PDIP Tegaskan Hasto Tak Terlibat Suap, Semua Dana dari Harun Masiku

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 26 Mei 2025 11:46 WIB
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam sidang di Tipilor. (ist)
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam sidang di Tipilor. (ist)

Jakarta, MI - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai persidangan yang menjerat Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai bentuk "daur ulang" perkara lama yang sejatinya sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh politikus PDIP Guntur Romli dalam konferensi pers di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025). 

"Setelah beberapa kali persidangan, kami melihat tidak ada fakta hukum baru yang muncul. Penyidikan ini hanya mengulang kembali perkara yang sudah diputus pengadilan pada 2020," ujar Guntur.

Ia merujuk pada dua putusan pengadilan, yakni Nomor 18 dan Nomor 28 Tahun 2020, yang telah menjatuhkan vonis kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, serta kader PDIP Saeful Bahri dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019–2024.

"Semua saksi yang dihadirkan dalam sidang Hasto menyampaikan hal yang sama seperti dalam persidangan sebelumnya. Tidak ada fakta baru," katanya. 

Saeful Bahri, yang sebelumnya divonis 18 bulan penjara, menurut Guntur menjadi saksi kunci yang justru menguatkan bahwa tuduhan terhadap Hasto tidak berdasar.

Guntur juga menyoroti adanya dugaan intimidasi terhadap saksi serta manipulasi dokumen hukum.

Ia menyebut bahwa Saeful Bahri diminta kembali menandatangani Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) tertanggal 8 Januari 2020, namun tanggalnya diubah menjadi 25 Februari 2025. 

"Ini adalah bentuk penyelundupan fakta-fakta hukum," tegas Guntur.

Lebih jauh, ia membantah tudingan obstruction of justice yang diarahkan kepada Hasto. 

"Tidak ada bukti adanya perintah penenggelaman HP," ucapnya, merespons narasi yang sempat berkembang di ruang publik. Menurut Guntur, keterangan dari saksi Nur Hasan justru menyebut bahwa dua orang berbadan tegaplah yang memerintahkan penenggelaman HP, bukan Hasto.

Ia juga meluruskan istilah "tenggelamkan" yang ditujukan kepada staf Hasto, Kusnadi. "Itu bukan merujuk pada HP, tapi pada pakaian setelah larung sial. Jadi konteksnya berbeda," ungkapnya.

Terkait dakwaan suap, DPP PDIP menyatakan tidak ada perintah dari Hasto kepada siapa pun untuk memberikan suap kepada penyelenggara pemilu. "Semua dana berasal dari Harun Masiku, bukan dari Hasto," jelas Guntur.

Menurutnya, hal ini diperkuat oleh kesaksian Saeful Bahri yang menyatakan bahwa skenario penyuapan ke KPU dirancang oleh dirinya bersama Doni Tri Istikoma.

 “Uang Rp400 juta awal itu juga dari Harun Masiku, dan total Rp1,25 miliar juga dari Harun Masiku. Itu sudah ditegaskan secara langsung oleh Saeful Bahri," tutup Guntur.

 

 

 

Topik:

Tipikor Hukum Hasto Kristiyanto