Aset Tambang senilai Rp1,6 T terkait Korupsi LPEI Disita KPK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Agustus 2025 17:00 WIB
Gambar peta areal konsesi tambang batu bara PT Kalimantan Prima Nusantara seluas 1500 hektar yang disita KPK terkait dengan kasus dugaan korupsi pada pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS).
Gambar peta areal konsesi tambang batu bara PT Kalimantan Prima Nusantara seluas 1500 hektar yang disita KPK terkait dengan kasus dugaan korupsi pada pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS).

Jakarta, MI - Aset berupa areal konsesi tambang batu bara PT Kalimantan Prima Nusantara seluas 1500 hektare disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Estimasi nilai asset disita ini sekitar 100 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp1,6 triliun.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan, penyitaan tersebut, dilakukan terkait kasus dugaan korupsi pada pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS).

Budi mengatakan bahwa penyitaan tersebut dibutuhkan oleh penyidik untuk penanganan perkara serta sebagai langkah awal untuk memulihkan keuangan negara.

"Penyitaan ini dibutuhkan untuk pembuktian dalam proses penyidikan perkara ini sekaligus langkah awal dalam optimalisasi pemulihan keuangan negara atau asset recovery," kata Budi, Jumat (29/8/2025).

KPK juga masih melakukan penyidikan dalam perkara LPEI ini untuk debitur-debitur selain PT SMJL dan PT MAS.

Diketahui, dalam kasus ini, KPK telah menetapkan seorang tersangka yaitu Hendarto yang merupakan pemilik BJU Group. PT SMJL dan PT MAS juga merupakan milik Hendarto, yang termasuk dalam BJU Group.

Hendarto disebut mendapatkan pinjaman dari LPEI melalui dua perusahaan tersebut, totalnya mencapai Rp1,7 triliun.

Namun, Hendarto tidak hanya menggunakan pinjaman tersebut untuk biaya operasional perusahaan. Bahkan, KPK mengungkapkan, sebagai besar dana tersebut digunakan untuk keperluan pribadi seperti pembelian aset dan berjudi.

Pihak KPK juga telah mengungkapkan bahwa Hendarto diduga menggunakan sebagian uang tersebut untuk berjudi dengan total mencapai Rp150 miliar.

Oleh karena itu, Hendarto disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Topik:

KPK LPEI