Rupiah Ditutup Perkasa Bersama Mata Uang Asia Lainnya

Rendy Bimantara
Rendy Bimantara
Diperbarui 21 November 2023 20:22 WIB
Mata Uang Rupiah (Foto: Freepik)
Mata Uang Rupiah (Foto: Freepik)

Jakarta, MI - Pada perdagangan hari Selasa, 21 November 2023, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil ditutup menguat ke level Rp15.440 per dolar AS. Penguatan nilai tukar rupiah bersamaan dengan mayoritas mata uang Asia lainnya.

Berdasarkan data Bloomberg,  rupiah ditutup menguat 0,03% atau 5 poin ke level Rp15.440 per dolar AS, setelah ditutup naik pada perdagangan kemarin. Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau melemah 0,22% ke posisi 103,21 pada sore ini, dikutip Selasa, (21/11).

Adapun, mayoritas mata uang Asia terpantau kebal terhadap dolar AS, di antaranya yaitu dolar Taiwan menguat tajam 1,05%, yen Jepang melesat 0,57%, yuan China menguat 0,49%, dan ringgit Malaysia menguat 0,36%.

Selanjutnya, peso Filipina menguat 0,28%, baht Thailand naik 0,23%, won Korea naik 0,20%, dolar Singapura menguat 0,19%, dan rupee India menguat tipis 0,01%. Hanya dolar Hongkong yang stagnan pada sore ini.

Direktur Indosukses Futures Maruli Tua Sinambela mengatakan keputusan Bank Rakyat China (PBoC) mempertahankan tingkat suku bunga utamanya pada level 3.45%, mencerminkan tekad untuk menjaga stabilitas ekonomi dunia termasuk berdampak pada stabilitas rupiah.

“Meskipun tanpa perubahan dramatis, keputusan ini mungkin memberikan kepercayaan kepada investor dan ikut melindungi rupiah dari dampak negatif,” jelas Maruli kepada MonitorIndonesia.com, Selasa (20/11).

 Terkait kebijakan di Asia, dia menjelaskan bahwa  dinamika pertumbuhan ekonomi Thailand melambat pada kuartal ketiga, mencapai 1.5%, di bawah ekspektasi pasar. Hal  Ini dapat menciptakan tekanan negatif pada mata uang regional lainnya, membuat investor mencari kestabilan dalam aset mata uang di tengah ketidakpastian ekonomi di kawasan Asia.

“Dinamika ini, membuat mata uang rupiah menjadi subjek perhatian, dan strategi investor mungkin melibatkan pencarian mata uang yang dianggap lebih stabil, terangnya.

Menurut Maruli,  Secara keseluruhan, kondisi ekonomi global dan regional bersama dengan keputusan kebijakan suku bunga dan indikator pertumbuhan, terus menjadi penentu nilai tukar Rupiah.(Ran)