BPK: Pengembangan Vaksin Merah Putih Rugikan Bio Farma Rp 9,127 Miliar


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap adanya permasalahan dalam pengembangan Vaksin Merah Putih COVID-19. Yakni, akibat belum ada kejelasan formal atas keberlanjutan pengembangan vaksin tersebut, PT Bio Farma (Persero) berpotensi merugikan perusahaan senilai Rp9.127.087.694,57 (Rp 9,127 miliar).
Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I) pada PT Bio Farma dan anak perusahaan serta instansi terkait lainnya di DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan nomor 56/AUDITAMA VII/PDTT/05/2023.
Diketahui bahwa dalam rangka penanganan penyebaran pandemi COVID-19, pada awal Maret 2020 Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) telah membentuk konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19, yang terdiri dari lembaga riset baik pemerintah, perguruan tinggi, swasta hingga pihak industri.
Fokus utama konsorsium riset dan inovasi COVID-19 adalah pengembangan vaksin untuk penanganan COVID-19 sebagai upaya membangun kemandirian produksi vaksin nasional. Pengembangan Vaksin COVID-19 selanjutnya dikenal dengan nama vaksin Merah Putih.
Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 ditugaskan oleh Kementerian Riset dan Teknologi untuk membuat bibit vaksin yang dipimpin oleh Lembaga Bio Molckuler (LBM) Eijkman dan bermitra dengan Bio Farma.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada tanggal 15 Juli 2020 antara Lembaga Biologi Molckuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi dan Bio Farma bersama-sama membuat proposal kerja sama riset dan inovasi COVID-19 tentang pengembangan prototipe vaksin COVID-19 menggunakan isolat virus Indonesia.
Dalam kerja sama ini, LBM Eijkman akan berperan dalam penyediaan seed vaksin, sedangkan Bio Farma akan berperan dalam scale up dan uji klinis vaksin tersebut.
Metode pengembangan Vaksin COVID-19 yang akan dilakukan adalah berbasis protein rekombinan, dengan menggunakan protein spike dan virus SARS-COV-2 isolat Indonesia sebagai dasar pembuatan protein rekombinan tersebut.
Selanjutnya protein rekombinan yang dihasilkan akan digunakan sebagai kandidat vaksin setelah diuji antigenisitas, keamanan, dan imunogenisitasnya di hewan coba. Apabila lolos uji, kandidat vaksin akan diuji klinis pada manusia yang akan dilakukan pada tahapan selanjutnya oleh Bio Farma.
Kerjasama kegiatan pengembangan Vaksin COVID-19 yang dilakukan oleh LBM Eijkman dan Bio Farma secara garis besar dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu pengembangan vaksin menggunakan sistem ekspresi sel mamalia; pengembangan vaksin menggunakan sistem ekspresi yeast, scale up produksi dan uji klinis.
Proposal kerja sama tersebut direalisasikan dengan Pernjanjian Kerja Sama antara Bio Farma dan Lembaya Biologi Molekuler Eijkman Kementenan Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Nomor : 00077 DIR VIL 2020 dan Nomor : 19.1/Eijk.1/H1K.04.00/2020 tentang Pengembangan Prototipe Vaksin COVID-19 berbasis protein rekombinan menggunakan isolat virus Indonesia.
Jangka waktu perjanjian sejak tanggal 30 Juli 2020 sampai dengan 30 Juli 2021. Realisasi beban pengembangan vaksin merah putih berdasarkan data dari Bagian Akuntansi per 9 November 2022 adalah sebesar Rp9.127.087.694,57,
Dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama terdapat addendum perpanjangan waktu perjanjian yang disampaikan oleh Kepala LBM Eijkman kepada SEVP Penelitian dan Pengembangan Bio Farma melalui surat Nomor B/15a/Ejk.11/BM 01.00.2021 tanggal 28 Juni 2021.
Selanjutnya LBM Eijkman mengajukan Proposal Penelitian tentang Pengembangan Vaksin COVID-19 Indonesia, Produksi Seed Vaccine Protein Rekombinan Berbasis Sel Ragi/Yeast tanggal 15 Juli 2021.
Hasil reviu terhadap proposal tersebut diketahui bahwa pengembangan Vaksin COVID-19 awalnya didesain menggunakan platform rekombinan Protein Spike yang dickspresikan pada sistem ekspresi sel mamalia. Karena perkembangan situasi, pada bulan Juli 2020, Kementerian Riset dan Teknologi.
Badan Riset dan Inovasi Nasional sesuai saran Bio Farma sebagai mitra industri, menyarankan agar Lembaga Eijkman juga mengembangkan vaksin COVID-19 dengan platform protein rekombinan yang diekspresikan menggunakan sel ragi/yeast.
Hal ini antara lain karena platform ini sudah biasa digunakan oleh Bio Farma dan sudah mempunyai fasilitas pendukung yang lengkap. Tujuan kegiatan adalah menyerahkan seed vaksin terkarakterisasi ke mitra industri untuk diproduksi dan diuji pra-klinis dan klinis.
Proposal di atas kemudian ditindaklanjuti dengan Amandemen Penanjian Kerja Sama Nomor : 001.28/DIR/VI1/2021 dan Nomor : 14.1 LIJK.1 HK.04.03 2021 tanggal 28 Juli 2021. Jangka waktu perjanjian berlaku sejak tangyal 30 Juli 2020 sampai dengan 30 Juli 2022.
Namun hasil pemeriksaan atas pelaksanaan kegiatan pengembangan Vaksin Merah Putih menunjukkan bahwa keberlanjutan pengembangan vaksin tersebut tidak dapat dilanjutkan karena status keberlanjutannya berada di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) setelah LBM Eijkman melebur ke BRIN.
Kondisi tersebut berpengaruh terhadap status pengembangan Vaksin Merah Putih di Bio Farma. Yakni perlunya kepastian kelanjutan pengembangan Vaksin Merah Putih dengan mempertimbangkan saat ini Bio Farma telah memperoleh EU/A Vaksin IndoVac pada tanggal 24 September 2022.
Lalu, perlunya kepastian aspek legal antara Bio Farma, BRIN, dan Eijkman atas seed yang dikembangkan berdasarkan perjanjian kerja sama antara Bio Farma dengan LBM Eijkman dan perlunya kepastian pembiayaan/anggaran uji praklinis dan uji klinis.
Pada tanggal 22 September 2022 Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN mengundang Bio Farma menghadiri rapat Uji Praklinik Pengembangan Vaksin Merah Putih Berbasis Protein Rekombinan SARS CoV-2 Delta Vanan dengan Sistem Ekspresi Ragi tanggal 27 September 2022.
Berdasarkan notulen Rapat Kemutraan BRIN-Bio Farma pada tanggal 27 September 2022 menunjukkan poin-poin pembahasan sebagai berikut:
a. Saat ini protokol pengujian pada hewan sudah diajukan olch BRIN untuk mendapatkan persetujuan dan pendanaan untuk proses uji tersebut yang di lead by BRIN, dibantu tim dari Bio Farma;
Skema pendanaan yang diusulkan dan disarankan BRIN:
1) Pembuatan dan pengajuan proposal dari tim BRIN dibantu mitra (Bio Farma). Dalam hal ini, BRIN menjadi lead dan penanggung jawab atas proposal dan pelaksanaan uji praklinis, berkoordinasi dengan Bio Farma selaku mitra;
2) Setelah proposal lolos seleksi dan verifikasi dilanjutkan dengan pembuatan PKS dan NDA bersama antara BRIN-Bio Farma sebagai payung hukum pelaksanaan uji praklinis Vaksin Merah Putih.
Kondisi tersebut di atas tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara. pada Pasal 3 ayat (3) dan (4) yang menyatakan bahwa prinsip-prinsip GCG antara lain adalah terkait pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Lebih lanjut, pada Pasal 4 menyatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip GCG pada BUMN, bertujuan untuk
(1) mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun intemasional, schingga mampu mempertahankan keberadaannya dan hidup berkclanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan BUMN; dan
(2) mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efcktif, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Persero/Organ Perum.
"Hal tersebut di atas mengakibatkan terjadinya risiko kerugian perusahaan sebesar Rp9.127.087.694,57," tulis hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Minggu (13/7/2025).
Menurut BPK, kondisi tersebut terjadi karena belum terdapat keputusan secara formal atas keberlanjutan peran Bio Farma dalam pengembangan lebih lanjut Vaksin Merah Putih.
Sementara Direktur Utama Bio Farma menyatakan menerima temuan pemeriksaan BPK. Bio Farma secara aktif telah melakukan koordinasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait persiapan uji preklinis dan telah memberikan laporan progres pada beberapa pertemuan di internal Bio Farma maupun BRIN serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Atas permasalahan tersebut, BPK lantas merekomendasikan kepada Direktur Utama Bio Farma agar menyerahkan keberlangsungan pengembangan Vaksin Merah Putih kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Monitorindonesiaa.com pada Minggu (13/7/2025) telah menginformasi soal temuan dan rekomendasi BPK itu kepada Direktur Utama (Dirut) PT Bio Farma Shadiq Akasya dan mantan Dirut Bio Farma, Honesti Basyir, apakah sudah ditindak lanjuti? Sayangnya, hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan Shadiq dan Honseti tidak merespons.
Topik:
Bio Farma BPK Kimia Farma Vaksin Merah Putih Covid-19 Temuan BPKBerita Sebelumnya
Dugaan Aktivitas Seksual Ekstrem, Kriminolog Dorong Polisi Ekshumasi Jenazah Diplomat Arya
Berita Selanjutnya
Mengapa KPK Tak Setuju Hak Imunitas Advokat Masuk RUU KUHAP?
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
14 jam yang lalu

APH Didesak Usut Temuan BPK soal Belanja Dinas di Sekwan Purwakarta Rp 468 Juta Tak Didukung SPJ
17 September 2025 23:57 WIB