Daftar 13 Orang yang Dicegah ke Luar Negeri soal Korupsi EDC BRI


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencegah 13 orang ke luar negeri ihwal kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Pencegahan diajukan KPK melalui Direktorat Jenderal Imigrasi pada 26 Juni 2025. Status pencegahan aktif pada 27 Juni 2025.
"Dalam perkara BRI ini, 13 orang telah dilakukan pencegahan ke luar negeri. Status (pencegahan ke luar negeri) aktif sejak 27 Juni," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Selasa (1/7/2025).
Kendati begitu, Budi tidak menyebutkan identitas dari 13 orang yang dicegah ke luar negeri itu.
Sementara informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, 13 orang yang dicegah itu berinisial CBH; IU; DS; MI; AJ; IS; AWS; IP; KS; ELV; NI; RSK; dan SRD.
CBH diduga pada mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto. Sementara IU diduga Indra Utoyo yang kini menjabat Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk.
Indra Utoyo sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur Digital dan Teknologi Informasi pada bank plat merah yang kini tersangkut korupsi itu. Budi mengatakan upaya pencegahan ke luar negeri dilakukan untuk memastikan penanganan perkara oleh KPK berjalan secara efektif.
"Sehingga tentunya penanganan perkara ini juga akan mendukung upaya perbaikan dan peningkatan pada sektor keuangan ataupun perekonomian nasional," jelasnya.
Negara rugi Rp 700 miliar
Kasus dugaan rasuah ini merugikan negara sekitar Rp700 miliar. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menyatakan bahwa jumlah itu merupakan 30 persen dari pengadaan proyek senilai Rp2,1 triliun yang berlangsung pada periode 2020–2024.
“Dalam perkara dengan tempus 2020-2024 ini, dengan nilai anggaran pengadaan sejumlah Rp2,1 triliun, hitungan dari tim penyidik diduga total kerugian negaranya mencapai sekitar Rp700 miliar atau sekitar 30 persen dari nilai anggaran dalam pengadaan mesin EDC tersebut,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (1/7/2025).
KPK memastikan kerugian tersebut bukan berasal dari suap atau gratifikasi, melainkan murni dari kerugian keuangan negara. Meskipun demikian, Budi menyebut angka itu masih bersifat sementara dan masih mungkin bertambah seiring proses penyidikan yang masih berjalan.
Telebih, KPK juga menggandeng BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), serta pihak lainnya dalam perhitungan kerugian negara tersebut. “Hitungan sementara dari tim penyidik dan masih terbuka kemungkinan untuk kemudian nanti angkanya bertambah,” kata Budi.
KPK juga telah mencegah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri karena keberadaan mereka dibutuhkan dalam penyidikan kasus. Budi menyebut sejumlah orang tersebut di antaranya berasal dari lingkungan BRI.
“Keterangannya dibutuhkan dalam proses penyidikan, sehingga harapannya nanti juga pihak-pihak terkait bisa kooperatif memberikan informasi dan keterangannya yang dibutuhkan oleh penyidik,” lanjutnya.
Budi mengatakan saat ini KPK masih terus melakukan pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait. “Upaya-upaya penyidikan masih terus dilakukan dan tentunya nanti jika sudah cukup, kami akan sampaikan konstruksi perkaranya seperti apa, pihak-pihak yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka siapa saja,” tutur Budi.
Respons BRI
Direktur Utama (Dirut) PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Hery Gunardi mendukung penegakan hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyidikan kasus dugaan pengadaan mesin electronic data capture (EDC).
Hery mengatakan, sebagai perusahaan BUMN, BRI akan selalu comply (mematuhi regulasi) yang ditetapkan oleh pemerintah dan regulator dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
“Kami sepenuhnya juga mendukung penegakan hukum oleh pihak berwenang sesuai perundang-undangan yang berlaku dan kami akan selalu terbuka untuk bekerja sama. Kami akan terus menjaga seluruh kegiatan berjalan sesuai dengan Standar Operasional Perusahaan, prinsip GCG, serta peraturan dan perundangan yang berlaku,” kata Hery, Selasa (1/7/2025).
Sehubungan dengan proses penegakan hukum yang sedang dijalankan oleh KPK dengan mengusut adanya dugaan korupsi pengadaan mesin EDC, Hery menegaskan bahwa pihaknya tetap memastikan bahwa seluruh operasional dan pelayanan BRI kepada nasabah tetap berjalan sebagaimana mestinya.
“Kami memastikan bahwa proses penegakan hukum yang dijalankan KPK tersebut tidak berdampak terhadap operasional dan layanan BRI, dan nasabah dapat bertransaksi dengan aman dan nyaman,” jelasnya.
Di samping itu, BRI juga terus fokus menjalankan transformasi yang telah dicanangkan (BRIvolution 3.0) di seluruh aspek operasional dan bisnis sehingga membawa BRI lebih baik lagi di masa depan.
Hery mengatakan bahwa dalam hal transformasi, pihaknya fokus melakukan penguatan pada aspek bisnis, tata kelola dan manajemen risiko, serta operasional. Hal ini dilakukan dalam semangat BRIvolution 3.0 untuk menjadi “The Most Trusted Lifetime Financial Partner for Sustainable Growth” pada tahun 2029 serta sejalan dengan koridor Asta Cita Pemerintah Republik Indonesia.
“Kami tetap fokus pada penguatan fundamental baik dari sisi pendanaan, penyaluran kredit yang berkualitas, peningkatan kapabilitas digital, penerapan manajemen risiko yang memadai hingga pengembangan sumber daya manusia (SDM),” ujarnya.
Lebih lanjut, Hery menegaskan bahwa sebagai bank milik negara dan rakyat Indonesia, BRI mengemban amanat untuk senantiasa memberikan manfaat yang terbaik dengan bertumbuh berkelanjutan.
Oleh karena itu, pihaknya menjalankan stategi transformasi sebagai dari komitmen BRI untuk tumbuh secara sehat, berkelanjutan, dan inklusif, sekaligus menjawab tantangan dan peluang di seluruh segmen pasar.
Soal dugaan keterlibatan mantan Wakil Direktur Utama, Catur Budi Harto di kasus ini, pihak BRI ogah berkomentar saat dikonfirmasi pada Kamis (26/6/2025).
Topik:
BRI KPK EDC BRI