Akan Periksa Bobby Nasution, Hakim: Semua Orang Sama di Depan Hukum!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 September 2025 23:24 WIB
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution (kiri) bersiap menjawab pertanyaan wartawan usai menghadiri kegiatan koordinasi dengan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/4/2025). Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution diundang KPK guna membahas koordinasi dan kolaborasi penguatan hubungan antara lembaga antirasuah tersebut dengan pemerintah daerah dalam rangka pencegahan korupsi, penyusunan anggaran, dan optimalisasi anggaran daerah.
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution (kiri) bersiap menjawab pertanyaan wartawan usai menghadiri kegiatan koordinasi dengan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/4/2025). Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution diundang KPK guna membahas koordinasi dan kolaborasi penguatan hubungan antara lembaga antirasuah tersebut dengan pemerintah daerah dalam rangka pencegahan korupsi, penyusunan anggaran, dan optimalisasi anggaran daerah.

Medan, MI - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Khamozaro Waruwu menegaskan bahwa semua orang sama di depan hukum. 

Hal itu ditegaskan saat Waruwu meminta Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengadirkan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution dan mantan Pj Sekda Sumut Effendy Pohan di sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang (DPUPR) Sumut, Rabu (24/9/2025).

Adapun sidang tersebut beragendakan pembuktian dakwaan jaksa KPK kepada dua terdakwa yakni Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun dan Direktur PT Rona Mora Muhammad Rayhan Dulasmi.

Sementara Jaksa KPK menghadirkan tiga saksi, yakni Andi Junaidi Lubis petugas keamanan Kantor Unit Pelaksana Teknis Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut; Muhammad Haldun Sekretaris Dinas PUPR Sumut dan Edison Pardamean Togatorop selaku Kepala Seksi Perencanaan Dinas PUPR Sumut.

Dalam sidang itu, Hakim Khamozaro Waruwu menggali Peraturan Gubernur atau Pergub Sumut soal pergeseran angggaran dari sejumlah dinas di Pemprov Sumut ke Dinas PUPR Pemprov Sumut yang dijadikan dasar anggaran pembangunan jalan, kepada Sekretaris Dinas PUPR Sumut Muhammad Haldun.

"Soal pergeseran anggaran ini, setelah kita dengar kesaksian saksi Muhammad Haldun, saya minta jaksa menghadirkan Pj Sekda Sumut saat itu Effendy Pohan dan Gubernur Sumut pada sidang berikutnya. Kita mau tanyakan dasar hukum Pergub Sumut mengenai pergeseran anggaran yang dilakukan hingga enam kali. Semua orang sama didepan hukum. Saudara saksi (Muhammad Haldun), jangan takut kehilangan jabatan, takut lah kepada Tuhan," tegas Waruwu.

Sementara Jaksa KPK Eko Wahyu mengatakan, pembangunan jalan yang dikerjakan Dinas PUPR Sumut yang anggarannya dikumpulkan dari pergeseran anggaran sejumlah dinas seperti yang tercantum dalam Pergub Sumut, seharusnya diawali dengan perencanaan.

Namun faktanya, pembangunan jalan yang bermasalah itu tidak melalui perencanaan. Buktinya, kata jaksa, paket pembangunan jalan diumumkan lewat lelang elektronik pada Kamis, 26 Juni 2025 pukul 17.32 WIB, disetujui penyedia lelang yakni Dinas PUPR Sumut pada pukul 23.34 WIB dengan pemenangnya PT Dalihan Na Tolu Grup. 

Pun, prosesnya sangat cepat. Kejanggalan lainya, konsultan perencana baru mengajukan perencanaan pada akhir Juli 2025. Untuk paket Sipiongot-Batas Labuhan Batu, dikerjakan konsultan perencana dari CV Balakosa Konsultan. Sedangkan paket Hutaimbaru-Sipiongot konsultan perencana dari CV Wira Jaya Konsultan.

"Kedua konsultan perencana tersebut baru memasukkan detail perencanaan pembangunan kedua ruas jalan dengan nilai total Rp 165 miliar itu pada akhir Juli 2025. Padahal pemenang tender sudah diumumkan 26 Juni 2025," kata Eko.

Kata Eko juga proyek yang sifatnya mendesak maupun Proyek Strategis Nasional (PSN) dimungkinkan dikerjakan tanpa proses perencanaan. Namun pembangunan jalan Sipiongot-Batas Labuhan Batu dan Hutaimbaru-Sipiongot tidak mendesak dan bukan PSN.

Kemana pergeseran anggaran mengalir?

Pergeseran anggaran Sumut 2025—yang menurut penelusuran Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut mengalir deras ke Dinas PUPR—patut dibaca bukan hanya teknis akuntansi, melainkan manuver politik fiskal. 

Apalagi nakhodanya adalah gubernur baru, Bobby Nasution, yang dilantik pada 20 Februari 2025. Dari enam Pergub Februari–Mei, gambar besarnya—menurut kajian FITRA—membentuk satu pola: belanja jalan melonjak, BTT dipangkas, hibah digentongkan. 

Aturan memang membuka celah pergeseran sebelum Perubahan APBD (Permendagri 77/2020), tetapi ruhnya adalah kedaruratan dan kepentingan publik, bukan pencitraan. 

PP 12/2019 juga tegas bahwa Belanja Tidak Terduga (BTT) digunakan untuk keadaan darurat atau keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi—bukan untuk membiayai kebutuhan rutin.

Konteks kian berkelindan saat KPK melakukan OTT pada 26 Juni 2025 terkait proyek jalan bernilai Rp231,8 miliar yang menyeret Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting. Pada momen begini, wajarlah jika publik menuntut audit kebijakan, bukan klarifikasi cakap-cakap basi di ruang ambisi. Karena jejak uang jarang membual; ia selalu meninggalkan bau solar di tikungan jalan.

Detail yang disorot FITRA adalah pergeseran sekitar Rp425 miliar dari sejumlah dinas ke PUPR mengubah pagu dinas itu membumbung dari Rp800 miliar lebih ke kisaran angka Rp1,25 triliun; BTT dari Rp843,12 miliar dipangkas menjadi Rp106,07 miliar (hanya ±1 persen belanja daerah); belanja operasi naik, termasuk tambahan Rp61,3 miliar untuk hibah rumah ibadah; sementara belanja jalan, jaringan, dan irigasi melompat dari Rp669,9 miliar ke sekitar Rp1,36 triliun.

KPK dalami proses pergeseran anggaran

Pendalaman ini dilakukan saat memeriksa Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut, M Ahmad Effendy Pohan, sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Ahmad Effendy Pohan adalah pejabat senior di Pemprov Sumut yang telah menduduki berbagai posisi strategis selama kariernya.

Dia menjadi Penjabat (Pj) dan Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah Sumut dalam beberapa periode antara Desember 2024 hingga Juni 2025.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, sempat menjelaskan fokus utama pemeriksaan terhadap Ahmad Effendy Pohan adalah untuk menelusuri bagaimana proyek yang sebelumnya tidak ada dalam perencanaan bisa muncul dan mendapatkan alokasi dana.

"Didalami terkait dengan pergeseran anggaran," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.

"Jadi dua proyek di PUPR itu kan sebelumnya belum masuk ya di dalam perencanaan anggaran. Kemudian proyek itu muncul, dan itu bagaimana prosesnya kita dalami," sambungnya.

Budi menegaskan bahwa pergeseran anggaran tersebut terjadi pada tahun anggaran yang sama, sesuai dengan kurun waktu (tempus) perkara yang sedang diusut oleh KPK.

Namun, saat ditanya apakah pergeseran anggaran tersebut diketahui oleh Gubernur Sumut Bobby Nasution yang menjabat saat itu, Budi enggan berkomentar lebih jauh. 

Ia menyatakan bahwa materi detail penyidikan belum dapat disampaikan kepada publik. "Kami belum bisa sampaikan secara detail materi penyidikan ini, namun secara umum yang didalami terhadap saksi yang hari ini dipanggil adalah terkait dengan pergeseran anggaran tersebut," jelasnya.

Adapun lemanggilan Pj Sekda Sumut ini merupakan bagian dari pengembangan kasus yang berawal dari OTT yang dilakukan KPK pada akhir Juni 2025.

Dalam operasi senyap tersebut, KPK menetapkan lima orang di antaranya:

1. Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

2. Heliyanto (HEL), selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut.

3. M Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG).

4. M Rayhan Dulasmi Pilang(RAY) selaku Direktur PT Rona Na Mora (RN).

5. Topan Obaja Putra selaku Kadis PUPR Sumut.

Atas perbuatan tersebut, Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini menyangkut dugaan korupsi pada sejumlah proyek pembangunan dan preservasi jalan di Dinas PUPR Sumut serta di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Provinsi Sumut dengan total nilai proyek mencapai sedikitnya Rp 231,8 miliar. 

KPK menduga ada janji pemberian fee sebesar Rp 8 miliar kepada para pejabat, di mana Rp 2 miliar di antaranya telah ditarik oleh pihak swasta dan diduga akan didistribusikan.

Ada dua kasus yang digarap KPK.

Pertama terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut, yaitu:Pelatihan anti korupsi

a. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–SP. Pal XI tahun 2023, dengan nilai proyek Rp 56,5 miliar;

b. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI tahun 2024, dengan nilai proyek Rp17,5 miliar;

c. Rehabilitasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI dan penanganan longsoran tahun 2025;

d. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI tahun 2025.

Perkara kedua terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Satker PJN Wilayah 1 Sumut, yaitu:

a. Proyek pembangunan Jalan Sipiongot batas Labusel, dengan nilai proyek Rp 96 miliar;

b. Proyek pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot, dengan nilai proyek Rp 61,8 miliar.

Topik:

Hakim Jaksa KPK Korupsi Jalan Sumut Bobby Nasution Gubernur Sumut Bobby Nasution Dinas PUPR Sumut Jaksa KPK OTT KPK OTT Medan