Benarkah Kamaruddin Simanjuntak Dapat Informasi dari BIN Terkait Kasus Perampasan Nyawa Brigadir J?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 November 2022 18:59 WIB
Jakarta, MI - Pengacara Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak sempat mengaku memperoleh informasi dari BIN, Polri, maupun TNI saat memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua dengan terdakwa Ferdy Sambo dan kawan-kawan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2022). Menanggapi hal ini, Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan H. Purwanto membantah pihaknya memberikan informasi kepada pengacara keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, terkait kasus pembunuhan berencana oleh Ferdy Sambo dan kawan-kawannya itu. "Tidak benar adanya berita yang menyatakan bahwa BIN memberikan info kepada Kamaruddin sebagaimana dilansir di persidangan oleh pengacara Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak," kata Wawan dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (5/11). Menurut Wawan, BIN hanya melaporkan informasi intelijen kepada single client, yaitu presiden Republik Indonesia. Oleh karena itu, dia menegaskan tidak benar jika Kamaruddin Simanjuntak mengaku dapat informasi intelijen dari BIN. BIN, yang dikepalai oleh Jenderal (Purn) Budi Gunawan, merupakan lembaga intelijen negara, bukan untuk kepentingan lain. Sehingga, Wawan menegaskan BIN sama sekali tidak ikut campur dalam kasus pembunuhan berencana yang melibatkan mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo sebagai tersangka. "BIN tidak intervensi dalam masalah yudikatif. Apa yang terjadi di persidangan adalah mutlak wilayah yudikatif. Itu menjadi kewenangan hakim untuk memutus, jaksa untuk menuntut, dan pengacara untuk membela kliennya. BIN sama sekali tidak ikut campur," tegasnya. Wawan mengatakan belum mengetahui apakah BIN akan mengambil upaya hukum atas keterangan tidak benar yang disampaikan Kamaruddin Simanjuntak saat menjadi saksi di persidangan. "Kita lihat saja nanti. Tidak benar berita tersebut," ujarnya. Sebagaimana diketahui, Kamaruddin Simanjuntak menyebut dirinya pernah mengalami kesulitan saat menyerahkan bukti kepada penyidik. Hat tersebut diungkapkan saat ditanya oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Ema Normawati terkait hambatan yang ditemui saat menangani perkara pembunuhan Brigadir J yang menyeret terdakwa Ferdy Sambo pada sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2022). Ia menjelaskan, tidak diterimanya bukti yang dimilikinya saat itu menjadi salah satu hambatan penaganan perkara kasus pembunuhan terhadap Brigadir J. Salahsatunya ada ketakutan dari penyidik menerima bukti tersebut. “Kemudian hambatan lainnya adalah ketika saya melapor kepada penyidik Pidum Polri mereka itu sepertinya benci kepada saya. Tidak suka dengan laporan saya ini. Terbukti saya memberikan bukti saja mereka semua ketakutan,” katanya. Ia menambahkan, dengan kondisi tersebut Kamaruddin merasa heran lantaran penyidik takut menerima bukti yang dia miliki untuk diserahkan kepada penyidik. “Jadi saya heran kenapa ini penyidik sampai pangkat jenderal ko ketakutan sampai bintang tiga pun ketakutan yang mulia majelis hakim dan saudara jaksa penuntut umum,” katanya. Selanjutnya, pihaknya bermohon kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar terdakwa Ferdy Sambo untuk diberhentikan terlebih dahulu dari jabatan sebagai Kadiv Propam Mabes Polri. Hal tersebut dilakukan agar penyidik memiliki keberanian untuk menangani perkara tersebut. “Sehingga saya waktu itu untuk mengatasi ketakutan mereka itu saya bermohon kepada bapa kapolri supaya terdakwa Ferdy Sambo diberhentikan dulu sementara dari Kadiv Propam supaya polisi ini punya keberanian atau penyidik ini punya keberanian untuk menangani perkara ini,” katanya. Satuhal yang paling menjengkelkan saat itu, kata dia, adalah  membawa barang bukti di dalam handphone hasil investigasinya kepada para intelejen baik kepada BIN dari pihak kepolisian maupun dari tentara tentara yang mitra-mitranya. Ia mengaku, sudah terbiasa bergaul dengan intelejen sejak masih mahasiswa. “Karena waktu masih mahasiswa saya pernah membela sepuluh orang intelejen yang disersi dan diphk secara tidak hormat tapi saya bela jadi kembali mereka intelejen. Jadi ketika itu tidak ada yang berani polisi-polisi atau penyidik yang mau menerima bukti saya dari handphone,” beber Kamaruddin. Untuk memberikan bukti tersebut, pihaknya harus memindahkan file tersebut dari handphone ke laptop tanpa menggunakan jaringan internet. “Sehingga caranya harus memindahkan dulu dari handphone ke laptop yang tidak tersambung ke internet. Dari laptop itu pakai USB dipindah lagi ke laptopnya penyidik. Saya jadi heran kenapa orang ini takut dengan internet. Sedangkan saya hanya takut kepada eloying ada apa dengan mereka ini,” katanya. (MI/Aan)