BPK Temukan PTPN VIII Kurang Terima Sewa Pohon Karet sebesar Rp 12,8 M


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII tidak melakukan evaluasi atas calon mitra kerja sama pemanfaatan hasil pohon karet Tahun 2021-2023 dan mitra kerja sama belum membayar kompensasi senilai Rp12,8 miliar.
Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan, beban, dan kegiatan investasi Tahun 2021 sampai dengan Semester I Tahun 2023 pada PTPN VIII Nomor 25/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.
Kebun karet PTPN VIII terdiri atas kebun karet murni dan kebun lancuran. Kebun murni adalah wilayah kebun karet yang seluruhnya merupakan tanaman karet yang sedang dalam usia sadap atau tanaman menghasilkan.
Sedangkan kebun lancuran merupakan wilayah kebun karet yang seluruhnya merupakan areal tanaman karet yang umurnya sudah lebih dari 23 tahun sadap atau daerah sadap mati.
Data Statistik pohon dan areal karet tanaman menghasilkan dan lancuran Tahun 2021, 2022, dan Juni 2023
PTPN VIII bekerja sama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan nilai tambah kebun karet areal lancuran dengan skema menerima kompensasi sewa per pohon karet.
Kerja sama dilakukan dengan mitra melalui proses seleksi mitra yang dilakukan oleh Bagian Tanaman.
Bagian Tanaman telah melakukan perhitungan terkait dengan cost and benefit dengan memperhitungkan hasil produksi, pendapatan, pengeluaran, efek terhadap cashflow, potensi pencurian, dan potensi keuntungan dari kerja sama pemanfaatan hasil pohon karet yang dilakukan oleh mitra dibandingkan dengan dikelola sendiri oleh PTPN VIII, dan dikelola sendiri oleh PTPN VIII melalui mekanisme Penyedia Jasa Tenaga Kerja (PJTK).
Hasil perhitungan cost and benefit atas skema kerja sama pemanfaatan hasil pohon karet
Potensi keuntungan pengelolaan pohon karet dengan skema dikerjasamakan/sewa pohon dengan mitra dihitung berdasarkan jumlah pohon dan asumsi harga sewa untuk masing-masing kebun.
Sedangkan untuk potensi keuntungan dari PJTK dan dikelola sendiri dihitung berdasarkan jumlah produksi harian, biaya panen (upah tenaga kerja), biaya fee vendor, dan biaya angkut.
Potensi keuntungan bernilai minus pada skema dikelola sendiri disebabkan karena asumsi produksi yang diperkirakan pada PJKT adalah 10 Kg/Hari Kerja, sedangkan rata-rata produksi ketika dikelola sendiri adalah 4 Kg/Hari Kerja.
Hal ini berpengaruh pada perhitungan biaya panen yang lebih tinggi dan hasil produksi yang lebih sedikit pada skema dikelola sendiri.
Atas pertimbangan ini, PTPN VIII belum dapat melakukan pengelolaan sendiri pada areal lancuran yang saat ini sedang menjadi objek kerja sama dengan mitra.
Namun berdasarkan hasil wawancara, pemeriksaan fisik, dan reviu dokumen BPK menemukan masalah bahwa PTPN VIII tidak melakukan evaluasi atas calon mitra kerja sama sesuai SOP pemanfaatan optimalisasi aset tetap dan mitra belum membayar kompensasi pemanfaatan pohon karet senilai Rp12.848.196.913,00 dan belum dikenakan denda keterlambatan pembayaran senilai Rp478.455.114,68
"Kondisi tersebut mengakibatkan PTPN VIII kekurangan penerimaan atas kompensasi sewa pohon senilai Rp12.848.196.913,00 dan belum menerima denda keterlambatan bayar yang belum dikenakan minimal senilai Rp478.455.114,68," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Senin (21/7/2025).
Menurut BPK, kondisi tersebut disebabkan oleh Direksi PTPN VIII Tahun 2020, Direktur PTPN VIII Tahun 2023 serta SEVP Operation, SEVP Business Support, dan SEVP Manajemen Aset PTPN VIII Tahun 2023 lalai dalam menetapkan SOP Kerja Sama Pohon Karet yang tidak mengatur klausul evaluasi atas calon mitra;
Kepala Bagian Perencanaan Strategis dan TI PTPN VIII Tahun 2020 dan 2023 lalai dalam me-review SOP Kerja Sama Pohon Karet yang tidak mengatur klausul evaluasi atas calon mitra;
SEVP Operation PTPN VIII Tahun 2021 sampai dengan 2023 lalai tidak melakukan monitoring atas pelaksanaan evaluasi calon mitra kerja sama pemanfaatan hasil pohon karet tahun 2021 sampai dengan 2023 yang dilaksanakan oleh Kepala Bagian Tanaman PTPN VIII;
Kepala Bagian Tanaman PTPN VIII tahun 2021 sampai dengan 2023 lalai tidak melakukan evaluasi aspek finansial calon mitra kerja sama pemanfaatan hasil pohon karet dan tidak mengenakan denda atas keterlambatan pembayaran atas perjanjian kerja sama pemanfaatan hasil pohon karet.
General Manager Karet PTPN VIII tahun 2021 s.d. 2023 lalai dalam melakukan monitoring pembayaran kompensasi perjanjian kerja sama pemanfaatan hasil pohon karet serta melaporkan ke Bagian Tanaman dan Bagian Keuangan PTPN VIII; dan
Manajer Unit Kebun Pasir Badak, Cibungur, Cikaso, Cikumpay, Jalupang, Bagjanagara, Batulawang, Bunisari Lendra, dan Miramare lalai dalam melakukan pemantauan dan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian kerja sama pemanfaatan hasil pohon karet.
Atas permasalahan tersebut, Region Head Regional II PTPN I menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan BPK.
Sementara BPK merekomendasikan kepada Dewan Komisaris PTPN I untuk memanatau pelaksaan pemeriksaan investigatif/khusus atas pemilihan mitra dan perjanjian kerja sama sewa pohon karet PTPN VIII (PTPN I Regional II) periode tahun 2021 sampai dengan 2023 yang dilaksanakan oleh SPI PTPN I
BPK juga merekomendasikan kepada Direksi PTPN I agar menginformasikan kepada Direksi PTPN III (Persero) terkait pelaksanaan perjanjian kerja sama pemanfaatan hasil pohon karet dengan mitra yang belum menyelesaikan kewajiban kompensasi senilai Rp12.848.196.913,00 dan denda keterlambatan bayar minimal senilai Rp478.455. 114,68.
Menginstruksikan Kepala Divisi SPI PTPN I untuk melakukan pemeriksaan investigatif/khusus atas pemilihan mitra dan perjanjian kerja sama pemantaatan hasil pohon karet PTPN VIII (PTPN I Regional II) periode tahun 2021 sampai dengan 2023.
Menginstruksikan Region Head Regional II PTPN I untuk memerintahkan SEVP Operation serta Kepala Bagian Tanaman dan Teknik Pengolahan Regional II PTPN I melakukan penagihan kewajiban kompensasi kepada mitra kerja sama pemanfaatan pohon karet senilai Rp12.848.196.913,00 dan denda keterlambatan bayar minimal senilai Rp478.455.114,68; dan perbaikan SOP kerja sama pohon karet mengacu pada SOP pemanfaatan optimalisasi aset tetap PTPN III (Persero) dengan memasukan kewajiban evaluasi atas calon mitra kerja sama pemanfaatan pohon karet.
Topik:
Temuan BPK Pohon Karet PTPN PTPN VIII BPKBerita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
17 jam yang lalu

APH Didesak Usut Temuan BPK soal Belanja Dinas di Sekwan Purwakarta Rp 468 Juta Tak Didukung SPJ
17 September 2025 23:57 WIB