BPK Temukan Kerja Sama Pengamanan Aset Rugikan PTPN II Rp 10 M

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Juli 2025 16:09 WIB
Ilustrasi - Petugas Keamanan (Security) (Foto: Istimewa)
Ilustrasi - Petugas Keamanan (Security) (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap kerugian PT Pekebunanan Nusantara (PTPN) II atas kerja sama pengamanan aset yang belum sesuai ketentuan sebesar Rp 10 miliar.

Temuan itu tertuang dalam Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.

Diketahui bahwa Laporan Keuangan (audited) Tahun 2021 dan 2022 serta Laporan Manajemen Semester 1 Tahun 2023 PTPN II realisasi Beban Keamanan berturut-turut senilai Rp28.672.838.194,00, Rp35.962.238.102,00 dan Rp9.649.970.561.00. 

Dalam rangka mengoptimalkan dukungan tenaga pengamanan aset, pada Tahun 2021 sampai 2023, PTPN II menjalin kerja sama dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) atau pun Surat Perjanjian Kerja sama Pengamaman (SPKP) dengan beberapa pihak, seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) dan Security Outsourcing. 

Ketiga pihak memiliki peranan masing-masing dalam mengamankan aset PTPN II. 

Kerja sama dengan TNI dilakukan antara PTPN II dengan Komando Daerah Militer (Kodam) I/Bukit Barisan (BB) sebagai komando kewilayahan pertahanan militer Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dengan Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut). PTPN II membagi wilayah aset yang harus diamankan terdiri dari wilayah Distrik Rayon Utara (DRU), Distrik Rayon Selatan (DRS) dan Distrik Tanaman Semusin (DTS). 

Hasil pengujian lebih lanjut, BPK menemukan masalah bahwa  SOP biaya dan evaluasi pengamanan aset belum mengatur standar harga biaya pengamanan.

Pada permasalahan ini, BPK menjelaskan bahwa dalam melaksanakan perikatan kerja sama dengan tenaga pengamanan, PTPN II berpedoman pada Surat Keputusan (SK) Direksi PTPN II Nomor Dir/Kpts./50/VIII/2020 tanggal 3 Agustus 2020 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). 

Pedoman tersebut mengatur perjanjian kerja sama yang dapat dilakukan oleh PTPN II dan mengategorikan sebagai pengadaan dalam rangka penanganan darurat.  Pedoman PBJ menjelaskan bahwa pengadaan dalam rangka penanganan darurat seperti untuk keamanan, keselamatan masyarakat, dan aset strategis perusahaan, dapat dikecualikan untuk pengadaan melalui aplikasi Integrated Procurement System (IPS) yang disertai dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). 

Realisasi pembayaran biaya pengamanan mengacu kepada SOP Nomor SOPKEU-012 tentang Pembayaran Kepada Pihak Ketiga atas Utang Usaha dan Utang Lain-Lain di Kantor Direksi. 

Hasil pengujian terhadap SPKP PTPN II dengan Polda Sumut yang berlaku sejak Tahun 2022 sampai dengan Juni 2023 menunjukkan bahwa PTPN II membutuhkan personil kepolisian sebanyak enam orang.

"Dalam SPKP telah ditetapkan sesuai kesepakatan bersama honor jasa pengamanan yang diberikan senilai Rp382.500,00 per orang per hari atau 365 hari (Juli 2022 s.d. Juni 2023) senilai Rp837.675.000,00 (Rp382.500,00 x 365 hari x 6 orang) dan periode Juli 2023 s.d. Juni 2024 senilai Rp839.970.000,00 (Rp382.500,00 x 366 hari x 6 orang). Namun, honor per hari yang diberikan tersebut tidak dijelaskan komponen pembentuknya," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Senin (28/7/2025). 

Sedangkan untuk SPKP PTPN II dengan Kodam I/BB tidak mencantumkan honor per hari. Hasil diskusi dengan Kepala Bagian Hukum PTPN II. bahwa pemberian honor merupakan kesepahaman lisan antara kedua belah pihak yang didukung dengan Surat Perintah (Sprin). 

Pembayaran dilakukan sebelum kegiatan pengamanan dimulai sesuai tagihan dan Sprin yang disampaikan oleh Kodam kepada PTPN II setiap bulannya. Realisasi jumlah personel TNI Tahun 2021 s.d. November 2023 sejumlah 100 orang yang tertulis dalam Sprin. 

Hasil pengujian terhadap dokumen pertanggungjawaban pembayaran/afrekening honor personil Kodam I/BB diketahui honor yang dibayarkan meliputi honor uang saku, uang makan, vitamin dan snack, air mineral, transportasi serta dana taktis dan koordinasi dalam dengan nilai total berkisar antara Rp252.000,00 per orang per hari s.d. Rp270.050,00 per orang per hari. 

Realisasi Tahun 2021 senilai Rp13.122.250.000.00, Tahun 2022 senilai Rp9.463.141.000,00 dan 2023 senilai Rp8.965.652.000.00. Menurut BPK, tidak ada penjelasan kenaikan maupun penurunan disetiap pembayaran honor. 

Pemeriksaan lebih lanjut atas dokumen pembayaran honor pengamanan menunjukkan bahwa selain kegiatan yang telah tertuang dalam SPKP, PTPN II juga melaksanakan kegiatan bersama dengan Kodam, Polda dan Security Outsourcing untuk kegiatan okupasi aset yang digarap oleh masyarakat/pihak ketiga. 

Berdasarkan bukti pembayaran terdapat senilai Rp5.456.364.000,00 atas satu kegiatan okupasi yang diberikan kepada perwakilan personil pengamanan dan Advokat. 

Realisasi kegiatan tersebut meliputi biaya koordinasi dan pengendalian, biaya pengukuran batas di lapangan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, biaya PLN, biaya operasional bensin dan perbaikan motor, tenda, biaya medis, alat tulis kantor (ATK), biaya sewa kendaraan dan sebagainya. Sesuai dengan SOP Nomor SOP-KEU-012 dinyatakan bahwa pencairan kas wajib dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti kontrak/perjanjian, sehingga realisasi biaya tersebut tidak didukung dengan bukti sesuai dengan SOP yang menujukan standar harga yang digunakan. 

"Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Disposal Eks. HGU dan Pengamanan Aset PTPN II diketahui bahwa Standard Operating Procedures (SOP) PTPN II belum mengatur standar harga biaya untuk pengamanan aset," lanjut BPK.

Selama ini, biaya yang dikeluarkan merupakan kesepakatan/hasil koordinasi dengan TNI, Polda maupun Advokat yang bekerja sama dengan PTPN II yang seharusnya dituangkan dalam perjanjian/nota kesepahaman Biaya yang dikeluarkan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. 

Bagian melalui SEVP Manajemen Aset mengajukan izin prinsip kebutuhan biaya keamanan untuk persetujuan. Setelah pengajuan biaya disetujui, maka Bagian dapat membuat Permintaan Pembayaran (PP). 

Pada tanggal 2 Agustus 2022, Kepala Bagian Disposal Eks. HGU dan Pengamanan Aset telah melakukan revisi atas SOP Nomor SOP-KEU-012 tentang Biaya dan Evaluasi Pengamanan Aset yang disetujui oleh Direktur PTPN II. Namun, SOP belum mengatur bagaimana standar harga penyusun komponen biaya pengamanan aset dan tata cara pertanggungjawabannya. 

Selanjutnya, BPK menemukan masalah bahwa realisasi biaya lainnya atas pengamanan aset senilai Rp9.463.800.000,00 tidak didukung dengan bukti memadai,

Pada permasalahan ini, BPK menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pengujian dokumen relisasi biaya/afrekening pengamanan aset Tahun 2021 sampai dengan 2023 diketahui bahwa terdapat realisasi biaya keamanan senilai Rp9.463.800.000,00 yang tidak didukung dengan bukti yang memadai dan kesepakatan mengenai tata cara pertanggungjawaban biaya yang dikeluarkan, apakah bersifat lumpsum atau reimburse. 

Berdasarkan dokumen pertanggungjawaban yang ada, hanya dilampirkan dokumen penganggaran berupa ND dari SEVP dan tagihan dari pihak pengamanan. 

"Tidak didukung juga dengan bukti fisik pertanggungjawaban yang dapat menjelaskan maksud pembayaran komponen biaya-biaya yang tertera," jelas BPK.

Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Disposal Eks. HGU dan Pengamanan Aset PTPN II menunjukkan bahwa kegiatan yang dibayarkan sesuai dengan permintaan di lapangan hasil negosiasi dengan TNI ataupun POLRI atas kebutuhan operasional pengamanan. 

BPK juga menemukan masalah bahwa bukti pertanggungjawaban biaya pengamanan senilai Rp546.750.000,00 kurang memadai.

BPK menjelaskan bahwa pembayaran honor TNI berdasarkan jumlah personil yang tertuang dalam Sprin. Menurut BPK, terdapat perbedaan jumlah personil pada dokumen sprin dengan dokumen pembayaran. "Jumlah personel pada dokumen sprin berjumlah 100 orang, sedangkan pada dokumen pembayaran sejumlah 118 orang setiap bulannya," ungkap BPK.

Nota Dinas (ND) SEVP Nomor SEVP BS/Nota/162/XII/2020 tanggal 29 Desember 2020 ke Direktur PTPN II menjelaskan permintaan pembayaran untuk 118 orang yang terdiri dari 100 orang personil TNI dan 18 orang personil Polri. 

"Namun pada Tahun 2021, PTPN II belum bekerja sama dengan POLRI dan tidak ada dokumen pendukung lainnya seperti Sprin yang dikeluarkan oleh POLRI/Polda. SPKP dan Sprin yang tersedia hanya milik TNI," jelas BPK

Menurut bukti pengeluaran kas, biaya yang dibayarkan adalah senilai Rp3.196.750.000,00. Hasil perhitungan berdasarkan Sprin diperoleh nilai Rp2.650.000.000,00. "Perbedaan tersebut dikarenakan terdapat perbedaan jumlah orang antara bukti pengeluaran kas dengan dokumen Sprin. Sehingga kelebihan bayar honor tersebut adalah senilai Rp546.750.000,00 (Rp3.196.750.000,00 - Rp2.650.000.000,00)," beber BPK.

Kepala Bagian Disposal Eks. HGU dan Pengamanan Aset PTPN II memberikan informasi bahwa biaya pengamanan dibayarkan sesuai dengan kebutuhan personil dan kebutuhan operasional lainnya sesuai dengan kegiatannya masing masing. 

Untuk pengamanan dengan TNI yang terjadi pada Tahun 2021, sesuai dengan bukti pertanggungjawaban, sebenarnya TNI melakukan pengamanan bersama dengan kepolisian. Permintaan dilakukan secara lisan. Dengan rincian pada Lampiran 6. 

Terkahir, BPK menemukan kelebihan pembayaran biaya koordinasi dan operasional okupasi Kebun Bulu Cina. 

Lebih rinci, BPK memberberkan bahwa Kantor Hukum HBH dan Rekan mengirimkan laporan penanganan perkara pendampingan atas pelaksanaan okupasi lahan kebun bulu cina serta biaya operasional dan honor jasa advokat. 

Total tagihan dalam laporan penanganan perkara tersebut senilai Rp3.166.200.000,00 yang terdiri dari biaya operasional dan koordinasi senilai Rp3.054.700.000,00 serta honorarium senilai Rp111.500.000,00. 

Hasil penghitungan BPK RI rincian biaya operasional hanya senilai Rp2.310.200.000,00, sedangkan yang dipertanggungjawabkan  senilai Rp3.166.200.000,00, sehingga terdapat selisih biaya operasional  senilai Rp856.000.000,00 (Rp3.166.200.000,00 - Rp2.310.200.000,00). Selanjutnya Kepala Bagian Disposal Eks. 

HGU dan Pengamanan Aset PTPN II memberikan informasi bahwa pencairan biaya pengamanan dibayarkan sesuai dengan kebutuhan personil dan kebutuhan operasional lainnya di lapangan sesuai dengan kegiatannya masingmasing. 

"Kondisi tersebut mengakibatkan pembayaran biaya pengamanan aset yang tidak terukur berisiko membebani perusahaan; Realisasi Biaya Pengamanan dan Biaya Lainnya senilai Rp10.010.550.000,00 (Rp9.463.800.000,00 + Rp546.750.000,00) berpotensi merugikan perusahaan; dan Kelebihan pembayaran biaya pengamanan membebani perusahaan senilai Rp856.000.000,00," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia,com, Senin (28/7/2025).

BPK menyatakan bahwa kondisi tersebut disebabkan SEVP Manajemen Aset Belum menetapkan komponen tarif biaya serta tata cara pertanggungjawabannya biaya pengamanan aset; lalai mengawasi dan menyetujui pembayaran yang telah melebihi nilai kontrak/perjanjian; lalai dalam mengawasi pelaksanaan dan hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian; dan lalai dalam melakukan pengawasan perhitungan dan pembayaran biaya pengamanan. 

BPK juga menyatakan bahwa kondisi tersebut disebabkan Kepala Bagian Disposal Eks. HGU dan Pengamanan Aset lalai dalam mengajukan pembayaran biaya penanganan perkara kepada Kepala Bagian Keuangan Akuntansi. 

Atas permasalahan tersebut, Region Head Regional 1 PTPN I menyatakan belum sependapat dengan temuan pemeriksaan BPK, karena bukti pembayaran kepada TNI Polri berdasarkan sprin dan kwitansi yang diajukan Kodam I/BB dan kepolisian; dan pembayaran kepada advokat sudah sesuai dengan laporan dan bukti pertanggungjawaban. 

Namun demikian, BPK tidak sependapat dengan tanggapan Region Head Regional 1 PTPN I karena bukti kwitansi tidak sesuai dengan sprin yang ada dan susulan dokumen pertanggungjawaban tidak dibenarkan. 

Untuk itu, BPK merekomendasikan Direktur Utama PTPN I agar merevisi SOP biaya pengamanan aset untuk dapat menambahkan komponen biaya yang berkaitan kerja sama dengan APH dan tata cara pertanggungjawabannya. 

Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada SEVP Manajemen Aset periode Tahun 2021 sampai dengan 2023 karena mengawasi dan menyetujui pembayaran yang telah melebihi nilai kontrak/perjanjian.

Memberikan sanksi kepada Kepala Bagian Disposal Eks HGU dan Pengamanan Aset periode Tahun 2021 sampai dengan 2023 sesuai ketentuan berlaku karena lalai dalam mengajukan pembayaran biaya penanganan perkara, mengawasi pelaksanaan dan hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian dan dalam melakukan pengawasan perhitungan dan pembayaran biaya pengamanan. 

Melengkapi bukti pertanggungjawaban beban pengamanan rutin tahun 2021 senilai Rp10.010.550.000,00 (Rp9.463.800.000,00 + Rp546.750.000.00); dan menagihkan kelebihan pembayaran senilai Rp856.000.000,00 kepada Kantor Hukum HBH & Rekan dan menyetorkan ke kas perusahaan.

Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, pihak PTPN belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com melalui email [email protected].

Topik:

BPK Temuan BPK PTPN PTPN I PTPN II