Satgas PKH Kejagung Geledah Kantor Tambang Ore Nikel di Sultra

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Agustus 2025 16:04 WIB
Tambang di dawasan hutan di Blok Matarape Konawe Utara (Konut) diduga ilegal. Foto: Dok MI/Walhi Sultra
Tambang di dawasan hutan di Blok Matarape Konawe Utara (Konut) diduga ilegal. Foto: Dok MI/Walhi Sultra

Jakarta, MI - Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Kejaksaan Agung (Kejagung), dikabarkan ke Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sejak Rabu (27/8/2025) kemarin.

Informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, bahwa Satgas PKH itu menggeledah kantor perusahaan pemilik izin usaha pertambangan (IUP) ore nikel maupun batu.

Diduga yang menjadi target Satgas PKH di Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Kabupaten Konawe Utara (Konut), dan Kota Kendari.

Penggeledahan dilakukan diduga karena banyaknya perusahaan tambang di Sultra yang belum memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), namun tetap melakukan aktivitas atau penggarapan di kawasan hutan. 

Perusahaan-perusahaan tambang tersebut belum mengantongi dokumen IPPKH.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah hingga saat ini belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com, Jumat (29/8/2025).

Hanya saja, Febrie Adriansyah sebelumnya mengatakan bahwa, dalam pidato Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan untuk segera melakukan penertiban kawasan hutan yang digarap perusahaan tambang secara ilegal.

Menindak lanjuti itu, Satgas telah mengidentifikasi kawasan hutan seluas 4.2 juta hektare yang digarap oleh perusahaan tambang tanpa IPPKH.

“Kami segera melakukan penertiban, kami sudah beberapa kali melakukan rapat untuk merencanakan operasi penertiban. Pada tanggal 1 di Bulan Sembilan (September 2025) kita akan melakukan operasi tersebut,” kata Febrie dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Kamis (28/8/2025) kemarin.

Penegakkan hukum dalam melakukan penertiban kawasan hutan di sektor perkebunan sawit maupun pertambangan nikel bukan ranah pidana, tetapi pelaku usaha tambang yang meraup keuntungan dari hasil ilegal cukup mengembalikan kepada negara.

“Berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 ini, diharapkankan dapat diterima dan disambut baik secara positif oleh seluruh pelaku usaha yang terkena operasi,” tegasnya.

Pun, Febrie mengingatkan pelaku usaha yang terkena operasi untuk patuh terhadap Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tersebut. Jika tidak, maka Kejagung tak segan-segan untuk memberikan sanksi pidana.

“Apabila pelaksanaan penertiban ini dengan menggunakan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tidak kunjung selesai, sesuai target Satgas PKH kami tetap melakukan proses pidana,” tandasnya.

Topik:

Satgas PKH Tambang Nikel Sultra Ore Nikel