Menelisik Modus Dugaan Korupsi PT Timah

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Oktober 2023 14:02 WIB
PT Timah Tbk. (Foto: Ist)
PT Timah Tbk. (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada PT Timah Tbk. menjadi prioritas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung). Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan dari tahap penyelidikan pada beberapa waktu lalu. Kasus ini akan menyasar banyak pihak, baik itu swasta, pengusaha, serta beberapa bahkan buka tidak mungkin ke pejabat daerah.  

Jampidus Febrie Adriansyah menegaskan, saat ini pihaknya masih terus mencari bukti-bukti dengan melakukan penggeledahan ke beberapa tempat.  Sehingga meski sudah naik ke penyidikan, namun belum ada yang ditersangkakan.

“Kasus PT Timah ini, terkait dengan upaya Kejaksaan Agung dalam memperbaiki tata kelola BUMN yang sifatnya itu menjadi sumber kekayaan negara. Dan pemerintah, saat ini, betul-betul sangat konsentrasi dalam usahanya mengembalikan kekayaan negara untuk masyarakat," kata Febrie dikutip pada Sabtu (28/10).

Sedangkan soal dugaan kerugian negara, Kejagung juga melibatkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Meski belum ada dugaan kerugian negara, Febri yakin kasus ini merugikan negara dengan angka besar. 

Adapun modus penyimpangan yang dilakukan terkait dengan pengelolaan izin usaha tambang resmi  PT Timah, yang pengelolaannya diserahkan ke pihak swasta atau pihak lain.

Tim penyidikan Jampidsus Kejagung telah melakukan penggeledahan dibeberapa tempat. Diantaranya di rumah pengusaha timah di Jalan Toboali-Sadai, di Kecamatan Toboali, di Bangka Selatan. Di lokasi Jalan Raya Puput Sadai, di Desa Keposang, Kecamatan Toboali, Bangka Selatan. Lalu di Jalan Jenderal Soedirman Toboali, di Bangka Selatan.

Selain itu, ada juga penggeledahan di Pangkalpinang seperti di PTSP dan Dinas ESDM Babel.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, penggeledahan tersebut dilakukan pada Selasa (17/10/2023), lima hari setelah status perkara meningkat ke penyidikan.

"Perkara ini juga kita langsung melakukan upaya penegakan hukum berupa penggeledahan, yaitu di beberapa tempat," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, Selasa (17/10).

Dari penggeledahan yang dilakukan, tim penyidik mengantongi sejumlah dokumen yang berkaitan dengan proses kerja sama antara pihak PT Timah dengan pihak swasta.

Selain itu, ditemukan pula barang bukti elektronik dari penggeledahan itu.  Seluruh temuan tersebut kemudian disita untuk didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

"Tim penyidik berhasil memperoleh sekaligus menyita beberapa dokumen dan barang bukti elektronik yang berkaitan dengan peristiwa pidana. Nantinya ke depan dijadikan alat bukti untuk digali lebih lanjut dalam proses penyidikan," kata Ketut

Adapun salah satu bentuk tindak pidana korupsinya adalah terkait dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah yang diserahkan kepada pihak swasta sejak 2015-2023. Pengalihan IUP ini dilakukan dengan cara ilegal dan merugikan negara.  Karena dari pengelolaan pihak swasta lalu menghasilkan timah yang dijual kembali ke PT Timah. PT Timah di sini membeli timah dari IUP sendiri.

Direktur Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Eksaminasi (UHLBEE) Jampidsus Kejagung, Undang Mungopal, dalam webinar yang digelar Babel Resoucers Institute (BRiNTS) dengan tema 'Dibalik Jor-Joran RKAB Timah dan Terungkapnya Korupsi SDA' melalui Zoom Meeting, Senin (23/10).

Lebih jauh, Undang Mugopal mengungkapkan ada sejumlah modus korupsi di bidang pertambangan termasuk pertimahan.  

Modus itu yakni tindak pidana melakukan pertambangan tanpa izin, tindak pidana menyampaikan data laporan keterangan palsu, tindak pidana melakukan operasi produksi di tahapan eksplorasi, tindak pidana memindahtangankan perizinan kepada orang lain dan tindak pidana tidak melakukan reklamasi dan pascatambang.

Selain modus itu, Undang Mugopal mengungkapkan kasus korupsi di bidang pertambangan yang terdeteksi di antaranya suap atau gratifikasi didalam izin usaha pertambangan, pemanfaatan hutan secara ilegal untuk pertambangan, tidak dilakukan renegoisasi peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan.

Dan pemurnian hasil tambang mineral dan batubara, manipulasi data ekspor sehingga berpengaruh terhadap PNBP negara, penyimpangan pada Domestic market Obligatioan (DMO), perizinan tidak didelegasikan ke Pemerintah Pusat, rekomendasi teknis fiktif, berbelit-belit, hanya sebagai formalitas hingga mafia tambang terhadap backing-backingpertambangan illegal tanpa izin. (An)