Rupiah di Titik Kritis! Dimana Peran Bank Indonesia?


Jakarta, MI - Nilai tukar rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah ketidakpastian kebijakan perdagangan Presiden AS, Donald Trump, terhadap mitra dagangnya.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,24% ke level Rp16.590 per dolar AS pada Selasa (25/3/2025) pukul 15:01 WIB.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) terpantau menguat tipis 0,07% ke angka 104,36 pada pukul 14:50 WIB, naik dari level penutupan sebelumnya di 104,01.
Tekanan terhadap rupiah semakin terasa setelah mata uang Garuda sempat menyentuh titik terendah sejak 23 Maret 2020.
Pada perdagangan intraday pukul 09:32 WIB, rupiah bahkan sempat melemah hingga 0,54% ke level Rp16.640 per dolar AS.
Melemahnya rupiah bukanlah fenomena sesaat. Sejak kepemimpinan Perry Warjiyo sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) pada Mei 2018, rupiah terus mengalami depresiasi dari sekitar Rp14.000 hingga sekarang di atas Rp16.500 per dolar AS.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas kebijakan moneter yang diterapkan BI dalam menjaga stabilitas rupiah.
Bagaimana Tanggung Jawab Bank Indonesia?
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tanggung jawab utama Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang bersifat independen dari pemerintah.
Dalam hal ini, pemerintah termasuk Presiden Prabowo Subianto, tidak memiliki kewenangan langsung untuk mengintervensi kebijakan moneter, seperti penentuan suku bunga acuan atau langkah-langkah intervensi di pasar valuta asing yang dilakukan oleh BI.
Namun, melihat tren pelemahan rupiah yang terus berlanjut, memunculkan pertanyaan besar: apakah BI telah menjalankan perannya dengan optimal?
Jika fundamental ekonomi Indonesia diklaim kuat, seharusnya nilai tukar rupiah tidak terus melemah. Lantas, apakah ada kesalahan kebijakan dalam pengelolaan moneter yang menyebabkan depresiasi ini?
Pelemahan rupiah yang terus berlanjut mengindikasikan bahwa kebijakan moneter saat ini belum sepenuhnya efektif. Jika tren ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin rupiah akan semakin tertekan hingga melampaui Rp17.000 per dolar AS.
Bank Indonesia perlu segera merumuskan langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas nilai tukar, mengingat dampaknya yang luas terhadap inflasi, daya beli masyarakat, serta kestabilan ekonomi nasional.
Sementara itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa kebijakan fiskal dan reformasi struktural yang diterapkan benar-benar mampu mendukung stabilitas ekonomi jangka panjang.
Topik:
rupiah nilai-tukar-rupiah dolar-as bi