KPK Periksa Dirut PT Daya Merry Persada Deden Setiawan soal Korupsi Asam Semut Karet


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama PT Daya Merry Persada (DMP), Deden Setiawan (DS) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan asam formiat (asam semut) untuk pengolahan karet di Kementerian Pertanian (Kementan), era Syahrul Yasin Limpo (SYL), Jumat (17/10/2025).
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama DS Direktur Utama PT DMP tahun 2012 sampai dengan sekarang,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Materi pemeriksaan, kata Budi, akan disampaikan setelah proses pemeriksaan selesai. “Hari ini Jumat (17/10), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan TPK terkait pengadaan barang/jasa sarana fasilitasi pengolahan karet pada Kementerian Pertanian tahun anggaran 2021 sampai dengan 2023,” ujarnya.
Adapun KPK tengah menelusuri aliran dana dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan eks Menteri Pertanian (Mentan) SYL. Salah satu aliran dana tersebut diduga berasal dari proyek pengadaan sarana fasilitasi pengolahan karet atau asam formiat di Kementan tahun anggaran 2021–2023.
Temuan ini, terungkap dari hasil pemeriksaan terhadap dua mantan pejabat Kementan, yakni Issusilaningtyas Uswatun Hasanah, Kepala Tata Usaha Direktorat Perbenihan 2023 sekaligus Plt Kepala Bagian Umum Sesditjen Hortikultura 2023, dan R Yana Mulyana Indriyana, Kepala Tata Usaha Direktorat Sayuran 2023.
“Saksi 1 terkait aliran uang TPPU SYL. Saksi 2 terkait proses pengadaan asam formiat (lateks) di Kementan,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/5/2025).
Kasus dugaan TPPU ini, masih dalam proses penyidikan. Berdasarkan keterangan mantan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, nilai dugaan TPPU SYL mencapai sekitar Rp60 miliar.
“Kemudian menjadi substansi pokok perkara gratifikasi dan TPPU kurang lebih sekitar Rp60-an miliar,” kata Ali kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/5/2024).
Dalam perkembangan lain, KPK juga telah menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan sarana fasilitasi pengolahan karet atau asam formiat di Kementan untuk periode 2021–2023.
Eks Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menyampaikan bahwa Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara tersebut telah diterbitkan sejak 13 November 2024. “Untuk diketahui bahwa per tanggal 13 November 2024, KPK telah memulai penyidikan untuk perkara sebagaimana tersebut di atas dan telah menetapkan satu orang sebagai tersangka,” kata Tessa, Selasa (3/12/2024).
Namun, Tessa belum mengungkap identitas tersangka. “Proses penyidikan saat ini sedang berjalan, untuk nama dan jabatan tersangka belum dapat disampaikan saat ini,” katanya.
KPK juga menerbitkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap delapan orang terkait kasus ini sejak 19 November 2024. Salah satunya adalah Rosy Indra Saputra, mantan Direktur PT Sintas Kurama Perdana.
“Terhadap delapan orang Warga Negara Indonesia (WNI) dengan inisial DS (Swasta), YW (PNS), RIS (Swasta), SUP (PNS), DJ (Pensiunan), ANA (PNS), AJH, dan MT (PNS),” kata Tessa.
KPK memperkirakan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp75 miliar, dan jumlahnya masih berpotensi bertambah seiring proses pendalaman dan audit lanjutan.
Penyidik juga telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi yang dirahasiakan. Dalam penggeledahan itu, ditemukan barang bukti berupa uang tunai, dokumen penting, dan barang bukti elektronik.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa proyek yang disidik berkaitan dengan pengadaan asam formiat, yakni cairan kimia yang digunakan untuk mengentalkan getah karet.
“Ya, betul. Jadi kami saat ini juga sedang menangani perkara terkait pengadaan, saya namanya lupa ya, tapi asam yang digunakan untuk mengentalkan karet. Itu silakan disearching, kalau dulu dibilangnya asam semut,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2024).
Asep menyebut modus korupsi dalam proyek tersebut berupa penggelembungan harga (mark-up) pembelian asam formiat yang diduga dilakukan melalui pabrik di Jawa Barat, PT Sintas Kurama Perdana.
“Yang terjadi adalah penggelembungan harga. Jadi, harga yang tadinya dijual misalnya Rp10 ribu per sekian liter, menjadi Rp50 ribu per sekian liter,” jelas Asep.
Rosy Indra Saputra, mantan Direktur PT Sintas Kurama Perdana, juga telah diperiksa oleh penyidik terkait dugaan pengaturan lelang proyek tersebut.
“Saksi hadir, didalami terkait dengan proses lelang untuk Pengadaan Sarana Fasilitasi Pengolahan Karet pada Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2021 sampai dengan 2023 dan pengetahuan mereka terkait dengan pengaturan lelang,” kata Tessa, Jumat (29/11/2024).
Sementara itu, dalam perkara berbeda, Syahrul Yasin Limpo telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada 12 Maret 2025. Eksekusi dilakukan setelah putusan hukum tetap menjatuhkan vonis 12 tahun penjara terhadapnya.
“Pada 25 Maret lalu, KPK melakukan eksekusi pidana badan terhadap terpidana SYL di Sukamiskin,” ungkap Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
SYL merupakan terpidana kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian periode 2020–2023. Ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, denda Rp500 juta, serta uang pengganti sebesar Rp44 miliar dan 30.000 dolar AS.
Topik:
KPKBerita Terkait

Mens Rea Pergeseran Anggaran APBD Sumut: Pintu Masuk Bongkar Korupsi Bobby Nasution
42 menit yang lalu

KPK Bidik Proyek Lain yang Dikerjakan Dirut PT Dalihan Na Tolu Grup, Terdakwa Korupsi PUPR Jalan Sumut
1 jam yang lalu

Diperiksa KPK, Kepala Auditor IV BPK Padang Pamungkas Diduga Koordinir Kementerian ESDM
4 jam yang lalu