Bahlil Tersorot Pencabutan IUP hingga Dilaporkan ke KPK, Kini jadi Menteri ESDM

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Agustus 2024 4 jam yang lalu
Ilustrasi - Eks Menteri Investasi Bahlil Lahadalia - Tambang (Foto: MI/Net/Ist)
Ilustrasi - Eks Menteri Investasi Bahlil Lahadalia - Tambang (Foto: MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Presiden Joko Widodo secara resmi telah melantik Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada hari ini, Senin (19/8/2024), menggantikan Arifin Tasrif.

Adapun, Bahlil yang belakangan sempat digadang-gadang sebagai calon kuat Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar)  sebelumnya merupakan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Bahlil juga beberapa kali ditunjuk oleh Jokowi untuk memegang jabatan tertentu, seperti Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi (alias Satgas Tambang), Satgas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, hingga Satgas Percepatan Investasi di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Dilansir melalui situs resmi Kementerian Investasi/BKPM Bahlil pernah menjadi Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) pada periode 2015—2019. Bahlil juga memimpin delegasi perdagangan bagi pengusaha muda ke Jepang pada 2016 dan ke Eropa pada 2018 (HIPMI-Europe Trade Mission 2018).

Dilansir melalui situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per 1 April 2024 untuk periode 2023, Bahlil tercatat memiliki kekayaan sebesar Rp310,42 miliar. 

Perinciannya, tanah dan bangunan sebesar Rp291,61 miliar, alat transportasi dan mesin sebesar Rp98,4 juta, surat berharga Rp1,61 miliar, serta kas dan setara kas Rp17,09 miliar.

Di lain sisi, nama Bahlil juga sebelumnya pernah menjadi sorotan, di tengah riuh dugaan permainan izin tambang saat dia masih aktif di Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.

Sekira Maret, dia sempat santer disebut-sebut melakukan penyalahgunaan wewenang dalam mencabut dan mereaktivasi izin usaha pertambangan (IUP) serta hak guna usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah. 

Namun, kemudian dibantah Bahlil, eks Kepala BKPM itu diduga meminta sejumlah imbalan uang hingga miliaran rupiah dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan satgas tersebut. Dia juga dikabarkan meminta porsi saham dari perusahaan-perusahaan yang dicabut dan dipulihkan lagi IUP atau HGU-nya.

Sekadar catatan, pembentukan satgas tersebut mengacu pada Peraturan Presiden No. 70/2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi.

Sepanjang 2022, pemerintah melalui Kementerian Investasi/BKPM setidaknya telah mencabut 2.078 IUP, yang terdiri dari 1.776 IUP perusahaan tambang mineral  dan 302 IUP perusahaan tambang batu bara.

Secara total, luas wilayah lahan yang dicabut izinnya itu mencapai sekitar 3,2 juta hektare (ha) yang tersebar di seluruh Indonesia.

Musabab pencabutan IUP tersebut dikarenakan para pemegang IUP itu tidak pernah menyampaikan rencana kerjanya, padahal izin sudah bertahun-tahun diberikan.

Terlepas dari rumor tersebut, mantan Ketua Umum Hipmi periode 2015—2019 itu dikabarkan memang sudah lama memiliki bisnis pertambangan nikel melalui PT Meta Mineral Pradana.

Menurut laporan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), perusahaan tersebut menggenggam dua izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dengan luas masing-masing 470 hektare dan 165,5 hektare.

“Pemegang saham perusahaan ini, antara lain PT Rifa Capital sebesar 10% dan PT Bersama Papua Unggul sebesar 90%. Kedua perusahaan ini milik Bahlil,” tulis JATAM dalam laporannya, Mei.

Selain itu, Jatam menyebutkan bahwa PT Rifa Capital milik Bahlil santer diberitakan mengeksplorasi 39.000 hektare tambang batu bara di Fakfak, Papua Barat dan 11.000 hektare tambang nikel di Halmahera.

Menurut pantauan data di Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), nama Bahlil memang benar pernah tercatat di perusahaan tersebut.

Minerba One Data Indonesia (MODI) yang dikelola Ditjen Minerba mendata PT Meta Mineral Pradana dengan kode perusahaan 5012 yang berkantor di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat.

Pemilik/pemegang saham perusahaan tersebut adalah PT Rifa Capital dan PT Bersama Papua Unggul, dengan porsi kepemilikan saham masing-masing 10% dan 90%. Kedua perusahaan tersebut diketahui merupakan milik Bahlil.

Di jajaran kepengurusan, nama Bahlil pernah tercatat sebagai komisaris pada susunan direksi awal perusahaan. Sayangnya, data Ditjen Minerba tidak menjelaskan dengan lengkap periode Bahlil menjabat sebagai komisaris.

Namun, terdapat perubahan direksi perusahaan ke-1, di mana IR Made Suryadana merupakan komisaris pada 30 November 2022 hingga 30 November 2027. Sementara, jabatan direktur perusahaan tetap dipegang oleh Tresse Kainama.

Adapun, kedua IUP milik PT Meta Mineral Pradana berlaku untuk tahapan kegiatan operasi produksi komoditas nikel. IUP Operasi Produksi (IUPOP) dengan luasan 470 hektare berlaku mulai 14 Juli 2010 hingga 14 Juli 2030. Sementara itu, IUPOP dengan luasan 165,5 hektare berlaku mulai 20 September 2010 hingga 20 September 2030.

Dilaporkan ke KPK

Jatam melaporkan Bahlil Lahadalia ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (19/3/2024) lalu. Laporan ini tak kunjung ada tindaklanjut dari KPK.

Yakni soal  keputusan pencabutan izin tambang oleh Menteri Bahlil yang diduga penuh koruptif, menguntungkan diri, kelompok dan orang lain, serta merugikan perekonomian negara. 

Baca selengkapnya di sini