Komisi III ke Dewas KPK: Orang Lain Pungli Dipermalukan Pakai Rompi hingga Dipenjarakan, Masa Pegawainya hanya Minta Maaf!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 19 Februari 2024 03:18 WIB
Rumah tahanan (rutan) KPK cabang K4, Kuningan, Jakarta Selatan (Foto: MI/Aswan)
Rumah tahanan (rutan) KPK cabang K4, Kuningan, Jakarta Selatan (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Wakil Komisi III Dewan Perwakilam Rakyat (DPR) RI, Ahmad Sahroni, menyoroti Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) memberikan sanksi berat bagi 78 pelaku pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK, namun hanya berupa permintaan maaf secara terbuka.

Menurut Ahmad Sahroni mungkin Dewas KPK melupakan proses hukum. Padahal mereka yang tersandung dugaan rasuah dipermalukan hingga dipenjarakan.

“Hanya minta maaf saja, yang benar saja, orang lain pungli, di-OTT, dipermalukan pakai rompi dan dipenjarakan, masa pegawainya hanya minta maaf” kata Sahroni kepada wartawan, Minggu (18/2).

Lanjut Sahroni, kalau ada hal-hal yang dianggap ringan, berarti Dewas KPK bisa rekomendasi untuk lakukan minta maaf saja.

Bendahara Umum (Bendum) partai Nasional Demokrat (NasDem) itu juga menyoroti soal permintaan maaf direkam dan disebar hanya di media internal KPK. 

Menurutnya, lebih baik permintaan maaf itu diliput secara oleh media massa.

"Harusnya minta maaf sekalian diliput secara langsung supaya masyarakat langsung melihat,” tegasnya.

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean sebelumnya memberikan penjelasan terkait sanksi berat bagi 78 pelaku pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK yang hanya berupa permintaan maaf secara terbuka. 

"Ya kalau memang sekedar permintaan maaf saya mungkin juga sepakat dengan anda. Mungkin tidak ada efek jeranya, mungkin. Tapi, malu juga loh kalau sudah diumumkan," kata Tumpak dalam konferensi pers usai sidang etik di Gedung ACLC KPK, Kamis (15/2).

Tumpak mengatakan, sejak pegawai KPK berubah menjadi ASN pada 1 juni 2021, hukuman bagi pegawai yang melanggar kode etik hanya berupa sanksi moral.

Sanksi moral paling berat yakni berbentuk permohonan maaf yang disampaikan secara terbuka. 

Meski demikian, Tumpak menegaskan majelis dapat merekomendasikan kepada sekretariat jenderal selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk mengenakan pelaku dengan dugaan pelanggaran disiplin sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang disiplin pegawai negeri sipil (PNS).

"Tapi, untuk efek jera yang lebih kuat lagi nanti kalau sudah dikenakan pelanggaran disiplin. Jadi, jangan salahkan Dewas, memang sudah berubah, begitulah kalau ASN," pungkasnya. (wan)