Rp 1,770 triliun. 

Nilai fasilitas pertambangan dan infra struktur bertambah besar, lantaran pada tanggal 5 Juli 2019, Adaro Capital Limited memberikan pinjaman dana sebesar Usd 100 juta dan/atau setara Rp 1,4 triliun kepada PT GBU melalui PT Trada Alam Mineral Tbk (TRAM) untuk membangun jalan hauling dari PT GBU menuju wilayah kerja tambang milik Adaro Group. 

Sebagai pembanding, PT Indika Energy Tbk melepas 100% saham  anak usahanya PT Tambangjaya Utama (MTU) terjual seharga USD 218 juta atau setara Rp 3,4 triliun. 

Padahal total reserves PT MTU  hanya sebanyak 25 juta MT, dengan kalori relatif sama dengan PT Gunung Bara Utama. Dengan demikian adalah tidak logis apabila didalilkan PT Gunung Bara Utama yang memiliki total reserves sebanyak 100 juta MT dengan kualitas infra struktur jauh lebih baik dari  PT MTU hanya laku Rp 1,945 triliun.

PT Indobara Utama Mandiri diduga sengaja didirikan untuk dipersiapkan sebagai pemenang lelang PT GBU pada tanggal 09 Desember 2022 oleh Andrew Hidayat, mantan Terpidana kasus korupsi suap pemilik PT MMS Group Indonesia  pemegang saham perusahaan tambang batubara PT Multi Harapan Utama dan  PT Indotama Semesta Manunggal. 

Sepuluh hari setelah didirikan yakni pada tanggal 19 Desember 2022, dilaksanakanlah penjelasan lelang (aanwijzing) lelang barang rampasan dan sita eksekusi perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang atas nama terpidana Heru Hidayat di Aula Kejaksaaan Tinggi Provinsi Kalimantan Timur. 

Selanjutnya, Andrew Hidayat menunjuk sejumlah nominee  atau boneka yang tidak memenuhi kualifikasi dari aspek personality dan party untuk duduk selaku direksi, komisaris, pemegang saham  di perseroan dengan diatasnamakan PT MPN dan PT SSH Nominee VN, yang menjabat sebagai pemegang saham 99,9%  PT MPN dan PT SSH misalnya, berdasarkan Laporan Pajak Pribadi tahun 2022, hanya memiliki harta kekayaan sebesar Rp. 137 juta, dan mempunyai hutang kredit sebuah sepeda motor seharga  Rp 20 juta. 

VN memiliki hubungan dekat dengan Andrew Hidayat. Ayah VN bernama RN puluhan tahun berkerja sebagai Satpam pada keluarga Andrew Hidayat. 

Pada tahun 2015, VN tercatat menjadi nominee Andrew Hidayat dalam skandal Panama Papers, sebagaimana list pada urutan nomor 975. Andrew Hidayat, YS, BSS bersama-sama RBT dan HM, tersangka korupsi Tata Niaga Timah adalah pemilik PT MHU.

Appraisal diduga fiktif

Agar mekanisme  penetapan nilai limit lelang terkesan sesuai regulasi, digunakan appraisal dari 2 Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yakni  KJPP Syarif Endang & Rekan dan KJPP Tri Santi &  Rekan, yang ternyata “fiktip.

KJPP Tri Santi & Rekan tidak memiliki kapabilitas dan pengalaman dalam membuat appraisal tambang. 

Hal ini tergambar dari rekaman jejak data klien KJPP Tri Santi & Rekan sepanjang  tahun 2023-2024, tidak satu pun yang terkait dengan tambang. KJPP ini hanya berpengalaman membuat appraisal perusahaan perdagangan umum seperti antara lain PT Indotruck Utama, Indojaya Tata Lestari, PT Indomobil Sukses Internasional Tbk, PT Wahana Rejeki Mobilindo Cire, PT Indomatsumoto Press & Dies Industri, PT Rodamas Makmur Motor. 

Malahan apabila mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik, KJPP  Tri Santi & Rekan diduga tidak memiliki kewenangan untuk membuat appraisal tambang. 

“KPK harus menelisik siapa sebenarnya yang memesan KJPP  Tri Santi & Rekan  yang tidak memiliki kapabilitas tersebut untuk membuat appraisal saham PT. GBU, yang bergerak dalam bidang pertambangan batubara," kata Sugeng Teguh Santoso.

Penilaian atas barang lelang, diduga tidak mengacu pada ketentuan Pasal  47  Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tanggal 22 Desember 2020, dan pasal 21 Vendu Reglement Staatsblad tahun 1908 No. 189 dimana harus dibuat oleh penilai independent (independent appraisal), dengan berpedoman menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI), dan mengenai dasar penilaian adalah mengacu pada nilai pasar, yang mengacu pada  Perlakuan Akutansi Aset Eksplorasi dan Evaluasi menurut Pernyataan Standar Akutansi Keuangan dan International Financial Reporting Standart (IFRS).

Sesuai ketentuan Pasal  47  Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tanggal 22 Desember 2020, harga limit barang lelang ditentukan oleh penjual dalam hal ini Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung, Syaifudin Tagamal, yang harus mendapat persetujuan dari Jampidsus Febrie Adriansyah, yang merupakan orang yang bertanggungjawab yang memenuhi unsur barang siapa yang melakukan dugaan tindak pidana, selain pejabat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DKJN) dan/atau  Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Samarinda apabila ternyata dikemudian hari ternyata terdapat tindak pidana korupsi dalam lelang tersebut. 

“Jampidsus Febrie Adriansyah tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab dengan membangun dalih, bahwa lelang merupakan kewenangan  PPA Kejagung RI. Sebab, Febrie Adriansyah sudah melakukan penyidikan kasus korupsi Jiwasraya secara mendalam sejak menjabat sebagai Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung."

"Sehingga telah memahami  nilai keekonomian tambang batubara PT. GBU sebenarnyan berkisar lebih dari Rp.12 Triliun. KPK perlu mendalami dugaan adanya hubungan istimewa tertentu antara Jampidsus Febrie Adransyah dengan pengusaha Andrew Hidayat dalam kasus ini, yang ujungnya terafiliasi dengan  kelompok perusahaan Adaro milik Boy Tohir," jelasnya.

Terlebih-lebih usai tambang batubara PT GBU jatuh ke tangan kelompok Adaro Group, Febrie Adriansyah selaku Jampidsus Kejagung RI diketahui telah menaikan status penyelidikan ke tahap penyidikan dugaan korupsi Tata Kelola Tambang Batubara terhadap perusahaan tambang batubara, yang terletak di Kutai Barat termasuk yang ada di sekitar konsesi PT Gunung Bara Utama, yakni:

(1) PT Manoor Bulatn Lestari

(2) PT Energi Batu Hitam

(3) PT Sumber Bara Jaya

(4) PT Bumi Enggang Khatulistiwa

(5) PT Farhan Fadilah Lestari

(6) PT Jatra Mitra Usaha

Namun kegiatan penyidikan tersebut tidak ada tindak lanjut, diduga disimpangkan untuk kepentingan perluasan Kawasan penambangan PT GBU.

PPA Kejagung dan Jampidsus Kejaksaan Agung RI dinilai gegabah menyerahkan  Barang milik negara berupa batubara yang masih berada dalam perut bumi dan iup untuk diberikan kepada  PT Indobara Utama Mandiri, perusahaan yang tidak memiliki kapasitas, karena  baru lahir enam bulan sebelum lelang. Serta tidak memenuhi syarat-syarat dari  aspek teknis, administrative, finansial, lingkungan. 

Terlebih-lebih terdapat fakta PT Indobara Utama Mandiri membayar lelang menggunakan uang  negara dan/atau BUMN dalam hal ini PT Bank BNI (Persero) Tbk.

PT GBU diminat Adaro Group

Kelompok Adaro Group sangat berkepentingan untuk bermitra atau “mencaplok” PT GBU di balik peminjaman dana USD 100 juta. Lantaran memiliki potential target membawa batubara melewati jalan hauling PT GBU sebanyak 600.000.000 MT, batubara yang bersumber dar PT Maruwai Coal, PT Laung Tuhup Coal, PT Jangkat Jaya, PT Panca Prima Mining dan PT Bumi Artha Kutai Jaya. 

Nilai total pembiayaan fasilitas pertambangan dan infra struktur milik PT. GBU adalah sebesar Rp 3,170 triliun.

Kapasitas PT GBU dalam bisnis logistik tambang dan/atau  Hauling Road sepanjang  64 Km dapat dilalui Double Trailer 160 T, mampu mencapai sebanyak  20.000.000 MT per tahun.

Antara lain batubara yang berasal dari PT. GBU (PT Delta Samudra, PT Berkat Bara Jaya d/h  PT Cipta Wahana Artha, dan PT Batu Kaya Energi). 

Lalu batubara berasal dari konsesi PT Manoor Bulatn Lestari, PT Citra Dayak Indah, dan PT Firman Ketaung Perkasa. 

Dengan asumsi jumlah batubara perusahan-perusahaan yang  memakai  fasilitas pertambangan dan infra struktur da/atau  Hauling Road sepanjang 64 Km dan Jetty sebanyak 20 juta MT, dengan tarif fee sebesar Rp 123.000 per MT maka secara bisnis PT GBU berpotensi mampu mendapatkan  tambahan pendapatan sebesar Rp. 2,460 triliun.  

Merujuk pada fakta ini tidak logis apabila didalilkan Kejaksaan lelang saham PT GBU tidak ada peminatnya.

Berdasarkan total reserves ditambah pendapatan hasil bisnis infrastruktur dan logistik tambang, nilai limit harga  lelang 1 paket saham PT GBU yang memiliki modal dasar Rp 6,5 triliun itu sesuai harga pasar sedikitnya berkisar sebesar Rp12,5 triliun. 

Sedangkan Kajari Kabupaten Kutai Barat, Bayu Pramesti saat melakukan penyitaan asset di lapangan pada tanggal 15 Mei 2023 menyebutkan nilai aset PT GBU sebesar Rp 10 triliun.

“Berdasarkan fakta-fakta tersebut cukup alasan menurut hukum terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang dan/atau persekongkolan  jahat dan/atau permufakatan jahat untuk menjadikan  PT Indobara Utama Mandiri, sebagai pemenang lelang, yang merugikan negara sebesar Rp 9,7 triliun."

"Sekaligus telah memperkaya Andrew Hidayat, Yoga Susilo, dan Budi Santoso Simin selaku  pemilik manfaat  PT Indobara Utama Mandiri yang sebenarnya. KPK berwenang memeriksa Jampidsus Febrie Adriansyah tanpa membutuhkan ijin Jaksa Agung," imbuh Ronald.

Topik:

KPK Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah