Iran Gelar Pengadilan Terbuka Untuk 1.000 Pendemo, Sebagian Dihukum Mati

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 1 November 2022 10:21 WIB
Jakarta, MI - Pihak kejaksaan Iran akan menggelar pengadilan umum atas 1.000 orang pada minggu ini karena mengambil bagian dalam aksi protes jalanan massal yang telah mengguncang rezim Teheran selama hampir dua bulan. Persidangan akan berlangsung di depan umum dan diselenggarakan oleh Pengadilan Revolusi sambil disaksikan oleh rakyat banyak, kata juru bicara Hakim Agung Teheran. Pengunjuk rasa akan dikenakan tuduhan tindakan sabotase, termasuk menyerang atau membunuh penjaga keamanan dan membakar properti publik. Sedangkan beberapa lainnya akan menghadapi hukuman mati, kata juru bicara itu seperti dikutip ArabNews.com, Selasa (1/11). Protes adalah salah satu tantangan paling berani bagi rezim ulama Iran sejak revolusi tahun 1979. Aksi demonstran turun ke jalan-jalan nasional setelah kematian wanita bernama Mahsa Amin 16 September lalu di dalam tahanan polisi moral. Wanita berusia 22 itu merupakan seorang wanita Kurdi yang ditahan karena mengenakan jilbabnya dengan cara yang “tidak sopan”. Akibatnya, terjadi demonstrasi di lebih dari 200 kota oleh orang Iran dari semua lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa dan wanita yang memainkan peran penting dengan membakar jilbab. Pasukan keamanan rezim telah melancarkan tindakan brutal terhadap pengunjuk rasa dan kelompok oposisi Iran, MEK memperkirakan bahwa lebih dari 450 orang telah tewas dan sedikitnya 25.000 ditangkap. Kelompok-kelompok kanan di Teheran mengatakan pada hari Senin bahwa "pertunjukan uji coba" telah dimulai. Dalam sebuah video yang diposting di media sosial, ibu dari pengunjuk rasa Mohammad Ghobadlou, 22, mengatakan putranya telah dijatuhi hukuman mati di sidang pengadilan dua hari lalu. “Anak saya sakit, pengadilan bahkan tidak mengizinkan pengacaranya masuk ke ruang sidang. mereka menginterogasinya tanpa kehadiran pengacara dan pada sesi pertama menjatuhkan hukuman mati dan ingin mengeksekusinya secepatnya,” katanya. Para analis mengatakan sekarang jelas bahwa rezim memandang protes sebagai ancaman serius. “Rakyat lebih bertekad untuk menantang rezim dibandingkan dengan masa lalu,” kata Saeid Golkar dari University of Tennessee. Dia mengatakan sayangnya, sejarah telah menunjukkan kepada kita bahwa mereka bersedia menggunakan tingkat kekerasan apa pun untuk tetap berkuasa.” Meir Javedanfar dari Universitas Reichman di Israel mengatakan: “Terlepas dari prediksi awal oleh beberapa pejabat rezim, protes ini tidak akan mereda. Di tengah kecaman global yang meluas terhadap penindasan rezim terhadap aksi protes, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan pada hari Senin bahwa Uni Eropa sedang mempertimbangkan sanksi lebih lanjut. Kami mengutuk kekerasan berlebihan dari pasukan keamanan dan mendukung orang-orang di Iran, kata Scholz.