Pakar Sebut Germo dan Penyedia Segitiga Massage & Spa Kota Bekasi Bisa Dijerat Pidana

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 12 November 2025 15:49 WIB
Ilustrasi Message & Spa
Ilustrasi Message & Spa

Jakarta, MI - Praktik dugaan prostitusi berkedok usaha Massage and Spa di Kota Bekasi yakni Segitiga Massage and Spa terus menuai sorotan.

Bahwa dugaan praktik prostitusi terselubung di tempat Massage dan Spa itu disebut-sebut merupakan tindak pidana.

Begitu dia disapa, pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf menegaskan bahwa siapa saja bisa dijerat dalam praktik itu, terutama bagi pihak-pihak yang mengambil keuntungan mucikari atau germo dan penyedia tempat tersebut.

Hudi menjelaskan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama, lebih berfokus pada penindakan terhadap pihak yang memfasilitasi atau mengambil keuntungan dari prostitusi, bukan pada pekerja seks komersial (PSK) atau pengguna jasa.

"Maka jelas bahwa penyedia tempat dan mucikari itu bisa dijerat pidana," kata Hudi kepada wartawan, Rabu (12/11/2025).

Kemudian, dalam pasal 296 KUHP menjerat siapa saja yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pekerjaan atau kebiasaan.

"Pihak yang memfasilitasi dan mengambil keuntungan dari prostitusi jelas bisa dipidana," ungkapnya.

Bukan tanpa alasan Hudi menyatakan demikian, soalnya pelaku usaha bisa dikenakan pasal 506 KUHP yaitu menjerat orang yang menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai mata pencaharian.

Di lain sisi, apa kah bisa pula dijerat dengan dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO)?

Hudi lantas menjelaskan bahwa, pelaku usaha prostitusi yang berkedok bisnis seperti panti pijat (massage) atau spa dapat dijerat dengan TPPO jika memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

"UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO, landasan utama untuk menjerat pelaku dalam kasus perdagangan manusia, termasuk eksploitasi seksual," bebernya.

Maka dari itu, tegasnya, seharusnya kepolisian ikut turun dalam menindaklanjuti informasi yang berkembang di media massa terkait laporan dan keluhan masyarakat.

Diketahui bahwa kepolisian sudah beberapa kali mengungkap kasus prostitusi berkedok panti pijat (massage) atau spa dan menjerat pengelolanya dengan pasal-pasal TPPO. 

Bahwa kunci dari penerapan TPPO adalah pembuktian adanya proses perdagangan dan eksploitasi, bukan sekadar penyediaan tempat prostitusi biasa.

Artinya, lanjut Huidi, jika pemilik usaha spa atau panti pijat merekrut, menampung, dan memaksa atau menipu para pekerja untuk melayani seks, maka pemilik tersebut dapat dijerat dengan TPPO. 

"Bahkan, jika korban menyetujui untuk bekerja karena berada dalam posisi rentan (misalnya karena terjerat utang atau kesulitan ekonomi), pelaku tetap dapat dianggap melakukan TPPO," tandas Hudi.

Siapa "pasang badan"?

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bekasi Dzikron sempat mengeluarkan pernyataan resmi pada 3 November 2025 melalui sebuah media online, yang menyebut bahwa pihaknya belum menemukan pelanggaran dalam kasus dugaan praktik prostitusi di tempat tersebut.

‎“Hasil belum ditemukan bukti pelanggaran tersebut. Kami berharap jika ada bukti yang valid dan kuat dapat disampaikan kepada kami untuk ditindaklanjuti,” ujar Dzikron, Kepala Disparbud Kota Bekasi, dalam keterangannya.

‎Namun, bukannya memberikan informasi terbuka kepada publik atau media, sejumlah wartawan yang mencoba mengkonfirmasi lebih lanjut justru mengaku nomor WhatsApp-nya diblokir oleh Kepala Dinas tersebut. 

Langkah itu menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi Disparbud dalam menangani dugaan praktik prostitusi terselubung di Segitiga Massage & Spa.

ORI tunggu laporan

‎Eka, dari Bagian Dumas Ombudsman Republik Indonesia (ORI), memberikan arahan agar masyarakat maupun media dapat melaporkan dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik tersebut melalui jalur resmi.

‎“Laporkan dulu ke Setda dan PPID Kota Bekasi secara resmi, baru kemudian ke kami (Ombudsman),” ujar Eka saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (10/11/2025).

‎Eka menegaskan, Ombudsman memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di pusat dan daerah, termasuk lembaga yang menggunakan anggaran negara.

‎“Silakan kirimkan laporan melalui WhatsApp atau email agar bisa diverifikasi datanya. Kami juga akan memeriksa peristiwanya,” jelasnya.

‎Ombudsman RI memastikan akan memantau perkembangan laporan jika sudah masuk secara resmi ke lembaga terkait.

‎Sementara itu, pihak Segitiga Massage dan spa manajemen melalui managernya, Shandi menjelaskan melalui pesan WhatsApp (7/11/2025) yang diterima menilai bahwa isu yang beredar terkesan tidak proporsional.

‎“Kami sudah mendapat surat dan panggilan dari Satpol PP dan Dinas Pariwisata. Hanya saja kami belum sempat memenuhi karena sedang berduka (Shandi). Kami juga sudah berkoordinasi dengan owner untuk menanggapi dengan baik,” ujar Shandi dalam pesan singkatnya yang diterima wartawan, (7/11/2025).

“Kalau memang ada kesalahan, kami (Segitiga Massage dan Spa) siap memperbaiki. Tapi tolong juga dilihat secara adil. Apa salah kami sampai tempat kerja kami ingin ditutup?” imbuhnya. (An)

Spa di Bekasi Diduga Layani "Plus-Plus". Selengkapnya di sini

Topik:

Segitiga Massage and Spa Dugaan Prostitusi Kota Bekasi