APPRIR Desak Pemerintah Revisi Permendag 35/2011 demi Industri Rotan

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 31 Januari 2025 16:21 WIB
Ketua Umum APRRIR, Hindaru (Foto: Repro)
Ketua Umum APRRIR, Hindaru (Foto: Repro)

Jakarta, MI - Asosiasi Petani Pengusaha Rotan Indonesia Raya (APPRIR) mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk segera merevisi aturan tata niaga rotan di Indonesia. 

Meskipun Indonesia tercatat sebagai penghasil rotan mentah terbesar di dunia, dengan kontribusi mencapai 85%, Indonesia belum berhasil menjadi pemimpin dalam perdagangan rotan internasional.

Ketua Umum APRRIR, Hindaru mengatakan produksi rotan yang melimpah belum dibarengi dengan penyerapan oleh industri rotan dalam negeri, karena ada masalah dalam tata niaga yang harus segera dibereskan.

"Ada anomali, industri tidak bisa menyerap seluruh produksi rotan setengah jadi, hanya sekitar 20 persen," ujar Hindaru, dikutip dari siaran pers, Kamis (30/1/2025).

Potensi produksi rotan di Pulau Kalimantan mencapai belasan ribu ton per bulan, sedangkan pemakaian oleh industri mebel kerajinan rotan di Pulau Jawa hanya beberapa ratus ton per bulan, tentu saja kelebihan stok yang tidak bisa diserap oleh industri dalam negeri ini lantas membuat para petani dan pengepul rotan frustrasi. 

"Permendag 35/2011 yang melarang total ekspor rotan dari Indonesia mengakibatkan potensi produksi rotan  Kalimantan menjadi mubazir karena pasar dalam negeri yang sangat kecil," jelasnya.

Akibat dari situasi ini, belakangan ini marak terjadi penangkapan ekspor rotan ilegal oleh pihak berwenang, yang berdampak pada penurunan penerimaan devisa dan pajak bagi negara.

Kegiatan ekspor ilegal ini seharusnya dipahami sebagai dampak dari lesunya permintaan rotan di dalam negeri yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Penyebab utamanya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 35 Tahun 2011, yang melarang ekspor rotan mentah dan setengah jadi ke luar negeri.

Oleh karena itu,  Asosiasi Petani dan Pengusaha Rotan Indonesia Raya (APPRIR) meminta  pemerintahan Presiden  Prabowo Subianto ,harus menjadikan. Produk Bahan Baku Rotan harus jadi perhatian agar komoditas Rotan Indonesia dapat memberikan efek bagi  perekonomian nasional.

Selain itu, APPRIR menilai bahwa Permendag 35/2011 seharusnya segera direvisi.  "Petani dilarang ekspor ke luar negeri, tetapi di dalam negeri rotan mereka juga tidak terserap. Industri rotan dalam negeri tidak mampu maksimal. Terbukti nilai ekspor furnitur rotan juga tidak membaik," ungkapnya.

Untuk aturan yang telah berlaku selama 14 tahun ini. Lebih-lebih sudah banyak industri pengolahan bahan baku di daerah yang berguguran. Perkiraannya, saat ini industri pelaku bahan baku rotan hanya tersisa 10%

Akibat proteksi atau larangan ekspor bahan baku rotan ini tidak mendorong pertumbuhan industri mebel rotan yang berpusat di Pulau Jawa. Malahan banyak yang sudah beralih menggunakan rotan sintetis atau plastik hasil impor dari RRC 

Selama 14 tahun diberlakukannya larangan ekspor bahan baku rotan, volume rotan yang tumbuh di hutan semakin melimpah karena tidak dipanen. Bahkan jika dipanen, jumlahnya tetap terbatas. Nilai ekonomi rotan pun semakin menurun karena larangan ekspor tersebut.

APPRIR mendesak pemerintah untuk merumuskan kebijakan tata kelola ekspor rotan mentah agar lebih adil kepada petani dan Pengusaha Rotan Indonesia agar budidaya Rotan dan Industri Rotan mati semua.

Industri pengolahan Rotan dalam negeri butuhnya hanya tiga jenis rotan, maka seharusnya rotan jenis lainnya diizinkan untuk diekspor. Sudah sepatutnya ada evaluasi dari Permendag tersebut.

APPRIR beralasan bahwa pengaturan tata niaga rotan Indonesia sangat diperlukan, mengingat Indonesia memiliki sekitar 30 jenis rotan. Namun, permintaan industri mebel dalam negeri, khususnya di Pulau Jawa, sejauh ini hanya membutuhkan 3 jenis rotan saja.

"Hanya ada 3 atau 4 jenis rotan saja yang diminta oleh industri mebel kita, terutama rotan sega. Sementara puluhan jenis rotan lain tidak pernah dipesan. Tapi Permendag 35/2011 melarang ekspor semua jenis rotan," Pungkasnya.

Topik:

rotan industri-rotan apprir ekspor-rotan