PT RNI dan Anak Usahanya Rugikan Negara Rp 62 M atas Sewa Aset Tanah dan Bangunan


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap bahwa PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) dan anak perusahaan tidak menerima pembayaran sesuai perjanjian sewa aset tanah dan bangunan, sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 62 miliar.
Hal itu, tertuang dalam Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Dana Pinjaman Pemegang Saham, Aset Tetap dan Properti Investasi Tahun Buku 2021 sampai dengan 2023 pada PT RNI dan Anak Usaha Perusahaan Serta Instansi Terkait Lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali dengan nomor 24/LHP/IX-XX.3/8/2024/ Tanggal 30 Agustus 2024
BPK menjelaskan bahwa dalam rangka memanfaatkan aset idle (belum digunakan), PT RNI (Persero), PT PPI dan PT Rajawali II telah melakukan kerja sama penyewaan tanah dan bangunan/gedung dengan pihak ketiga. Selain, menyewakan kepada pihak ketiga, PT RNI (Persero) juga melakukan penyewaan aset kepada pihak berelasi.
Namun dari pemeriksaan atas pembayaran sewa dan permintaan keterangan dari pihak terkait, BPK menemukan bahw penyelesaian pembayaran pendapatan sewa aset empat anak perusahaan PT RNI (Persero) berlarut-larut.
Bahkan, PT RNI (Persero), PT PPI, dan PT PG Rajawali I belum menerima membayaran atas kerja sama sewa menyewa aset.
Lebih rinci, BPK menjelaskan, bahwa selama periode Tahun 2021 s.d 30 Juni 2023, PT RNI (Persero) dan PT PPI telah melakukan kerja sama sewa menyewa aset masing-masing dengan 125 penyewa dan 171 penyewa.
Atas pelaksanaan kerja sama, diketahui terdapat kewajiban penyewa yang belum dibayarkan. Yakni, lima penyewa belum membayar kewajiban sebesar Rp1.153.631.042,00 dan denda keterlambatan Sebesar Rp74.752.031,00 sampai dengan perjanjian berakhir, sebanyak 13 penyewa belum melakukan pembayaran atas aset yang telah dimanfaatkan dengan total nilai Rp2.950.286.333,50 dan penyewa belum membayar PBB atas objek sewa sebesar Rp767.419.835,00.
"Permasalahan tersebut mengakibatkan PT RNI (Persero) belum menerima manfaat atas pendapatan sewa tanah dan bangunan dari anak perusahaan sebesar Rp62.206.009.364,74," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Rabu (30/7/2025).
BPK juga menyatakan bahwa PT RNI (Persero) kurang menerima pendapatan sewa sebesar Rp235.207.541,20 (Rp225.668.475,00 + Rp9.539.066,20), berpotensi menanggung tagihan listrik sebesar Rp55.943.794,00 dan service charge sebesar Rp121.971.992,00, serta tidak menerima pembayaran denda keterlambatan sewa sebesar Rp74.752.031,00;
Lalu, PT PPI kurang menerima pendapatan sewa sebesar Rp1.719.655.307,97 (Rp721.130.199,00 + Rp998.525.108,97), berpotensi menanggung tagihan listrik sebesar Rp28.916.582,00, dan menanggung biaya PBB penyewa sebesar Rp767.419.835,00 serta denda sebesar 2% setiap bulan dari total PBB terutang; dan PT PG Rajawali II kurang menerima pendapatan sewa sebesar Rp1.942.222.158,33.
Menurut BPK, permasalahan tersebut disebabkan VP Operasional & Pengembangan Aset PT RNI (Persero), Kepala PMO Property PT PPI, dan Direktur Keuangan & Pendukung Bisnis PT PG Rajawali II tidak melakukan evaluasi berkala atas pelaksanaan perjanjian;
Direksi PT RNI (Persero) belum menetapkan kebijakan mekanisme Penyelesaian utang-piutang dengan anak perusahaan secara berkala sesuai dengan kemampuan keuangan anak perusahaan.
VP Operasional & Pengembangan Aset PT RNI (Persero) belum memitigasi risiko gagal bayar atas perpanjangan sewa oleh penyewa secara otomatis.
Kepala PMO Property PT PPI belum memasukan PBB dalam komponen penyusunan harga sewa aset. VP Operasional & Pengembangan Aset PT RNI (Persero), Kepala PMO Property PT PPI, Kepala Bidang Akuntansi dan Keuangan PT PG Rajawali II tidak tegas dalam melakukan penagihan dan pemberian sanksi atas belum dilakukannya pembayaran harga sewa dan biaya lainnya yang menjadi dari kewajiban penyewa.
Atas permasalahan tersebut, Direksi PT RNI (Persero) menyatakan sependapat, dengan penjelasan bahwa PT RNI (Persero) akan melakukan rekonsiliasi ulang atas pencatatan dan penyelesaian saldo utang piutang antar anak perusahaan dan terus melakukan upaya penagihan dengan komunikasi intensif.
Direksi PT RNI (Persero) telah menyusun langkah penyelesaian utang piutang Anak Perusahaan RNI Group, sebagai berikut:
1) Mengutamakan pembayaran secara tunai atas utang-piutang antar Anak Perusahaan maupun Anak Perusahaan dengan Induk.
2) Melakukan rescheduling pinjaman, utamanya sebesar cicilan angsuran terhadap Anak Perusahaan yang mengalami kesulitan arus kas.
3) Melakukan mekanisme saling offset utang piutang dalam hal terjadi kondisi kesulitan keuangan dalam penyelesaian utang piutang.
4) Menyusun dan menyelesaikan SOP penyelesaian utang piutang dengan mekanisme saling offset selambatnya Tanggal 30 November 2023.
b. Terhadap piutang sewa dan kewajiban pembayaran PBB oleh penyewa, PT RNI (Persero) dan anak perusahaan tetap melakukan penagihan piutang sewa dan berkoodirnasi dengan kantor cabang agar menginformasikan kepada para penyewa untuk segera melakukan pembayaran PBB.
Sementara BPK merekomendasikan Direksi PT RNI (Persero), Direksi PT PPI, dan Direktur Keuangan & Pendukung Bisnis PT PG Rajawali II agar menginstruksikan:
1) VP Operasional & Pengembangan Aset PT RNI (Persero) dan Kepala PMO Property PT PPI untuk melakukan evaluasi berkala atas pelaksanaan perjanjian;
2) VP Operasional & Pengembangan Aset PT RNI (Persero), Kepala PMO Property PT PPI, dan Kepala Bidang Akuntansi dan Keuangan PT PG Rajawali II untuk melakukan penagihan dan pengenaan sanksi sesuai perjanjian atas belum dilakukannya pembayaran harga sewa dan biaya lainnya yang menjadi dari kewajiban penyewa.
b. Direksi PT RNI (Persero) menyusun SOP penyelesaian utang piutang anak perusahaan dengan mekanisme saling offset dan rescheduling piutang sewa anak perusahaan yang tidak mampu, untuk dapat diterapkan mengurangi saldo piutang sewa aset tanah dan bangunan sebesar Rp74.246.797.800,73 secara berkala;
c. Direksi PT RNI (Persero) menagih kekurangan penerimaan pendapatan sewa sebesar Rp235.207.541,20 (Rp225.668.475,00 + Rp9.539.066,20), kekurangan tagihan listrik sebesar Rp55.943.794.00 dan service charge sebesar Rp121.971.992,00, serta denda keterlambatan sewa sebesar Rp74.752.031,00 kepada pihak penyewa;
d. Direksi PT PPI menagih kekurangan penerimaan sewasebesar Rp1.719.655.307,97 (Rp721.130.199,00 + Rp998.525.108,97), kekurangan tagihan listrik sebesar Rp28.916.582,00, biaya PBB penyewa sebesar Rp767.419.835,00;
e. Direktur Keuangan & Pendukung Bisnis PT PG Rajawali II menagih kekurangan pendapatan sewa sebesar Rp1.942.222.158,33.
Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi kepada Edwin Adithia Hermawan selaku Humas PT RNI terkait temuan BPK tersebut apakah sudah ditindak lanjuti. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Edwin belum memberikan respons.
Topik:
BPK Temuan BPK PT RNIBerita Sebelumnya
Red Notice untuk Jurist Tan
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
1 Oktober 2025 12:32 WIB

APH Didesak Usut Temuan BPK soal Belanja Dinas di Sekwan Purwakarta Rp 468 Juta Tak Didukung SPJ
17 September 2025 23:57 WIB