Digitalisasi Kimia Farma Apotek Seven Solutions Rugikan Negara Rp 18 M


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa digitalisasi Kimia Farma Apotek (KFA) seven solutions belum memberikan dampak ekonomis dan manfaat pada perusahaan. Sehingga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 18 miliar. Kimia Farma adalah anak perusahaan dari PT Bio Farma.
Adapun temuan temuan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I) pada PT Bio Farma dan anak perusahaan serta instansi terkait lainnya di DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan nomor 56/AUDITAMA VII/PDTT/05/2023.
Dalam proyek itu Kimia Farma telah melakukan pembayaran kepada Telkom sebesar Rp246 miliar, dan masih memiliki kewajiban pembayaran selama tahun 2022 sebesar Rp128 miliar.
Namun berdasarkan pendalaman atas pelaksanaan proyek digitalisasi KFA sampai dengan berakhirnya pemeriksaan yaitu tanggal 30 Desember 2022, BPK menemukan masalah bahwa KFA belum maksimal dalam menggunakan sistem big data analytics dan fitur dokter afiliasi serta terdapat perubahan arsitcktur pada fitur POS yang belum dituangkan dalam kontrak dan revenue sharing 2% atas pendapatan bruto Kimia Farma Diagnostika (KFD) belum diatur dalam kontrak kerja sama.
Lalu, BPK menemukan masalah bahwa hardware Digitalisasi KFA yang tidak digunakan pada tujuh outlet KFA. Dalam permasalahan ini, BPK menyatakan bahwa pengujian fisik pada tujuh outlet KF A menunjukan terdapat PC Client Sever senilai Rp129.500.000,00 pada tujuh outlet KFA tersebut yang tidak digunakan.
Selain itu, terdapat Printer Dot Matric Epson LX310 senilai Rp30.240.000,00 yang tidak digunakan. Branch Manager, Super User, dan GM IT KFA menyatakan bahwa printer tersebut tidak digunakan sebab kwitansi penjualan, faktur pembdelian dan faktur penjualan yang dicetak sudah meng gunakan kertas biasa bukan kertas 3ply. Rincian perhitungan atas PC Client Server dan Printer Dot Matric Epson LX310 yang tidak digunakan tersebut.
Tak hanya itu, pengujian fisik pada tujuh outlet KFA juga menunjukkan terdapat 46 hardware lainnya yang tidak digunakan dan disimpan pada Gudang BM maupun Outlet KFA senilai Rp402.950.000,00.
Selain itu, berdasarkan LHP BPK RI atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara Tahun 2018 sampai dengan 2019 pada PT Bio Farma (Persero), PT Indofarma (Persero) Tbk., dan Kimia Farma (Persero) Tbk., serta Anak Perusahaan Nomor 39/AUDITAMA VII/PDTT/04/2022 tanggal 20 April 2022 diketahui terdapat 2.333 hardware senilai Rp18.102.015.000,00 yang belum dimanfaatkan.
Dengan demikian, terdapat hardware senilai Rp18.664.705.000,00 (Rp159.740.000,00 + Rp402.950.000,00 + Rp18.102.015.000,00) berdasarkan uji petik menunjukkan bahwa sistem yang dibangun tidak sesuai dengan kebutuhan operasional yang senyatanya di lapangan.
Temuan BPK selanjutnya, adalah digitalisasi KFA-seven solutions belum memberikan dampak ekonomis dan manfaat pada perusahaan dan Kimia Farma tidak tepat waktu dalam melakukan pembayaran sharing fee digitalisasi KFA seven solutions kepada Telkom.
Menurut BPK, kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Lalu, tidak sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Kimia Farma Nomor: Kep.15/HUK/VIV/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pengadaan Barang Dan Jasa Kimia Farma Tbk, pada Perjanjian Kerjasama antara Kimia Farma dengan Telkom Nomor 203/KF/PRJ/XIV/2017 dan K.TEL.156/HK.8 10/COP-G0000000/2017 tanggal 27 Desember 2017 tentang Digitalisasi Kimia Farma Apotek.
Atas kondisi tersebut mengakibatkan tujuan pengadaan proyek digitalisasi seven solutions belum tercapai dan hardware yang tidak dimanfaatkan oleh outlet KFA menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 18 miliar.
"Potensi pemborosan atas hardware yang tidak dimanfaatkan oleh outlet KFA sebesar Rp18.664.705.000.00 (Rp159.740.000.00 + Rp402.950.000.00 + Rp18.102.015.000,00)," tulis hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Sabtu (12/7/2025).
Menurut BPK, kondisi tersebut disebabkan Direktur Utama Kimia Farma dan KFA tidak secara hati-hati dalam menentukan hak dan kewajiban pada kontrak dan merencanakan pengadaan hardware dengan matang.
Proses kontrak diserahkan begitu saya kepada Telkom berdasarkan prinsip kepercayaan sebagai sesama BUMN yang berada dibawah koordinasi Kementerian Negara BUMN.
Selain itu, penetapan revenue sharing sebesar 2% dari pendapatan kotor KFA tidak didukung dengan dasar perhitungan yang memadai dan tidak terdapat proses reviu oleh Kimia Farma atas perhitungan konsultan.
Atas permasalahan tersebut, Direktur Utama Kimia Farma menyatakan menerima temuan pemeriksaan BPK. Kimia Farma akan melakukan optimalisasi pemanfaatan digitalisasi KFA sehingga semakin memberi dampak ekonomis pada penjualan di KFA.
Namun BPK tetap merekomendasikan kepada Direktur Utama Bio Farma agar memerintahkan Direktur Utama Kimia Farma melakukan koordinasi dengan Direktur Utama Telkom untuk mengkaji kelayakan keryasama digitalisasi KFA secara bisnis dengan mempertimbangkan kemampuan senyatanya KFA secara keuangan dan kemampuan sumber daya seria pertimbangan cost-benefit dalam pengaplikasian sistem digitalisasi KFA bagi kedua belah pihak.
Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Corporate Secretary (Corsec) PT Kimia Farma, Hilda, belum memberikan respons atas konfirmasi Monitorindonesia.com soal apakah semua rekomendasi BPK telah dilaksanakan.
Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.
Topik:
BPK Temuan BPK Kimia Farma Apotek Kimia Farma Bio FarmaBerita Sebelumnya
Kejagung Kembali Panggil Nadiem Terkait Kasus Chromebook Pekan Depan
Berita Selanjutnya
Nama Jokowi Disebut dalam Pusaran Dugaan Korupsi Kuota Haji Eks Menag Yaqut
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
18 jam yang lalu

APH Didesak Usut Temuan BPK soal Belanja Dinas di Sekwan Purwakarta Rp 468 Juta Tak Didukung SPJ
17 September 2025 23:57 WIB