Kejagung Didorong Ambil Alih Tangani Kasus Kredit Macet di PT BRI dari Kejati DKI

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 23 Juli 2024 12:03 WIB
Ilustrasi Bank BRI (Foto: Istimewa)
Ilustrasi Bank BRI (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas, mendorong Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta untuk segera mendalami temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait transaksi kredit macet yang terindikasi adanya tindak pidana pada PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk kepada PT Linkadata Citra Mandiri (LCM). 

Berdasarkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara (LHP PKN), negara mengalami kerugian mencapai Rp 120,1 miliar, dan kasus tersebut telah dilimpahkan ke Kejati DKI Jakarta sejak 5 Maret 2024 untuk diproses lebih lanjut. 

"Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta harus segera mendalami temuan BPK atas kasus kredit macet PT BRI kepada PT Linkadata Citra Mandiri pada tahun 2016-2019 yang telah merugikan negara lebih dari Rp. 120 miliar," kata Fernando saat dihubungi Monitorindonesia.com Selasa (23/7/2024). 

Kata Fernando, agar tidak berlarut-larut lebih lama lagi, sebaiknya Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil alih kasus tersebut dari Kejati DKI yang sampai saat ini belum memberikan kabar titik terang mengenai kasus tersebut. 

"Sebaiknya Kejaksaan Agung segera mengambil alih kasus tersebut dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk ditindaklanjuti karena sudah sejak 5 Maret 2024 dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi namun belum ada perkembangan yang bisa diketahui oleh masyarakat," ujarnya. 

Oleh sebab itu, kata dia, Kejagung semestinya mengevaluasi kinerja Kepala Kejati DKI karena tak memiliki spirit yang sama dalam memberantas korupsi. 

"Jaksa Agung layak mengevaluasi dan mengganti Rudi Margono dari posisi Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta walaupun baru saja dilantik bulan Maret yang lalu karena tidak memiliki semangat sama dengan Jaksa Agung dalam memberantas Korupsi," pungkasnya. 

Seperti diketahui, BPK telah menyerahkan hasil audit tersebut kepada Kejati DKI Jakarta. Hasilnya, BPK menyimpulkan ada pemberian kredit BRI kepada PT LCM selama 2016-2019 yang terindikasi adanya tindak pidana dan merugikan negara sebesar Rp 120,1 miliar.

"Hasil PKN tersebut menunjukkan adanya penyimpangan yang berindikasi tindak pidana oleh pihak-pihak terkait yang mengakibatkan kerugian negara pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. sebesar Rp120.146.889.195," tulis keterangan resmi BPK, Senin (20/5/2024) lalu. 

Penyerahan hasil audit tersebut merupakan wujud komitmen BPK dalam mendukung upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia. 

Adapun audit PKN biasanya, merupakan permintaan dari lembaga penegak hukum saat menemukan dugaan kuat tindak pidana korupsi. Sehingga, BPK bergerak atas adanya permintaan dan bukan inisiatif sendiri.

Artinya, pihak kejaksaan sudah mengendus dugaan kuat adanya permainan atau kongkalikong dalam pemberian kredit fiktif dari BRI kepada PT LCM. 

Sedangkan, Sekretaris Perusahaan BRI Agustya Hendy Bernadi, mengungkapkan bahwa PT LCM merupakan eks debitur BRI yang kemudian melakukan penyalah gunaan kredit yang diberikan oleh BRI.

"Seluruh fasilitas pinjaman milik LCM telah dihentikan sejak tahun 2018," katanya kepada wartawan beberapa waktu lalu. 

BRI kata dia, telah mengikuti proses hukum dalam penyelesaian kasus tersebut dan menghormati seluruh proses hukum yang sedang berjalan di Kejati DKI Jakarta.

Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta Syahron Hasibuan, saat ditanya jurnalis Monitorindonesia.com beberapa waktu lalu dirinya mengaku belum bisa merinci detailnya karena belum mendapatkan laporan dari divisi terkait. 

"Kami kabari segera begitu ada info dari bidang terkait," kata Syahron saat ditanya sudah sampai sejauh mana perkembangan kasus tersebut. 

Namun, ketika ditanya kembali soal perkembangan kasus tersebut pada, Sabtu (19/7), sampai kini, Selasa (23/7) Monitorindonesia.com belum mendapatkan kabar perihal perkembangan kasus itu.