Negosiasi Tarif PLTP Muara Laboh Belum Tuntas, BPK: PLN Tak Peroleh Tenaga Listrik 140 MW


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyatakan bahwa proses negosiasi penyesuaian tarif PLTP Muara Laboh belum tuntas sehingga PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berpotensi kehilangan kesempatan memperoleh tenaga listrik sebanyak 140 MW sesuai yang direncanakan.
Hal itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya dan Investasi dalam Penyediaan Tenaga Listrik Tahun 2022 pada PT PLN, Anak Perusahaan dan Instrasi Terkait Lainnya Nomor 08/AUDITAMA VII/PDTT/04/2024 Tangal 30 April 2024.
PLN dalam melaksanakan pembelian tenaga listrik bersumber dari batubara dan EBT (Energi Baru Terbarukan). Salah satu pembangkit EBT yang sedang digalakkan adalah dengan pemanfaatan energi Panas Bumi. Pada tahun 2012, PLN melakukan perikatan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik/ Power Purchase Aggreement (PPA) Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) 220 MW dengan PT Supreme Energy Muara Laboh (SEML) yang di tandatangani pada tanggal 2 Maret 2012.
PPA tersebut merupakan lanjutan dari Surat Direktur Jenderal Ketenagalistrikan KESDM Nomor 5768/21/600.3/2010 tanggal 3 September 2010 perihal Pembelian Tenaga Listrik PLTP Muara Laboh 220 MW yang menunjuk langsung PT SEML sebagai pengembang PLTP Muara Laboh.
Dalam pelaksanaan PPA, terjadi dua kali amandemen yaitu: Amandemen ke-1 tanggal 10 Maret 2016 yang memperpanjang batas waktu (Notice of Resource Confirmation - NORC) dari awalnya tanggal 2 Maret 2016 menjadi tanggal 2 Maret 2017; dan Amandemen ke-2 tanggal 10 Agustus 2016 terkait menyesuaikan tarif pembelian tenaga listrik dari 9,4 cUSD/kWh menjadi 13 cUSD/kWh.
Kenaikan tarif tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri ESDM melalui surat nomor 5176/20.MEM.L/2016 tanggal 27 Juni 2016. Selain itu dalam amandemen kedua juga memundurkan jadwal COD, yaitu Unit 1 (80 MW) tahun 2019 dan Unit 2 (140 MW) tahun 2025.
Dari PPA sebanyak 220 MW, PT SEML telah membangun Unit 1 PLTP sebesar 80 MW pada tahun 2016 dan COD pada tanggal 16 Desember 2019, tarif yang dikenakan kepada PT SEML sebesar 13 cent USD/kWh sesuai dengan PPA.
Tarif tersebut berlaku sampai dengan masa PPA selesai (30 tahun) sedangkan sisanya sebesar 140 MW direncanakan beroperasi tahun 2026.
Namun data eksplorasi Unit 1 menunjukkan bahwa kapasitas delapan sumur sebesar 157 MW atau lebih baik dibandingkan dengan asumsi studi kelayakan saat renegosiasi amandemen ke-2 kontrak. Kapasitas rata-rata sumur meningkat dari 6,7 MW menjadi 19,6 MW.
Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan renegosiasi tarif, sampai saat ini masih berlangsung pembahasan penyesuaian tarif.
Berdasarkan risalah rapat tanggal 24 Februari 2020 disepakati timeline proses renegosiasi tarif, yaitu: tahap pengumpulan data dan penyelesaian due diligence. penandatanganan amandemen ke-3 kontrak, effective date deadline tahap-2 pada Desember 2021, dan COD tahap 2.
Sebagai bagian proses due diligence, PLN telah meminta dan menerima pendapat hukum Kejaksaan Agung terkait kelayakan renegosiasi tarif dengan Surat Pendapat Hukum (Legal Opinion) Jaksa Pengacara Negara atas Penyesuaian Harga Proyek IPP PLTP Muara Laboh Nomor B-174/G/Gph.1/02/2020 tanggal 28 Februari 2020, yang antara lain menyatakan bahwa renegosiasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi kapasitas sumur lebih baik dibandingkan dengan amandemen ke-2 dan mekanisme penyesuaian harga mengikuti persyaratan-persyaratan, mekanisme, prosedur dan ketentuan yang berlaku serta mendapatkan persetujuan Menteri ESDM.
Selanjutnya selama kurun waktu tahun 2021 s.d. Juni 2023 telah beberapa kali dilakukan pembahasan antara kedua belah pihak antara lain terkait penyesuaian harga, klausul amandemen PPA, dan jadwal pembangunan unit 2 dan 3.
Tanggal 18 Oktober 2022 PT SEML menyampaikan surat kepada PLN dengan No. ML-RSS-LTR.066X.2022 perihal Usulan Penyesuaian Harga Listrik untuk PLTP Muara Laboh Unit Kedua, menyampaikan usulan perubahan harga dan kapasitas PLTP Muara Laboh yang awalnya Unit 2 sebesar 140 MW menjadi Unit 2 sebesar 80 MW dan Unit 3 sebesar 60 MW serta usulan tarif untuk Unit 1 sebesar 13 CUSD/kWh dengan eskalasi per tahun 1,8% dan usulan tarif untuk Unit 2 dan 3 sebesar 9,9 cent USD/kWh dengan eskalasi per tahun 1,8%.
Selanjutnya, setelah melakukan pembahasan PT SEML menyampaikan surat kepada PLN melalui surat No. ML-MGT-LTR.039.2023 tanggal 15 Mei 2023 perihal Supreme Energy Muara Laboh
Penyampaian Proposal Harga Jual Tenaga Listrik Unit 2 dan 3, bahwa usulan tarif untuk Unit 1 tidak berubah, sedangkan usulan tarif untuk Unit 2 dan 3 sebesar 9,5 cUSD/kWh dengan eskalasi 50% dari US PPI, namun eskalasi berhenti setelah masa tenor pinjaman (tahun ke-17 setelah COD).
Berdasarkan data tarif jual beli per kWh beberapa PLTP IPP dari Divisi Panas Bumi PLN diketahui tarif per kWh PLTP Muara Laboh berada dalam rentang yang dijelaskan dalam gambar berikut.
a. Tarif rata-rata yang berlaku untuk beberapa PLTP IPP per kWh selama masa PPA sebesar 8,5 CUSD/kWh s.d. 15,1 CUSD/kWh;
b. Penyeseuaian tarif PLTP Muara Laboh 220 MW yaitu untuk Unit 1 sesuai amandemen ke-2 PPA sebesar 13 cUSD/kWh dengan eskalasi per tahun 1,8% ‘selama 17 tahun.
Selanjutnya dari tahun ke-18 sampai dengan selesainya PPA (tahun ke-30) tarif yang berlaku adalah tetap sebesar 17,3 CUSD/kWh. Sedangkan untuk tarif per kWh unit 2 3 menggunakan batas bawah dan batas atas. Batas bawah ditentukan sebesar 9,5 cUSD/kWh dengan eskalasi per tahun 0,45% sampai dengan selesainya PPA (25 tahun).
Untuk batas atas tarif per kWh Unit 2 — 3 sebesar 9,7 cUSD/kWh dengan eskalasi per tahun 0,9% sampai dengan tahun ke-15. Selanjutnya dari tahun ke-16 sampai dengan selesainya PPA (tahun ke-25) tarif yang berlaku adalah tetap sebesar 11 cUSD/kWh.
Dengan demikian, berdasarkan perhitungan di atas, tarif rata-rata per kWh untuk Unit 1 s.d. 3 selama masa operasi sebesar 12,4 s.d. 12,7 cUSD/kWh, yang dapat dikenakan s.d. 3 selama masa operasi sebesar 12,4 s.d. 12,7 cUSD/kWh, yang dapat dikenakan kepada PT SEML, dengan rincian yang diperoleh dari Divisi Panas Bumi PLN.
Sampai dengan pemeriksaan BPK berakhir pada tanggal 13 Juli 2023 pembahasan penyesuaian harga, klausul amandemen PPA, dan jadwal pembangunan unit 2 dan 3 masih berlangsung.
"Hal tersebut mengakibatkan PLN kehilangan kesempatan untuk menghemat biaya pokok penyediaan tenaga listrik dari upaya penurunan tarif pembelian tenaga listrik," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Rabu (23/7/2025).
Hal tersebut diatas disebabkan oleh Direktur Manajamen Proyek dan EBT kurang optimal dalam berkoordinasi dengan para pihak terkait untuk menyesuaikan tarif pembelian tenaga listrik dengan mempertimbangkan harga paling efisien dan dan paling menguntungkan bagi perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan EVP Panas Bumi kurang optimal dalam menyusun perhitungan tarif yang paling efisien dan menguntungkan bagi perusahaan dalam pengembangan pembangkit PLTP Muara Laboh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PLN menjelaskan bahwa proses amandemen ke-3 PPA PLTP Muara Laboh telah dimulai sejak tahun 2019 yang didasari pada data hasil well testing sumur eksplorasi Unit I yang menunjukkan kapasitas sumur lebih tinggi dari asumsi yang digunakan pada saat penyusunan Amandemen ke-2 PPA PLTP Muara Laboh Tahun 2016.
Peningkatan kapasitas sumur secara best-practice akan menurunkan biaya pengembangan PLTP sehingga diharapkan tarif yang lebih rendah dari tarif terkontrak.
Target penyelesaian pembahasan direncanakan sampai dengan akhir tahun 2023.
Legal Opinion dari Jaksa Pengacara Negara menyatakan bahwa dimungkinkan untuk melakukan negosiasi penyesuaian tarif jual beli tenaga listrik untuk PLTP IPP Muara Laboh yang kemudian ditindaklanjuti dengan proses due dilligence untuk memastikan kewajaran biaya pengembangan PLTP Muara Laboh sesuai dengan kaidah teknis.
Untuk itu, BPK RI merekomendasikan kepada Direksi PLN agar berkoordinasi dengan Kementerian ESDM terkait penyesuaian tarif PLTP Muara Laboh; dan menyelesaikan amandemen penyesuaian tarif tenaga listrik PLTP IPP Muara Laboh dengan mendasarkan hasil kajian dengan biaya yang wajar dan akuntabel serta memenuhi ketentuan yang berlaku dan menguntungkan bagi PLN.
Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com soal apakah semua temuan dan rekomendasi BPK itu telah ditindaklanjuti.
Topik:
BPK PT PLN Temuan BPKBerita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
20 jam yang lalu

Dirut PLN Darmawan Prasodjo Diduga Lakukan Abuse of Power Melaui Praktik Rombak Petinggi Anak Perusahaan dan Sub Holding
22 September 2025 13:16 WIB

BUMN dan BPK Didesak Audit Anggaran Jasa Hukum PLN oleh Legal and Human Capital
19 September 2025 01:30 WIB

APH Didesak Usut Dugaan Markup Anggaran Bantuan Hukum di PT PLN Belasan Miliar Rupiah
18 September 2025 21:44 WIB