BPK Ungkap Kredit PT GI Rp 155,407 M Rugikan BSI, Pailit Sejak 2017


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap monitoring fasilitas pembiayaan atau kredit PT GI dengan baki debit per 31 Desember 2022 sebesar Rp155.407.790.593,00 (Rp 155, 407 miliar) belum sesuai dengan standar prosedur bisnis pembiayaan korporasi PT Bank Syariah Indonesia (BSI).
Hal itu terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh Badan pemeriksa Keuangan (BPK) nomor. 30/AUDITAMA VII/PDTT/9/2024 tanggal 4 September 2024 Auditorat Utama Keuangan Negara VII.
Adapun PT GI merupakan perusahaan yang bergerak di industri penjualan dan fabrikasi mesin-mesin (peralatan) untuk industri minyak dan gas serta industri pengolahan lainnya, dan kontraktor engineering procurement construction di industri minyak dan gas.
Diketahui bahwa PT GI menjadi nasabah eks legacy PT BSM sejak tahun 2008 dan telah direstrukturisasi sebanyak tiga kali pada November 2011, Juni 2013, dan Oktober 2015. Di lain sisi, PT GI ini ternyata telah pailit pada tanggal 7 November 2017.
"Baki debit pembiayaan PT GI per 31 Desember 2022 sebesar Rp155.407.790.593,00 dengan status kolektibilitas 5," jelas hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Selasa (15/7/2025).
BPK menjelaskan bahwa sejak penggabungan bank eks legacy menjadi BSI, PT GI telah membayar pokok pembiayaan sebesar Rp10.000.000.000,00.
Selain itu, BSI telah membentuk CKPN sebesar 100% atas fasilitas pembiayaan PT GI.
Agunan fasilitas pembiayaan tersebut terdiri dari gunan aset tetap berupa tanah dan bangunan serta mesin; dan agunan non aset tetap berupa piutang usaha, akta gadai saham, personnal guarantee, dan corporate guarantee.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen pembiayaan PT GI, BPK menemukan masalah bahwa PT GI nengubah susunan kepengurusan perusahaan tanpa persetujuan eks legacy PT BSM. Lalu, terdapat fasilitas pembiayaan yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukan.
Bahkan, BPK menemukan masalah bahwa agunan terkini dalam bentuk aset tetap tidak memenuhi sisa baki debit pembiayaan dan pemenuhan covenant berupa laporan appraisal independen tidak dilaksanakan secara berkala.
"Kondisi tersebut mengakibatkan pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT GI dengan baki debit per 31 Desember 2022 sebesar Rp155.407.790.593,00 berpotensi merugikan BSI jika recovery tidak dapat dilakukan sepenuhnya," jelas BPK.
Tak hanya itu, BPK juga menyatakan kondisi tersebut menyebabkan kepentingan BSI atas sumber pengembalian/pembayaran pembiayaan yang berasal dari likuidasi agunan terhadap fasilitas pembiayaan kepada PT GI kurang terlindungi.
Menurut BPK, kondisi tersebut terjadi karena Group Head Corporate Banking eks legacy PT BSM tahun 2015 kurang cermat dalam memonitor pengelolaan pembiayaan PT GI.
Relationship Manager dan Department Head Corporate Banking Group 2 eks /egacy PT BSM tahun 2015 kurang cermat dalam memonitor progres fisik dan progres pembayaran bouwheer PT GI pada Proyek Donggi, EPC-5, dan Pusri 2B, serta kurang tertib dalam memonitor perkembangan perusahaan secara berkala terutama terkait perubahan pengurus dan pemegang saham. Dan Dewan Komisaris kurang efektif dalam melakukan pengawasan atas pengelolaan fasilitas pembiayaan PT GI.
Atas permasalahan tersebut, BSI menyatakan bahwa terkait susunan kepengurusan perusahaan, telah dilakukan perubahan kembali atas pengurus perusahaan dimana Herry Gunawan tetap sebagai Direktur dan Augustinus Judianto sebagai Komisaris.
Selain itu, sebagai bentuk teguran bank, telah dimintakan surat pernyataan bahwa Herry Gunawan dan Augustinus Judianto bertanggung jawab atas perubahan kepengurusan tersebut dan tidak melepaskan kewajiban dalam menyelesaikan seluruh kewajiban di eks legacy PT BSM serta berkomitmen untuk mengubah kepengurusan perusahaan seperti semula setelah proses PKPU selesai (vide Surat Nomor 253/FIN GTR/1X2016 tanggal 9 September 2016 dan Dokumen Akta Pernyataan Keputusan di Luar Rapat PT GI Nomor 3 tanggal 23 November 2016);
Terkait penggunaan fasilitas pembiayaan, bank telah melakukan mitigasi risiko dengan meminta jaminan tambahan berupa personnal guarantee atas nama Ir. Augustinus Judianto selaku Komisaris Utama, sebagai bentuk tanggung jawab management PT GI terhadap keseriusan surat pernyataan yang telah dibuat maupun keseriusan terhadap penjualan agunan non produktif.
Terhadap agunan tambahan personnal guarantee tersebut telah diikat dengan Akta Perjanjian Pemberian Jaminan Perorangan Nomor 28 tanggal 18 November 2015.
Terdapat surat pernyataan yang mencantumkan bahwa tanggung jawab sebelum dan setelah restrukturisasi tetap melekat kepada nasabah dan membebaskan bank dari segala tuntutan.
Surat pernyataan tersebut telah dicantumkan dalam Nota Analisis Restrukturisasi Pembiayaan Nomor 17/3112/WER tanggal 5 Oktober 2015.
Surat pernyataan tersebut juga mencantumkan bahwa PT GI bersedia untuk menjual agunan dan/atau aset PT GI non produktif untuk menyelesaikan kewajiban PT GI pada BSI (d.h.i PT BSM).
Sesuai Nota Analisis Restrukturisasi Pembiayaan Nomor 17/3112/WFR tanggal 5 Oktober 2015 Bab Usulan, bahwa Direksi telah memberikan arahan yang dituangkan dalam Syarat Penandatanganan Akad Restrukturisasi (sebagai syarat efektif) antara lain: tanggungjawab penggunaan dana pembiayaan sebelum restrukturisasi tetap melekat kepada PT GI; memberikan jaminan tambahan personnal guarantee a.n. Augustinus Judianto; dan seluruh pendapatan yang dibiayai PT BSM maupun yang tidak dibiayai PT BSM dimasukkan ke rekening yang disyaratkan.
Terkait agunan, berdasarkan Nota Analisis Pembiayaan Nomor 10/112-2/DKI tanggal 20 Februari 2008, pada analisis aspek jaminan menjelaskan bahwa collateral coverage mengacu kepada nilai likuidasi dengan nilai collateral coverage tethadap jaminan aset tetap sebesar 71% dan didukung dengan jaminan piutang dengan nilai collateral coverage sebesar 34%.
Namun apabila menentukan collateral coverage jaminan berdasarkan nilai pasar maka coverage jaminan aset tetap menjadi 129% sebelum ditambah nilai penjaminan piutang dengan coverage 77% dari nilai pasar, sehingga total nilai coverage dari nilai pasar terhadap plafond pembiayaan sebesar 206%.
Terkait pemenuhan covenant, pada tanggal 7 November 2017, PT GI dinyatakan pailit sesuai dengan Putusan Pengadilan Nomor Perkara 06/PDT.SUSPEM.PERDAMAIAWN/2017/PN.NIAGA.JKT.PST.
Bahwa sebagaimana pada Pasal 24 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, dimana debitur demi hukum kehilangan hak kebendaannya yang selanjutnya pengurusan dan pemberesan dilakukan oleh kurator merujuk Pasal 69 Undang-Undang Kepailitan.
Sehingga saat ini kekayaan harta debitor yang termasuk boedei pailit dikuasai oleh tim kurator yang sudah dan akan dilakukan pemberesan termasuk melakukan penjagaan, pengelolaan harta boedel pailit.
Nmaun BPK tetap merekomendasikan kepada Direksi BSI agar menginstruksikan Group Head Wholesale and Corporate Restructuring Group untuk meneruskan langkah-langkah pemenuhan kecukupan agunan, pengikatan agunan, perpanjangan asuransi agunan PT GI.
BPK juga merekomendasikan kepada Dewan Komisaris BSI agar lebih efektif dalam melakukan pengawasan atas pengelolaan fasilitas pembiayaan PT GI.
Topik:
Bank Syariah Indonesia Badan Pemeriksa Keuangan BPK Temuan BPK BSIBerita Sebelumnya
Ditemani Hotman Paris, Nadiem Penuhi Panggilan Penyidik Kejagung
Berita Selanjutnya
Kejagung Yakin Ada Keterkaitan PT GoTo dengan Kasus Laptop Chromebook
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
1 Oktober 2025 12:32 WIB

APH Didesak Usut Temuan BPK soal Belanja Dinas di Sekwan Purwakarta Rp 468 Juta Tak Didukung SPJ
17 September 2025 23:57 WIB

Korupsi KUR BSI Bima Rugikan Negara Rp 9,5 M: 4 Tersangka segera Dimejahijaukan
3 September 2025 15:22 WIB